Ransomware Tak Hanya Pengaruhi Layanan Imigrasi tapi Bisa Serang Data Kesehatan dan Ancam Keselamatan Jiwa

Indonesia kena serangan peretas dengan ransomware, tak hanya pengaruhi layanan imigrasi tapi ancam data kesehatan juga.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 01 Jul 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 09:30 WIB
Ransomware Tak Hanya Pengaruhi Layanan Imigrasi tapi Bisa Serang Data Kesehatan yang Ancam Keselamatan Jiwa
Ransomware Tak Hanya Pengaruhi Layanan Imigrasi tapi Bisa Serang Data Kesehatan yang Ancam Keselamatan Jiwa. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tengah mendapat serangan ransomware sejak 20 Juni.

Serangan yang menggunakan salah satu perangkat lunak pemerasan (malware) paling berbahaya itu memicu kelumpuhan pada banyak operasional layanan publik hingga berhari-hari. Ditambah dengan tuntutan uang tebusan sebesar US$8 juta atau sekitar Rp130,9 miliar. Krisis ini mendorong keprihatinan meluas terhadap keamanan data pribadi dan negara.

Saat ini, ransomware semakin menyasar kalangan pemerintahan dan akademisi, menjadi salah satu ancaman keamanan siber paling berbahaya, baik di Indonesia maupun di tingkat global.

Pemerintah Indonesia sendiri telah tegas menolak membayar uang tebusan yang diminta, dan memastikan penanganan tuntas pada krisis terkait.

Apa Itu Ransomware?

Ransomware adalah varian malware berbahaya yang digunakan oleh peretas untuk mengunci akses ke data korban dan meminta uang tebusan untuk pemulihannya.

“Serangan ransomware di Indonesia tidak hanya menginfeksi komputer, tetapi juga menargetkan perangkat seluler dan Internet of Things (IoT). Ini menunjukkan bahwa seluruh ekosistem digital kita rentan,” kata Asisten Profesor dan Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University, Indonesia, Dr. Erza Aminanto dalam keterangan pers dikutip Senin (1/7/2024).

“Bahkan negara-negara maju seperti Inggris, yang memiliki lembaga siber kuat dan barisan akademisi ahli, tidak kebal terhadap serangan ransomware,” tambahnya.

Lumpuhkan Layanan Kesehatan Inggris

Layaknya virus yang bermutasi, ransomware mengeksploitasi kemajuan teknologi seraya mencari celah kerentanan manusia dalam berkegiatan siber.

“Oleh karenanya, sangat penting bagi setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memperkuat keamanan digital melalui peningkatan kualitas manajemen siber para pemangku kepentingan di bidang pengelolaan data terhadap ancaman-ancaman terkait,” kata Aminanto.

Contoh lain yang menunjukkan betapa bahayanya ransomware adalah serangan serupa di Inggris pada awal Juni 2024, yang berdampak sangat buruk hingga mengancam ratusan jiwa.

Serangan ini melumpuhkan layanan kesehatan di beberapa rumah sakit dan pusat patologi, sehingga menyebabkan layanan donor darah terhenti selama berhari-hari. Situasi mendesak ini merupakan taktik yang digunakan para peretas untuk menekan korban agar memenuhi tuntutannya.

Indonesia Hadapi Ancaman Serupa

Indonesia juga menghadapi ancaman serupa, meskipun rincian dan kronologi awal serangan belum sepenuhnya jelas.

“Krisis ini mempertegas pentingnya membangun sistem keamanan siber yang kuat dan responsif untuk melawan serangan ransomware yang semakin canggih,” jelas Aminanto.

Bagaimana Cara Kerja Ransomware?

Dari perspektif keamanan siber, salah satu cara ransomware menyusup adalah melalui pencurian data pribadi via email (phishing email) yang tidak terlihat mencurigakan.

Setelah berhasil melakukan phishing, peretas mendapat akses ke jaringan internal dan mengenkripsi data penting, kemudian menguncinya dan mendesak korban untuk membayar uang tebusan.

Besarnya ancaman ransomware dapat dilihat dari tingginya uang tebusan yang diminta dan dampak yang ditimbulkannya, dimana berisiko menghentikan layanan data dan memungkinkan kebocoran informasi yang lebih sensitif pada serangan lebih lanjut.

Selain itu, dalam konteks krisis yang dialami PDNS, dampak besar serangan ransomware mencakup risiko kerugian finansial yang signifikan bagi negara. Baik dalam opsi pembayaran uang tebusan atau pemulihan data dan perbaikan sistem.

“Kedua opsi tersebut harus dipertimbangkan secara kritis dan menyeluruh,” kata Aminanto.

“Gangguan pada pusat data nasional bisa berdampak pada berbagai sektor yang bergantung padanya, termasuk layanan publik, layanan kesehatan, dan pendidikan,” imbuhnya.

Infografis Menerka Motif Hacker Bjorka dan Penanganan Badan Siber. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Menerka Motif Hacker Bjorka dan Penanganan Badan Siber. (Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya