Liputan6.com, Jakarta Laporan “Nutrition Vulnerability and Situation Analysis - Gaza” yang dipublikasikan Global Nutrition Cluster menemukan bahwa semakin banyak warga Gaza yang jatuh sakit.
Setidaknya 90 persen anak di bawah usia lima tahun (balita) terkena satu atau lebih penyakit menular. Sementara, 70 persen menderita diare dalam dua minggu terakhir. Ini meningkat 23 kali lipat dibandingkan data dasar pada tahun 2022.
Baca Juga
“Kelaparan dan penyakit adalah kombinasi yang mematikan,” kata Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Mike Ryan mengutip keterangan resmi, Kamis (22/2/2024).
Advertisement
“Anak-anak yang lapar, lemah dan trauma berat lebih mudah terserang penyakit, dan anak-anak yang sakit, terutama diare, tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik. Ini berbahaya, tragis, dan terjadi di depan mata kita,” tambahnya.
Tanpa lebih banyak bantuan kemanusiaan, situasi gizi kemungkinan akan terus memburuk dengan cepat dan meluas di seluruh Jalur Gaza. Sebagian besar layanan kesehatan, air dan sanitasi mengalami degradasi parah, layanan-layanan yang masih berfungsi perlu dilindungi dan diperkuat untuk membendung penyebaran penyakit dan menghentikan memburuknya malnutrisi.
UNICEF, World Food Programme (WFP) dan WHO menyerukan akses yang aman, tanpa hambatan dan berkelanjutan untuk segera memberikan bantuan kemanusiaan multi-sektoral ke seluruh Jalur Gaza.
Hal ini mencakup makanan bergizi, pasokan nutrisi dan layanan penting bagi anak-anak dan perempuan yang kekurangan gizi dan berisiko. Agar mereka dapat mengakses layanan kesehatan dan gizi serta layanan pengobatan dengan aman, khususnya bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun.
Angka Malanutrisi Meningkat Tajam
Laporan “Kerentanan Gizi dan Analisis Situasi – Gaza” juga menyoroti angka malnutrisi yang dialami anak-anak, wanita hamil dan menyusui di Jalur Gaza yang meningkat tajam.
Menurut analisis komprehensif tersebut, malnutrisi menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan mereka.
Ketika konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza memasuki minggu ke-20, makanan dan air bersih menjadi sangat langka dan penyakit merajalela. Akibatnya, ada lonjakan malnutrisi akut yang membahayakan kekebalan perempuan serta anak-anak.
Laporan menemukan bahwa situasi yang sangat ekstrem terjadi di Jalur Gaza Utara, yang hampir sepenuhnya terputus dari bantuan selama berminggu-minggu.
Advertisement
1 dari 6 Baduta Alami Kurang Gizi Akut
Sementara, pemeriksaan gizi yang dilakukan di tempat penampungan dan pusat kesehatan di wilayah utara menemukan bahwa 15,6 persen – atau satu dari enam anak di bawah usia dua tahun (baduta) – mengalami kekurangan gizi akut.
Dari jumlah tersebut, hampir tiga persen menderita wasting (kekurangan gizi) yang parah, suatu bentuk malnutrisi yang paling mengancam jiwa. Kondisi ini menempatkan anak-anak pada risiko tertinggi terkena komplikasi medis dan kematian kecuali mereka menerima perawatan segera.
“Ketika data dikumpulkan pada bulan Januari, situasinya kemungkinan akan menjadi lebih buruk saat ini,” mengutip keterangan resmi WHO.
Sebelum Konflik, Kekurangan Gizi Jarang Terjadi di Gaza
Sebelum terjadinya konflik dalam beberapa bulan terakhir, kekurangan gizi di Jalur Gaza jarang terjadi dan hanya 0,8 persen anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami kekurangan gizi akut.
Angka 15,6 persen anak-anak di bawah usia dua tahun yang kurus di Gaza Utara menunjukkan penurunan status gizi yang serius dan cepat. Penurunan status gizi penduduk dalam tiga bulan ini belum pernah terjadi sebelumnya secara global.
Terdapat risiko tinggi bahwa malnutrisi akan terus meningkat di Jalur Gaza karena kurangnya makanan, air, serta layanan kesehatan dan gizi yang mengkhawatirkan.
UNICEF, WFP dan WHO menemukan bahwa:
Sebanyak 90 persen anak di bawah usia dua tahun serta 95 persen perempuan hamil dan menyusui menghadapi kemiskinan pangan yang parah. Dan makanan yang dapat mereka akses adalah yang terendah nilai gizinya.
Sebanyak 95 persen rumah tangga membatasi makanan dan ukuran porsi, dengan 64 persen rumah tangga hanya makan satu kali sehari.
Lebih dari 95 persen rumah tangga mengatakan mereka telah membatasi jumlah makanan yang diterima orang dewasa untuk memastikan anak-anak kecil mendapat makanan untuk dimakan.
Advertisement