Ikhlas adalah Murni, Pahami Pengertian Menurut Para Ulama Serta Tingkatannya

ikhlas adalah ketulusan, di mana seseorang melakukan perbuatan baik tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 15 Nov 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2022, 15:00 WIB
Gambar Ilustrasi Secangkir Kopi
Sumber: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Ikhlas adalah hal yang penting dalam peribadahan dan perbuatan baik. Ikhlas adalah sesuatu yang sering diartikan sebagai niat yang tulus dan murni, sehingga dalam melakukan sesuatu, seseorang tidak mengharapkan apa pun.

Di samping itu, ikhlas juga sering dipahami sebagai niat melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ikhlas adalah bersih hati dan tulus hati.

Ada banyak sekali pengertian ikhlas. Namun intinya, ikhlas adalah ketulusan, di mana seseorang melakukan suatu perbuatan baik tanpa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali ridha Allah SWT.

Untuk lebih memahami apa itu ikhlas, berikut adalah pengertian ikhlas secara etimologi dan terminologi, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (15/11/2022).

Pengertian Ikhlas

Secara etimologi, ikhlas berasal dari kata dalam bahasa Arab, خَلُصَ "khalus," yang artinya sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Adapun secara terminologi atau istilah, ikhlas adalah “memurnikan” atau “mengkhususkan” hanya untuk Allah SWT.

Para ulama menjelaskan bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari penilaian manusia sehingga jika seseorang sedang melakukan suatuamalan teretentu, maka ia akan membersihkan diri dari perhatian manusia.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya”.

Ikhlas adalah pekerjaan hati. Al-Junaid al-Baghdadi, tokoh tasawuf, sekaligus fiqih dari Baghdad, berkata, “Ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang hanya diketahui oleh malaikat sehingga dia menulis-nya, namun tidak diketahui oleh setan sehingga dia merusaknya, dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya.”

Lalu apakah kita tidak diperbolehkan menunjukkan amal baik yang kita lakukan? Boleh atau tidaknya kita menunjukkan amal baik pada orang lain tentu bergantung pada niatnya. Kalau niatnya ingin dipuji tentu itu menjadi riya’, namun bila niatnya adalah syiar supaya orang lain mengikutinya maka itu bukanlah riya’.

Dari penjelasan singkat tersebut, dapat dipahami bahwa ikhlas adalah niat murni dan tulus tanpa mengharapkan apa pun, baik itu pujian atau imbalan, kecuali ridha Allah SWT.

Ciri-Ciri Ikhlas

Ilustrasi sabar dan ikhlas, termenung, berpikir
Ilustrasi sabar dan ikhlas, termenung, berpikir. (Photo by Yannes Kiefer on Unsplash)

Ikhlas adalah suatu pekerjaan hati yang dapat diketahui dari ciri-cirinya. Karena ikhlas adalah pekerjaan hati, makan kita tidak bisa melihat keikhlasan dari orang lain, namun kita bisa melihat diri sendiri, apakah ketika melakukan amal baik, kita sudah ikhlas atau belum.

Salah satu ciri orang yang ikhlas adalah konsisten untuk melakukan amal baik, apa pun kondisinya. Artinya, apakah ada orang yang melihatnya atau tidak, apakah dia mendapatkan pujian atau tidak, dia akan tetap melakukan amal baik tersebut. Namun, apabila dia hanya melakukan amal baik ketika ada orang di sekitarnya, makan dia tidak bisa dibilang telah melakukannya dengan ikhlas atau riya'.

Ciri lain dari orang yang ikhlas adalah tidak terpengaruh oleh caci maki maupun pujian. Orang yang ikhlas tidak akan merasa senang karena perbuatan dipuji, dan tidak akan merasa kecewa jika apa yang telah dia lakukan membuatnya dicaci maki.

Orang yang ikhlas juga tidak pernah mengharapkan apa pun dari makhluk. Ini karena orang yang ikhlas hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT. Orang yang ikhlas tidak akan merasa sedih atau kecewa jika ada seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak diharapkannya.

Orang yang ikhlas adalah ia yang melupakan pekerjaan baiknya kepada orang lain, atau tidak mengingat-ingat hal baik yang telah dilakukan. Terakhir, orang ikhlas termasuk jika ia lupa bahwa hal baik yang dilakukannya akan memperoleh pahala di akhirat.

Tingkatan Ikhlas

Kata-Kata Tentang Ikhlas : Bangkitkan Semangat
Ilustrasi Rasa Ikhlas Credit: pexels.com/Andrea

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikhlas adalah niat murni, yang mendorong seseorang melakukan amal baik tanpa mengharapkan apa pun termasuk pujian dan imbalan, kecuali mengharapkan ridha dari Allah SWT. Meski kita tidak dapat menilai keikhlasan orang lain, namun kita dapat melihat ke dalam diri kita sendiri, apakah kita sudah termasuk dalam golongan orang yang ikhlas atau belum, berdasarkan ciri-ciri yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Ikhlas adalah pekerjaan hati yang dapat dibedakan berdasarkan tingkatannya. Adapun tingkatan ikhlas dapat dibagi menjadi tiga. Tingkatan yang pertama adalah tingkat keikhlasan yang terendah. Pada tingkatan ini, seseorang melakukan suatu amal perbuatan baik dengan harapan bahwa Allah akan memberikan balasan yang bersifat duniawi.

Sebagai contoh, seseorang yang rajin melaksanakan salat dhuha dengan harapan agar Allah SWT mau melimpahkan rezeki berupa harta benda yang melimpah. Contoh tersebut masih tergolong sebagai amal yang dilakukan dengan ikhlas, karena dia hanya mengharapkan limpahan rezeki hanya kepada Allah SWT. Tentu sah-sah saja untuk melakukan suatu ibadah untuk mengharapkan balasan duniawi dari Allah, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa ketika masih hidup di dunia, manusia masih memiliki hasrat dan nafsu duniawi.

Tingkatan yang kedua adalah ketika seseorang melakukan suatu amal baik agar mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah. Misalnya saja ketika seseorang rajin ibadah agar kelak di hari kiamat termasuk golongan yang terselamatkan dan terlindungi dari bencana. Atau bisa juga, seseorang rajin ibadah karena akan terhindar dari api neraka.

Tingkatan ikhlas paling tinggi adalah ketika seseorang melakukan ibadah atau amal baik tanpa mengharapkan apa pun, kecuali ridha dari Allah. Dia melakukan ibadah karena cintanya pada Allah SWT, tanpa mepedulikan apakah dia akan mendapatkan balasan surga atau tidak. Ketika melakukan ibadah, orang yang memiliki keikhlasan pada tingkat ini tidak akan peduli jika ada yang memujinya atau tidak. Satu-satunya yang dia pedulikan hanya Allah SWT.

Filosofi Ikhlas dalam Secangkir Kopi

minum kopi
ilustrasi secangkir kopi/Photo by Brigitte Tohm on Unsplash

Ikhlas adalah niat murni dalam hati yang sering digambarkan dalam filosofi secangkir kopi. Ketika kopi diseduh dengan gula, sehingga menghasilkan rasa yang nikmat, biasanya orang akan mengatakan, "Kopinya enak." Tidak ada yang pernah menyebut bahwa gulanya enak. Padahal gula juga berkontribusi dalam menghasilkan cita rasa yang nikmat.

Lalu, ketika secangkir kopi dirasa kurang nikmat, maka yang disalahkan bukan karena kopinya yang kebanyakan atau kurang, tapi gula yang disalahkan. Orang biasanya akan mengatakan, "Gulanya kurang," atau, "Gulanya kebanyakan."

Dari ilustrasi tersebut, keikhlasan adalah seperti sifat gula. Gula tidak pernah dipuji enak, meski dia berkontribusi dalam menciptakan cita rasa nikmat pada secangkir kopi. Namun gula menjadi sasaran kritik, ketika secangkir kopi menjadi tidak nikmat ketika terlalu manis atau kurang manis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya