Liputan6.com, Jakarta Subvarian Omicron XBB 1.5 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Omicron Kraken sudah terdeteksi di Indonesia.
Sejak varian Omicron ditemukan bersama anak-anaknya, Anda mungkin sudah kerap mendengar soal tingkat keparahannya yang menurun.
Baca Juga
Banyak yang menyebutkan bahwa Omicron tidak memiliki tingkat keparahan dan risiko kematian yang tinggi seperti varian Delta maupun Alpha. Sehingga, gejala yang dirasakan kian ringan.
Advertisement
Hal tersebut pun tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, ancaman dari setiap varian baru COVID-19 sebenarnya tidak seringan yang nampak. Pasalnya, ancaman itu kini telah bergeser. Bukan lagi soal keparahan dan kematian.
Epidemiolog sekaligus Peneliti Keamanan dan Kesehatan Global Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa ancaman atau bahaya dari munculnya varian baru seperti Omicron Kraken sudah berbeda.
Jika dahulu yang ditakutkan berkaitan dengan kematian dan keparahannya. Kini, yang ditakutkan adalah efek long COVID-19 itu sendiri.
"Kedatangan subvarian XBB 1.5 atau apapun yang akan terus ada, ini masalahnya saat ini buat Indonesia, juga buat dunia bukan lagi pada menyebabkan keparahan kematian. Tapi potensi long COVID-19 yang jauh lebih besar," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Jumat (27/1/2023).
"Jadi kedatangan XBB 1.5 ini yang paling harus diketahui dan diwaspadai justru adalah potensi dia menyebabkan long COVID-19. Sehingga upayanya tetap, segera vaksin booster. Kemudian perilaku hidup bersih dan sehat, tetap dilakukan."
Kenapa Sih Bisa Menimbulkan Long COVID-19?
Lebih lanjut, Dicky pun mengungkapkan alasannya mengapa berulang-ulang kali mengingatkan soal risiko long COVID-19, terutama pada varian-varian baru yang muncul.
Hal tersebut ada kaitannya dengan reseptor Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Reseptor satu ini yang bisa membuat virus SARS-CoV-2 masuk pada tubuh manusia dan menginfeksi.
"Subvarian XBB 1.5 ini sangat efektif dalam menginfeksi. Dia tidak memerlukan seperti subvarian sebelum-sebelumnya. ACE2 reseptor yang dalam hubungannya (dengan XBB 1.5), dia enggak mesti banyak. Cukup sedikit dia sudah bisa menempel, saking efektifnya untuk menginfeksi," ujar Dicky.
"Kedua, ketika sudah nempel, dia susah untuk lepas. Dia tidak akan mudah hilang dan menetap jauh lebih lama. Bertahan jauh lebih lama di dalam sel tubuh atau organ tubuh manusia dibandingkan varian sebelumnya," tegasnya.
Itulah yang menyebabkan para pakar banyak yang menegaskan soal potensi long COVID-19. Lantaran risiko kerusakan yang ditimbulkan sebenarnya jauh lebih besar pada sel-sel tubuh.
Advertisement
Bisa Menghindar dari Antibodi
Terlebih lagi, Dicky mengungkapkan bahwa varian-varian baru seperti Omicron Kraken turut bisa menghindar dari antibodi yang sudah terbentuk sebelumnya dalam tubuh manusia.
"Akhirnya kombinasi ini yang membuat dia makin bisa berpotensi menyebabkan dampak jangka menengah, jangka panjang pada tubuh manusia yang terinfeksi itu," kata Dicky.
"Makanya data saat ini yang timbul menunjukkan infeksi berulang COVID-19 berpotensi menyebabkan kerusakan banyak organ. Mulai dari otak, jantung, paru, ginjal, hati, dan tentu ada kerusakan organ terbawah di pembuluh darah."
Kabar Baiknya, Efek Masih Bisa Diminimalisir
Dalam kesempatan yang sama, Dicky mengungkapkan bahwa dari semua efek yang dijelaskan di atas, masih tersisa kabar baik. Berdasarkan penelitian pula, semua efek-efek itu masih bisa diminimalisir lewat vaksinasi booster.
"(Efeknya) bisa diminimalisir dengan vaksinasi booster. Vaksinasi booster itu kenapa penting? Karena dia memperkuat respons antibodi yang tadinya melemah. Kemudian memperlama durasi proteksinya, dan ketika seseorang terinfeksi bisa mempersingkat masa infeksinya," ujar Dicky.
"Mengurangi juga viral load dari ketika dia terinfeksi. Nah, ini yang artinya akan mengurangi potensi long COVID-19. Vaksinasi booster terbukti mengurangi potensi long COVID-19 sampai 40 persen. Tentu ini akan sangat membantu," pungkasnya.
Advertisement