Liputan6.com, Jakarta - Pembiayaan penyakit jantung bawaan termasuk jarang ditanggung asuransi kesehatan, bahkan di BPJS Kesehatan sendiri belum sepenuhnya ditanggung.
Dari sisi penyakit jantung, BPJS Kesehatan lebih banyak menanggung pembiayaan penyakit jantung koroner.
Baca Juga
Dokter bedah jantung anak, Pribadi Wiranda Busro, menyayangkan asuransi dan BPJS Kesehatan yang belum optimal menanggung pembiayaan penyakit jantung bawaan.
Advertisement
Padahal, kata Wiranda, 90 persen pasien yang mengalami penyakit kronis membutuhkan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta, tempat Wiranda berpraktik, mayoritas pasien menggunakan JKN, baik perawatan sampai operasi. Terutama pelayanan jantung koroner.
"Untuk pembiayaan ya pelayanan kelainan jantung bawaan itu jarang sekali asuransi yang mau nanggung. Ini kelemahan kita, lain kalau penyakit jantung koroner karena kan itu bisa semuanya ditanggung dari BPJS," kata Wiranda saat sesi wawancara khusus yang diikuti Health Liputan6.com di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta belum lama ini.
"Umumnya, sebagian besar 90 persen menggunakan BPJS. Alhamdulillah, BPJS di sini (RS Harapan Kita) bagus sekali. Semua pasien yang berobat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, baik dewasa, jantung anak, katup jantung, semuanya tidak dipungut biaya sedikitpun," dia menambahkan.
Walau begitu, RS Harapan Kita memang tidak bisa membantu dari sisi biaya perjalanan maupun tempat tinggal bagi pasien dan keluarga pasien.
Sebagai pusat rujukan jantung nasional, banyak pasien dari pelosok Tanah Air yang jauh datang ke RS Harapan Kita untuk berobat.
Dalam hal ini, biaya perjalanan dan tempat tinggal ditanggung mandiri oleh pasien dan keluarga pasien.
"Tetapi memang kami tidak bisa membantu masalah biaya perjalanan, biaya tinggal," dia menekankan.
Subsidi untuk Pelayanan Jantung Bawaan
Di RS Jantung Harapan Kita, pembiayaan pelayanan jantung bawaan rupanya diatur sedemikian rupa agar pasien tidak membayar. Pasien juga tidak dipungut biaya.
Upaya yang dilakukan adalah pihak rumah sakit melakukan subsidi dari pelayanan jantung lain seperti koroner. Artinya, ada pengalihan untuk pembiayaan jantung bawaan.
"Operasi tidak dipungut biaya sedikitpun dan untuk pelayanan jantung bawaan yang dicover (ditanggung) oleh BPJS masih boleh dibilang agak kurang memuaskan. Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita untuk pelayanan operasi jantung anak itu, kita masih mensuplai, mensubsidi sekitar Rp50 miliar setahunnya," jelas Pribadi Wiranda Busro.
"Itu didapat dari mana? Dari pelayanan jantung lain, koroner, ya subsidi. Jadi Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengalihkan buat ke sana (buat pembiayaan jantung bawaan)."
Melihat pembiayaan penyakit jantung bawaan yang belum ditanggung optimal oleh BPJS Kesehatan, menurut Wiranda, hal itu menjadi penyebab rumah sakit lain -- yang dinilai mampu melakukan bedah jantung anak -- sangat selektif menangani jantung bawaan.
"Akibatnya apa? Ya rumah sakit lain, di luar RS Jantung Harapan Kita dan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, itu mereka sangat selektif sekali melakukan operasi jantung anak," pungkasnya.
Advertisement
Selektif Tangani Jantung Bawaan
Dalam pelayanan penyakit jantung bawaan, diakui Pribadi Wiranda Busro, rumah sakit lain memang selektif. Hal ini lantaran terbentur dengan pembiayaan BPJS Kesehatan yang belum sepenuhnya ditanggung.
"Jadi ya selektif sekali, karena oleh BPJS hanya sebagian yang tidak atau belum dicover penuh sehingga kita dengar tadi, kenapa ada pasien yang enggak memilih datang ke RS Hasan Sadikin Bandung, misalnya," lanjutnya.
"Karena mungkin kalau satu pasien oke di sana, tapi dua - tiga pasien ya susah."
Sementara di RS Jantung Harapan Kita, semua pasien rujukan harus ditangani. Utamanya adalah pasien datang tepat waktu dan dilakukan bedah jantung terbaik oleh tim dokter.
"Kami ini kan memang diamanahkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai pusat jantung nasional. Ya kami kerjakan di sini semuanya. Asal dikerjakan tepat waktu, asal dikerjakan dengan tim yang baik. Insya Allah, bisa diatasi dengan baik," imbuh Wiranda.
"Jadi itu permasalahan kenapa pelayanan jantung anak masih sangat kurang sekali di Indonesia."
Wiranda juga berharap RS Jantung Harapan Kita menjadi pengampu rumah sakit lain dalam hal pelayanan jantung anak, bukan hanya koroner saja.
"Insya Allah, sekarang ini Kementerian Kesehatan memacu kami sebagai pengampu. Bukan sebagai pelayanan jantung koroner aja, anak juga dipacu supaya bisa dijalankan di rumah sakit di beberapa tempat," katanya.
"Mungkin kalau (kasus) yang kompleks baru dirujuk ke sini (RS Jantung Harapan Kita). Itu namanya rujukan berjenjang."