Studi Ungkap Infeksi COVID-19 Berulang Tingkatkan Risiko Gangguan Kesehatan Serius hingga Kematian

Sebuah studi baru mengungkap, infeksi COVID-19 berulang bisa berujung pada gangguan kesehatan serius, termasuk gagal organ hingga kematian.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 14 Nov 2022, 09:06 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2022, 09:06 WIB
Akibat Kondisi Demam
Ilustrasi Demam Credit: pexels.com/Polina

Liputan6.com, Jakarta - Terinfeksi COVID-19 lebih dari sekali ternyata memiliki konsekuensi kesehatan serius. Sebuah studi baru mengungkap, infeksi COVID-19 berulang bisa berujung pada gangguan kesehatan serius, termasuk gagal organ hingga kematian.

Sebuah studi baru dari Washington University School of Medicine dan Veterans Affairs St Louis Health Care System menemukan menunjukkan konsekuensi kesehatan dari infeksi ulang.

Para peneliti menemukan bahwa infeksi berulang SARS-CoV-2 berkontribusi pada risiko tambahan yang signifikan terhadap kondisi kesehatan yang merugikan pada banyak sistem organ.

Hasil tersebut meliputi rawat inap; gangguan yang mempengaruhi paru-paru, jantung, otak, dan darah tubuh, sistem muskuloskeletal dan gastrointestinal; dan bahkan kematian. Infeksi ulang COVID-19 juga berkontribusi terhadap diabetes, penyakit ginjal, dan masalah kesehatan mental.

Temuan ini dipublikasikan dalam Nature Medicine pada 10 November 2022.

“Selama beberapa bulan terakhir, ada semacam keyakinan yang kuat di antara orang-orang yang pernah terpapar COVID-19 atau mendapat vaksinasi dan penguatnya, dan terutama di antara orang-orang yang pernah terinfeksi dan juga menerima vaksin; beberapa orang mulai menyebut orang-orang ini memiliki semacam kekebalan super terhadap virus,” kata penulis senior Ziyad Al-Aly, MD, seorang ahli epidemiologi klinis di School of Medicine, dilansir laman resmi Washington University School of Medicine.

“Tanpa ambiguitas, penelitian kami menunjukkan bahwa terkena infeksi untuk kedua, ketiga, atau keempat berkontribusi pada risiko kesehatan tambahan pada fase akut, yang berarti 30 hari pertama setelah infeksi, dan pada bulan-bulan berikutnya, yang berarti fase long COVID.”

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa risiko tampaknya meningkat dengan setiap infeksi. Artinya, kata Al-Aly, meskipun Anda sudah mengalami dua kali infeksi COVID-19, lebih baik hindari terinfeksi untuk ketiga kalinya.

"Dan jika Anda mengalami tiga infeksi, sebaiknya hindari yang keempat," ujarnya. 

 

 

Imbauan Menjaga Diri dari Infeksi Berulang

Membatasi paparan virus sangat penting karena AS memasuki bulan-bulan musim dingin, dengan varian baru muncul, bermutasi, dan telah menyebabkan peningkatan infeksi di beberapa bagian negara, kata Al-Aly.

Al-Aly mengingatkan bagi warga AS, membatasi paparan virus sangat penting karena negara tersebut memasuki bulan-bulan musim dingin, dengan varian baru muncul, bermutasi, dan telah menyebabkan peningkatan infeksi di beberapa negara bagian. 

“Masyarakat harus melakukan yang terbaik untuk mencegah infeksi berulang dengan memakai masker, misalnya, mendapatkan semua vaksinasi booster yang memenuhi syarat, tetap tinggal di rumah saat sakit. Juga, dapatkan suntikan flu untuk mencegah penyakit. Kita benar-benar perlu melakukan yang terbaik untuk mengurangi kemungkinan kita terkena penyakit twin-demic dari COVID-19 dan flu di musim dingin ini.”

WebMD mengutip Reuters, Al-Aly mengimbau masyarakat untuk waspada saat mereka merencanakan musim liburan.

"Kami mulai melihat banyak pasien datang ke klinik," katanya kepada Reuters.

"Mereka bertanya-tanya, 'Apakah infeksi ulang benar-benar berdampak?' Jawabannya adalah ya, itu pasti."

Studi Libatkan 5,8 Juta Catatan Medis

Untuk studi ini, para peneliti menganalisis sekitar 5,8 juta catatan medis yang tidak teridentifikasi dalam database yang dikelola oleh Department of Veterans Affairs atau Departemen Urusan Veteran AS, sistem perawatan kesehatan terintegrasi terbesar di negara itu. Pasien terdiri dari berbagai usia, ras, dan jenis kelamin.

Para peneliti membuat kumpulan data terkontrol dari 5,3 juta orang yang tidak dites positif terinfeksi COVID-19 dari 1 Maret 2020 hingga 6 April 2022. Menggunakan kerangka waktu yang sama, para peneliti juga menyusun kelompok kontrol lebih dari 443.000 orang yang dites positif untuk satu infeksi COVID-19, dan kelompok lain yang terdiri dari hampir 41.000 orang yang memiliki dua atau lebih infeksi yang terdokumentasi.

Dari kelompok terakhir, kebanyakan orang mengalami dua atau tiga infeksi, dengan sejumlah kecil yang mengalami empat infeksi dan tidak seorang pun dengan lima infeksi atau lebih.

Pemodelan statistik digunakan untuk memeriksa risiko kesehatan dari infeksi COVID-19 berulang dalam 30 hari pertama setelah tertular virus dan hingga enam bulan setelahnya.

Studi tersebut memperhitungkan varian COVID-19 seperti delta, omicron, dan BA.5. Hasil negatif terjadi di antara yang tidak divaksinasi serta mereka yang telah menerima suntikan sebelum infeksi ulang.

Keterbatasan Studi

Secara keseluruhan, para peneliti menemukan bahwa orang dengan infeksi ulang COVID-19 dua kali lebih mungkin meninggal dan tiga kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit dibandingkan mereka yang tidak terinfeksi ulang.

Selain itu, orang dengan infeksi berulang 3,5 kali lebih mungkin mengalami masalah paru-paru, tiga kali lebih mungkin menderita gangguan jantung, dan 1,6 kali lebih mungkin mengalami masalah otak daripada pasien yang pernah terinfeksi virus satu kali.

“Temuan kami memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang luas karena memberi tahu kami bahwa strategi untuk mencegah atau mengurangi risiko infeksi ulang harus diterapkan,” kata Al-Aly. “Memasuki musim dingin, orang harus waspada terhadap risiko dan mempraktikkan kewaspadaan untuk mengurangi risiko infeksi atau infeksi ulang dengan SARS-CoV-2.” 

Para peneliti mengatakan keterbatasan studi mereka adalah bahwa data terutama berasal dari laki-laki kulit putih.

Seorang ahli yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa populasi Departemen VA tidak mencerminkan populasi umum. Pasien di fasilitas kesehatan VA umumnya lebih tua dengan komplikasi kesehatan yang lebih dari biasanya, kata John Moore, PhD, seorang profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College di New York.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya