Mengenal Makna Hari Waisak dan Sederet Prosesinya untuk Umat Buddha

Hari Waisak memegang peranan penting dalam sejarah agama Buddha yang setiap tahunnya tak pernah ketinggalan untuk dirayakan. Hal tersebut lantaran ada tiga momen penting yang terjadi di hari Waisak.

oleh Diviya Agatha diperbarui 04 Jun 2023, 11:38 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2023, 11:38 WIB
Ribuan Lampion Hiasi Malam Waisak di Candi Borobudur
Hari Waisak punya makna dan arti penting tersendiri bagi umat Buddha. Salah satunya untuk menghormati hari lahirnya Pangeran Siddharta atau sang Buddha. Foto diambil saat puncak perayaan Tri Suci Waisak 2566 BE/2022 di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tegah, Senin (16/05/2022) malam. (merdeka.com/Iqbal S.Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Hari Waisak memegang peranan penting dalam sejarah agama Buddha yang setiap tahunnya tak pernah ketinggalan untuk dirayakan. Hal tersebut lantaran ada tiga momen penting yang terjadi di hari Waisak.

Ketiga momen penting itu dimulai dari yang pertama yakni kelahiran sang Buddha atau Pangeran Siddharta Gautama di Taman Lumbini pada tahun 623 SM (sebelum Masehi).

Kedua, berlanjut ke momen Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna dan resmi menjadi Buddha di usia 35 tahun pada 588 SM.

Serta ketiga, momen sang Buddha mencapai Parinibbana atau wafat di Kusinara pada 543 SM atau lebih tepatnya saat Pangeran Siddharta berada di usia 80 tahun.

Pada tahun ini, hari Waisak diperingati pada Minggu, 4 Juni 2023. Pemilihan tanggal untuk hari Waisak pun bergantung pada hari pertama bulan purnama yang biasanya memang jatuh di sekitaran bulan Mei hingga Juni.

Mengutip laman Prestige, Minggu (4/6/2023), hari Waisak kerap kali digunakan untuk melakukan berbagai macam hal. Seperti pertemuan keagamaan, memberikan persembahan dan berdana, meditasi, hingga mengamati ajaran Sang Buddha sebagai pedoman untuk menjalani hidup.

Awal Mula Munculnya Hari Waisak

Dahulu pada 623 SM, Pangeran Siddharta lahir sebagai pangeran di Istana Lumbini, Nepal. Sejak lahir, dirinya meyakini jikalau uang dan kekayaan sebenarnya tidak menjamin kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.

Perlahan saat Pangeran Siddharta beranjak dewasa dan melihat dunia di sekitarnya, ada semakin banyak rasa sakit dan penderitaan yang ia saksikan.

Itulah yang memicunya untuk meninggalkan semua kekayaan dan kesenangan duniawi. Pangeran Siddharta kala itu meninggalkan istana untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pertapa.

Pangeran Siddharta Capai Penerangan Sempurna

Patung Buddha Raksasa
Patung Buddha atau rupang setinggi 12,3 meter ini dihadirkan untuk menyambut gelaran Vesak Festival 2023 dalam memeriahkan Hari Raya Waisak. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Setelah melakukan meditasi selama kurang lebih enam tahun, melakukan perjalanan dan penebusan dosa, Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna pada 588 SM. Saat itulah, ia resmi diberikan gelar sebagai Buddha.

Pada dasarnya, Buddha sendiri bukanlah sebuah nama. Melainkan sebuah gelar dan memiliki arti yang terbangun dan tercerahkan.

Dalam ajaran Buddhisme, Buddha menjadi gelar ketika seseorang hidup dengan terjaga, mencapai nirwana, dan kebuddhaan dengan usaha dan pandangan terang mereka sendiri.

Setelah mencapai penerangan sempurna, Pangeran Siddharta atau yang lebih dikenal dengan panggilan Buddha meninggal dunia di usia 80 tahun. Meninggalnya sang Buddha juga terjadi di hari Waisak.

Dari momen-momen yang dilalui oleh sang Buddha itulah, momen hari Waisak selalu diperingati untuk menghormati dan merenungi segala sifat leluhur yang sudah dibagikan terhitung dari ajaran Buddha.

Prosesi yang Dilakukan Saat Hari Waisak

FOTO: Suasana Khidmat Perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur
Suasana saat umat Buddha melaksanakan rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2566 BE/2022 di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (16/5/2022). Setelah sempat ditiadakan selama dua tahun akibat pandemi COVID-19, perayaan Tri Suci Waisak kembali digelar dan diikuti ribuan umat Buddha dari berbagai daerah secara khidmat. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ada cukup banyak prosesi yang dilakukan saat umat Buddha merayakan Waisak. Biasanya, perayaan hari Waisak akan dimulai subuh ketika umat Buddha akan berbondong-bondong ke vihara.

Di sana, umat Buddha akan berdoa dan bermeditasi dengan panduan delapan sila atau ajaran suci Buddha Gautama. Dalam momen itu, vihara atau kuil-kuil akan dihiasi dengan lampu-lampu indah nan terang.

Biksu-biksu yang bertugas pun akan menggunakan jubah, melantunkan doa-doa, dan membuat suasana diliputi ketenangan, kebahagiaan, dan spiritualitas.

Selanjutnya, umat Buddha akan membawa bunga, menyalakan lilin dan dupa, berdana kepada para biksu yang merupakan bagian utama dari ritual perayaan Waisak.

Momen itu berarti saling menghargai, welas asih, harmoni, dan membagikan cinta untuk semua makhluk di bumi.

Puncak Hari Waisak 2023 di Indonesia

Ritual Thudong Biksu Buddha
Dari Semarang mereka akan menuju Ambarawa, lalu ke Magelang. Jadwalnya, para Biksu itu akan sampai di Candi Borobudur pada tanggal 1 Juni 2023. (merdeka.com/Arie Basuki)

Berdasarkan keterangan pada laman Kementerian Agama RI, peringatan puncak hari Waisak tahun 2023 ini dimulai dengan ritual puja dan doa, pengambilan Api Dharma dari Mrapen, Purwodadi, dan air berkah di Umbul Jumprit, Jawa Tengah.

Nantinya Api Dharma dan air berkah yang sudah disakralkan lewat beberapa ritual itu akan dibawa dengan sejumlah prosesi ke Candi Borobudur pada Minggu, 4 Juni 2023.

Api sendiri melambangkan cahaya dalam kegelapan. Dalam artinya, Api Dharma diharapkan bisa jadi penerang dalam hidup setiap orang yang melaksanakan Dhamma atau ajaran sang Buddha.

Melalui Api Dharma itu jugalah umat Buddha diharapkan bisa lebih bahagia, tenang, dan damai. Sedangkan air berkah juga melambangkan simbol kerendahan hati, kejernihan, dan ketenangan.

Infografis Jenis-Jenis Wastra Indonesia
Infografis Jenis-Jenis Wastra Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya