Para pekerja berusia produktif memerlukan upaya untuk melindungi mereka dari virus HIV/AIDS. Data Kementerian Kesehatan dari tahun 1987 sampai 2013, tercatat sebanyak 108.600 orang telah terinfeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus Infection/Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan jumlahnya didominasi menyerang usia produktif.
Demikian disampaikan Ketua Indonesia Business Coalition on AIDS (IBCA) Hamid Batubara dan ditulis Kamis (5/12/2013).
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Prof. dr Tjandra Yoga Aditama, sampai bulan September 2013 persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun yakni 73 persen, diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 15,1 persen, dan kelompok umur 15-19 tahun jumlahnya 3,4 persen.
"Melihat data tersebut maka para pekerja berusia produktif berhak mendapatkan layanan HIV/AIDS berupa tes HIV dan konseling. Untuk itu kami meluncurkan program Voluntary Counseling dan Testing HIV (VCT) at Work dan sudah 21 perusahaan yang menerapkannya dan kemudian diharapkan ada 100 perusahaan swasta yang mengikutinya," kata Hamid.
Dari 21 perusahaan swasta yang sudah menerapkan VCT at Work diantaranya PT. Unilever Indonesia Tbk dan Chevron Indonesia Company.
"Kalau di Unilever memang semua pekerja mendapatkan layanan HIV, tidak hanya HIV/AIDS kami juga concern ke drugs saat mereka masuk itu pasti dapat layanannya. Jadi kami membuka VCT at Work itu setiap harinya. Konseling ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para pekerja terkait kesehatan dan bahaya HIV/AIDS dan NAPZA," kata Koordinator Anti Drugs and HIV/AIDS PT. Unilever Indonesia Tbk, Indri.
Menurut Indri, para pekerja yang terbukti positif menderita HIV/AIDS maka untuk pengobatan dan penangannya ditanggung sepenuhnya oleh pihak kantor.
"Kalau asuransi ada, dan kami juga bekerjasama dengan rumah sakit kalau ada pekerja kami yang positif langsung segera dilakukan penanganan dan pengobatan semaunya ditanggung pihak Unilever dan tidak ada sikap diskriminasi di lingkungan kerja kami, karena kan HIV/AIDS tidak mengganggu produktivitas kerja," kata Indri.
Hal serupa juga dikatakan CMO Health Medical Chevron Jakarta, dr. Ahmad Benyamin layanan HIV/AIDS sangat diperlukan oleh pekerja, agar mereka mengetahui status dan tahu cara menanganinya.
"Kalau di Chevron sendiri semuanya mendapatkan layanan HIV, seperti tes HIV dan konseling. Kalau ada yang positif sama sekali tidak langsung dipecat tidak ada pendiskriminasian. Tidak ada perlakuan khusus dengan penderita, semua sama aja ada asuransinya ya sama seperti penyakit-penyakit lainnya," kata Achmad. (Mia/Mel)
Baca Juga:
VCT at Work Lindungi Pekerja di Indonesia
Yuk, Ramai-ramai Periksa HIV, Jangan Malu, Ya!
Mau Konsultasi Langsung Soal HIV/AIDS, Hubungi No Ini!
Demikian disampaikan Ketua Indonesia Business Coalition on AIDS (IBCA) Hamid Batubara dan ditulis Kamis (5/12/2013).
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Prof. dr Tjandra Yoga Aditama, sampai bulan September 2013 persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun yakni 73 persen, diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 15,1 persen, dan kelompok umur 15-19 tahun jumlahnya 3,4 persen.
"Melihat data tersebut maka para pekerja berusia produktif berhak mendapatkan layanan HIV/AIDS berupa tes HIV dan konseling. Untuk itu kami meluncurkan program Voluntary Counseling dan Testing HIV (VCT) at Work dan sudah 21 perusahaan yang menerapkannya dan kemudian diharapkan ada 100 perusahaan swasta yang mengikutinya," kata Hamid.
Dari 21 perusahaan swasta yang sudah menerapkan VCT at Work diantaranya PT. Unilever Indonesia Tbk dan Chevron Indonesia Company.
"Kalau di Unilever memang semua pekerja mendapatkan layanan HIV, tidak hanya HIV/AIDS kami juga concern ke drugs saat mereka masuk itu pasti dapat layanannya. Jadi kami membuka VCT at Work itu setiap harinya. Konseling ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para pekerja terkait kesehatan dan bahaya HIV/AIDS dan NAPZA," kata Koordinator Anti Drugs and HIV/AIDS PT. Unilever Indonesia Tbk, Indri.
Menurut Indri, para pekerja yang terbukti positif menderita HIV/AIDS maka untuk pengobatan dan penangannya ditanggung sepenuhnya oleh pihak kantor.
"Kalau asuransi ada, dan kami juga bekerjasama dengan rumah sakit kalau ada pekerja kami yang positif langsung segera dilakukan penanganan dan pengobatan semaunya ditanggung pihak Unilever dan tidak ada sikap diskriminasi di lingkungan kerja kami, karena kan HIV/AIDS tidak mengganggu produktivitas kerja," kata Indri.
Hal serupa juga dikatakan CMO Health Medical Chevron Jakarta, dr. Ahmad Benyamin layanan HIV/AIDS sangat diperlukan oleh pekerja, agar mereka mengetahui status dan tahu cara menanganinya.
"Kalau di Chevron sendiri semuanya mendapatkan layanan HIV, seperti tes HIV dan konseling. Kalau ada yang positif sama sekali tidak langsung dipecat tidak ada pendiskriminasian. Tidak ada perlakuan khusus dengan penderita, semua sama aja ada asuransinya ya sama seperti penyakit-penyakit lainnya," kata Achmad. (Mia/Mel)
Baca Juga:
VCT at Work Lindungi Pekerja di Indonesia
Yuk, Ramai-ramai Periksa HIV, Jangan Malu, Ya!
Mau Konsultasi Langsung Soal HIV/AIDS, Hubungi No Ini!