Liputan6.com, Jakarta - Pasar merupakan tempat yang penuh dengan dinamika kehidupan. Di sana, orang-orang berjuang mencari nafkah, bertukar barang, dan saling berinteraksi. Namun, siapa sangka bahwa seorang ulama besar seperti KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha ternyata sering berkunjung ke pasar?
Kebiasaan ini mungkin terdengar tidak biasa bagi sebagian orang. Namun, bagi Gus Baha, pasar bukan sekadar tempat transaksi jual beli, tetapi juga sarana untuk belajar banyak hal, terutama tentang rasa syukur.
Dalam sebuah ceramahnya, Gus Baha mengungkapkan bahwa ia memang sering pergi ke pasar, tentunya bukan pasar modern, melainkan pasar tradisional. Entah untuk membeli sayur-mayur atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Hal ini juga bisa dibuktikan oleh orang-orang yang tinggal di sekitar pasar dekat rumahnya.
Advertisement
Gus Baha menuturkan pengalamannya ini dalam sebuah ceramah yang dilansir dari kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO. Dalam video tersebut, Gus Baha berbagi cerita yang cukup menarik tentang bagaimana pasar bisa menjadi cerminan kehidupan.
Salah satu hal yang paling membuatnya merasa malu bukanlah karena statusnya sebagai seorang ulama yang berbelanja di pasar, melainkan karena rasa syukur yang luar biasa dari para pedagang kecil yang ia temui.
Menurutnya, ada banyak pedagang yang ketika mendapatkan uang Rp5.000 atau Rp10.000, mereka langsung mengucapkan syukur berulang kali. Hal ini yang membuatnya merasa malu di hadapan Allah.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Bersyukur walau Mendapat Rezeki 'Kecil'
Gus Baha menuturkan bahwa sikap ini menjadi tamparan bagi dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang pedagang kecil bisa begitu bersyukur atas rezeki yang sedikit, sedangkan banyak orang justru sering mengeluh atas rezeki yang lebih besar?
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga menegaskan bahwa semua nabi pernah berinteraksi dengan pasar. Hal ini karena pasar adalah tempat yang mencerminkan kehidupan sosial masyarakat.
Ia mengaku sering merenungkan hal ini setiap kali berada di pasar. Bukan hanya melihat transaksi jual beli, tetapi juga memetik pelajaran dari kehidupan para pedagang.
Menurutnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa di balik aktivitas sederhana seperti berdagang, terdapat nilai-nilai kehidupan yang sangat berharga.
Dalam beberapa kesempatan, ia pernah membeli sayur seharga Rp5.000 atau Rp10.000 dari seorang ibu-ibu penjual di pasar. Setiap kali transaksi selesai, ibu tersebut selalu mengucapkan "Alhamdulillah" berkali-kali.
Gus Baha mengatakan bahwa hal ini membuatnya semakin sadar akan pentingnya bersyukur dalam setiap keadaan. Rasa syukur yang mendalam ini seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi siapa saja, termasuk mereka yang memiliki rezeki lebih besar.
Advertisement
Hikmah Kegiatan Sehari-hari
Fenomena ini juga mengajarkannya bahwa kebahagiaan tidak selalu bergantung pada jumlah harta. Banyak orang dengan harta melimpah justru sulit merasa cukup, sedangkan pedagang kecil bisa merasa bahagia hanya dengan sedikit rezeki.
Menurut Gus Baha, ini adalah salah satu hikmah besar yang bisa dipetik dari kehidupan sehari-hari. Kadang, pelajaran paling berharga justru datang dari orang-orang yang sederhana.
Ia juga mengingatkan bahwa manusia sering kali lupa bahwa rezeki, sekecil apa pun, tetap datang dari Allah. Ketika seseorang mampu bersyukur atas nikmat kecil, maka nikmat yang lebih besar pun akan datang dengan sendirinya.
Pasar, dalam pandangan Gus Baha, bukan hanya sekadar tempat berdagang, tetapi juga tempat yang bisa memberikan banyak inspirasi bagi orang-orang yang mau berpikir.
Di sana, bisa terlihat dengan jelas bagaimana orang-orang bekerja keras, bersabar dalam mencari rezeki, dan tetap bersyukur atas apa yang mereka peroleh.
Bagi sebagian orang, pergi ke pasar mungkin hanya sekadar rutinitas biasa. Namun bagi Gus Baha, pasar adalah tempat belajar tentang makna hidup dan ketulusan dalam bersyukur.
Melalui kisah ini, ia ingin mengajak orang-orang untuk lebih banyak merenungkan tentang rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak datang dari seberapa banyak yang dimiliki, tetapi seberapa besar rasa syukur yang ada dalam hati.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
