Jika pada 1 Januari 2014 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dilaksanakan, maka pasienlah yang akan diuntungkan karena dapat memilih berobat ke dokter mana saja, termasuk dokter spesialis. Namun sayangnya, pada saat BPJS itu dilaksanakan dan sudah berjalan, banyak dokter spesialis diprediksi `menjerit` karena penghasilan yang didapat akan menurun.
"Yang akan lebih berasa yang pasti dokter spesialis, ya. Biasanya penghasilan tinggi, ini akan turun. Menjerit? Sudah pasti," kata kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr. Zaenal Abidin, MH.Kes, saat diwawancarai Health Liputan6.com, Senin (2/12/2013)
Apalagi, menurut Zaenal, sampai hari ini belum ada kepastian berapa besaran premi antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) dan IDI itu sendiri.
Seperti yang diketahui bahwa Kemenkes telah menerapkan premi sebesar Rp 22 ribu. Tapi di mata IDI, angka segitu amatlah kecil mengingat beban berat yang dipikul dokter nantinya.
Dikatakan Zaenal Abidin, pihaknya meminta besarnya premi itu sekitar Rp 27 ribu. Sebab, bila premi itu diangka yang ditetapkan Kemenkes, tak menutup kemungkinan akan banyak dokter yang `gantung stetoskop`.
"Dokter itu kan enggak bisa mengerjakan hal lain. Jadi ya pendapatannya mereka hanya dari praktik saja," kata Zaenal Abidin menambahkan.
Sebenarnya, lanjut Zaenal, premi sebesar Rp 27 ribu saja masih tergolong pas-pasan. Tapi, apa mau dikata? Tak mungkin juga pihaknya mengajukan angka yang lebih tinggi dari itu.
"Jadi harapan saya, Kemenkes mau menerapkan premi untuk BPJS di angka segitu. Kita fair-fair saja," kata Zaenal menegaskan.
(Adt/Mel)
"Yang akan lebih berasa yang pasti dokter spesialis, ya. Biasanya penghasilan tinggi, ini akan turun. Menjerit? Sudah pasti," kata kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Dr. Zaenal Abidin, MH.Kes, saat diwawancarai Health Liputan6.com, Senin (2/12/2013)
Apalagi, menurut Zaenal, sampai hari ini belum ada kepastian berapa besaran premi antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) dan IDI itu sendiri.
Seperti yang diketahui bahwa Kemenkes telah menerapkan premi sebesar Rp 22 ribu. Tapi di mata IDI, angka segitu amatlah kecil mengingat beban berat yang dipikul dokter nantinya.
Dikatakan Zaenal Abidin, pihaknya meminta besarnya premi itu sekitar Rp 27 ribu. Sebab, bila premi itu diangka yang ditetapkan Kemenkes, tak menutup kemungkinan akan banyak dokter yang `gantung stetoskop`.
"Dokter itu kan enggak bisa mengerjakan hal lain. Jadi ya pendapatannya mereka hanya dari praktik saja," kata Zaenal Abidin menambahkan.
Sebenarnya, lanjut Zaenal, premi sebesar Rp 27 ribu saja masih tergolong pas-pasan. Tapi, apa mau dikata? Tak mungkin juga pihaknya mengajukan angka yang lebih tinggi dari itu.
"Jadi harapan saya, Kemenkes mau menerapkan premi untuk BPJS di angka segitu. Kita fair-fair saja," kata Zaenal menegaskan.
(Adt/Mel)