Kejanggalan dalam Kasus Dr. Ayu Menurut YPKKI, Apa Saja?

Sebagai dokter yang juga menangani pasien Marius Wijayarta menganggap kasus dr. Ayu memiliki banyak kejanggalan

oleh Fitri Syarifah diperbarui 22 Nov 2013, 20:30 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2013, 20:30 WIB
dokter-ditangkap-1-131118b.jpg
Sebagai dokter yang juga menangani pasien, Direktur YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), Marius Wijayarta menganggap kasus dr. Ayu memiliki banyak kejanggalan.

Seperti yang disampaikannya kepada Liputan6.com, Jumat (22/11/2013), berikut kejanggalan yang dimaksud Marius:

1. Terlalu banyak dokter menangani pasien

"Jika ketiga dokter tersebut adalah dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Dokter Dewa Ayu Sasiary Sp.OG, dr. Hendry Siagian dan dr. Hendry Simanjuntak), ini jumlah yang terlalu banyak menangai pasien. Atau memang ada sesuatu sehingga perlu ditangani 3 dokter. Makanya perlu dierjelas dua rekan dr. Ayu siapa? spesialis atau bukan?," kata Marius.

2. Pembiaran terlalu lama

Sebelumnya, pihak korban mengaku, bahwa visum otopsi menyebutkan bahwa Julia Fransiska Makatey meninggal akibat masuknya emboli udara karena terlambat ganti Infus. Namun para dokter tidak mengetahui siapa yang mengganti infus selama observasi.

"Saya sedih mendengarnya. Ada pembiaran yang begitu lama, bahkan keluarga pasien hingga bicara mengenai negosiasi operasi (penggadaian kalung oleh pihak keluarga). Meskipun sebelumnya IDI mengatakan, bahwa ketiga dokter sempat mengeluarkan uang pribadi untuk membantu pasien. tapi yang jelas, seharusnya pasien dibantu dulu," katanya.

3. Masalah tanda tangan persetujuan tidak jelas

Menurut keterangan keluarga pasien (korban), proses operasi dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga korban. Tapi pihak dokter berkilah bahwa saat itu kondisinya sedang darurat sehingga tim penasihat hukum terdakwa (tiga dokter) mengatakan bahwa operasi bisa dilakukan tanpa pemberitahuan ke keluarga.

Hal inipun ditanggapi Marius. Menurutnya, proses tanda tangan persetujuan operasi harus berupa surat yang ditandatangani dokter dan anggota keluarga korban.

“Dalam kasus apa pun, sekalipun kejadiannya emergency, maka sesuai undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 4 bagian C disebutkan salah satunya bahwa hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Dalam hal ini, pasien atau keluarga pasien harus mengetahu kondisi sebenarnya. Jelas hak konsumen atau pasien untuk tahu penyakit pasien atau diagnosis apa sehingga dokter kemudian ambil sikap sendiri," tegasnya.

(Fit/Abd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya