Liputan6.com, Jakarta Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi hampir semua orang dari berbagai rentang usia. Bahkan mulai dari usia balita sampai dengan usia dewasa. Sayangnya sebagian besar orang masih menganggap bahwa bayi yang gemuk merupakan tanda bahwa bayi tersebut sehat.
Padahal yang sebenarnya, kegemukan atau obesitas juga bisa terjadi pada bayi. Apalagi, jika kegemukan terjadi pada masa balita, makan kemungkinan besar kegemukan atau obesitas akan menetap sampai dewasa.
Advertisement
Selain itu, obesitas merupakan kondisi yang terkait dengan risiko sejumlah penyakit, termasuk diabetes dan jantung. Tentu saja obesitas pada bayi tidak terjadi begitu saja. Ada banyak faktor penyebab bayi obesitas.
Advertisement
Namun sebelum jauh membahas mengenai obesitas pada bayi. Penting untuk diketahui, kondisi seperti apa bayi disebut mengalami obesitas. Berikut adalah penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (16/2/2023).
Bayi Obesitas
Untuk dapat mengetahui bagaimana bayi dikatakan mengalami obesitas atau tidak adalah dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bayi bisa saja memiliki berat badan dua kali lipat dari berat ketika lahir saat usianya mencapai 6 bulan.
Bahkan ketika usianya sudah mencapai 12 bulan, berat bayi bisa mencapai tiga kali lipat dari beratnya ketika lahir. Lalu berapa berat badan bayi sehingga dapat dikatakan mengalami obesitas? Bayi dapat dikatakan mengalami obesitas ketika pada saat lahir memiliki berat di atas 4 kg.
Pada bayi di bawah 3 bulan, berat badan normalnya adalah 4,2 sampai dengan 6,4 kg. Pada bayi 4-6 bulan, berat badan idealnya adalah 6,4 kg sampai dengan 7,9 kg. Berat badan ideal bayi 7-9 bulan adalah 7,6 kg sampai dengan 8,9 kg. Berat badan bayi yang normal pada usia 10-12 bulan adalah 8,5 kg sampai dengan 9,6 kg.
Selain dilihat dari berat badannya, obesita pada bayi dapat dikenali dari ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berat badan naik pesat.
Ciri utama yang mudah dikenali adalah berat badan si kecil naik begitu cepat dari rata-rata bayi seusianya. Ini bisa Anda amati melalui kurva berat badan bayi yang meningkat pesat.
2. Adanya lipatan di tubuh bayi.
Bayi yang obesitas biasanya memiliki lipatan di tubuhnya, termasuk pada leher, tangan, perut, dan pinggang.
3. Bentuk tubuh bayi berubah.
Pada bayi laki-laki, obesitas membuat payudara tampak lebih besar, alat kelaminnya terlihat lebih kecil atau tenggelam di jaringan lemak, serta tungkai kaki bengkok membentuk huruf O.
4. Kualitas tidur buruk.
Obesitas pada bayi usia 0-6 bulan mungkin mudah terbangun di malam hari. Ini membuatnya berisiko menghambat tumbuh kembang bayi dan bahkan berat badan naik tajam mungkin karena diberi susu ketika bayi bangun dan menangis.
5. Malas bergerak.
Malas bergerak merupakan ciri penderita obesitas pada umumnya, termasuk bayi. Karena berat badan yang berlebih, ini membuat anak malas untuk bergerak. Anak juga rentan mengalami kelelahan. Dampaknya, malas bergerak malah akan membuat bayi tambah gemuk.
Advertisement
Penyebab Bayi Obesitas
Ada banyak sekali faktor penyebab bayi obesitas, mulai dari faktor keturunan, pola makan, porsi makan, hingga faktor psikologis. Secara rinci, faktor-faktor penyebab bayi obesitas antara lain sebagai berikut:
1. Ibu alami diabetes gestasional
Tidak bisa dipungkiri bahwa ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat badan bayi ketika lahir. Berat badan bayi ketika lahir tentu sangat berkaitan erat dengan kondisi kesehatan ibunya di masa kehamilan. Berapa berat badan ibu sebelum hamil, riwayat kebiasaan buruk seperti merokok, hingga menderita diabetes gestasional merupakan faktor risiko bayi kelebihan berat badan.
2. Metode persalinan
Metode persalinan juga dipandang menjadi faktor penyebab bayi obesitas. Sejumlah penelitian di tahun 2019 mengungkapkan bahwa bayi yang lahir melalui proses operasi Caesar, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi mengalami kelebihan berat badan. Ini karena bayi yang lahir secara Caesar memiliki bakteri usus yang berbeda dengan bayi yang lahir normal.
3. Susu Formula
Ada mitos yang mengatakan bahwa ASI dapat menyebabkan bayi obesitas. Kenyataannya sebaliknya, justru kekurangan ASI dapat membuat bayi mengalami obesitas. Bayi yang diberi ASI eksklusif mengalami kenaikan berat badan lebih lambat daripada bayi yang diberi susu formula.
Hal yang membuat susu formula menjadi penyebab obesitas adalah adanya kemungkinan overfeeding lebih besar. Pasalnya ketika diberi susu formula, bayi ada kecenderungan untuk menghabiskan susu yang ada di dalam botol meski sudah kenyang. Pemberian susu formula biasanya juga dilakukan hanya berdasarkan jadwal, tidak ketika bayi merasa lapar.
4. Makanan dan Minuman Manis
Kegemukan atau obesitas selalu terkait dengan makanan, termasuk pada bayi. Makanan padat yang diberikan pada bayi sangat berpengaruh pada pertambahan berat badannya. Adapun faktor-faktor terkait makanan yang dapat menjadi penyebab bayi obesitas antara lain adalah, bayi diberi makanan padat terlalu dini, banyak diberi makanan cepat saji atau makanan olahan, banyak diberi makanan atau minuman manis, dan camilan.
5. Kurang waktu tidur
Kurang waktu tidur juga menjadi salah satu faktor penyebab bayi obesitas. Ketika seseorang tidak cukup tidur, hormon ghrelin yang ada dalam diri mereka akan meningkat, sedangkan hormon leptin mereka akan mengalami penurunan. Kurang tidur juga dapat mengurangi proses metabolisme dan pembakaran kalori yang seharusnya berlangsung saat mereka tidur hingga 5-20%.
Bahaya yang Mengancam Bayi Obesitas
Sama seperti halnya pada orang dewasa, kegemukan atau obesitas juga meningkatkan risiko sejumlah penyakit pada bayi. Obesitas pada anak juga sering menyebabkan komplikasi pada kesejahteraan fisik, sosial dan emosional anak. Komplikasi fisik dari obesitas pada masa kanak-kanak dapat meliputi:
1. Diabetes tipe 2
Kondisi kronis ini memengaruhi cara tubuh anak menggunakan gula (glukosa). Obesitas dan gaya hidup kurang gerak meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
2. Kolesterol dan tekanan darah tinggi
Pola makan yang buruk dapat menyebabkan anak mengalami salah satu atau kedua kondisi ini. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada penumpukan plak di arteri, yang dapat menyebabkan arteri menyempit dan mengeras, kemungkinan menyebabkan serangan jantung atau stroke di kemudian hari.
3. Nyeri sendi
Berat ekstra menyebabkan tekanan ekstra pada pinggul dan lutut. Obesitas pada anak dapat menyebabkan rasa sakit dan terkadang cedera pada pinggul, lutut, dan punggung.
4. Masalah pernapasan
Asma lebih sering terjadi pada anak-anak yang kelebihan berat badan. Anak-anak ini juga lebih mungkin mengembangkan apnea tidur obstruktif, gangguan yang berpotensi serius di mana pernapasan anak berulang kali berhenti dan dimulai saat tidur.
5. Penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD)
Gangguan ini, yang biasanya tidak menimbulkan gejala, menyebabkan timbunan lemak di hati. NAFLD dapat menyebabkan jaringan parut dan kerusakan hati.
Penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD) adalah kondisi jangka panjang yang disebabkan oleh penumpukan lemak di hati. Organ vital ini bertanggung jawab atas lebih dari 500 fungsi, termasuk mengubah makanan menjadi energi dan mengeluarkan racun dari darah. Oleh karena itu, setiap masalah dengan hati bisa berbahaya.
Advertisement
Tips Mencegah Obesitas pada Bayi dan balita
Karena obesitas meningkatkan risiko terjadinya berbagai macam penyakit pada bayi, penting bagi kita untuk melakukan pencegahan sejak dini dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut
1. Pantau kenaikan berat badan Anda selama kehamilan.
Kenaikan berat badan yang berlebihan selama kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi. Penelitian menunjukkan bahwa saat berat lahir meningkat, risiko obesitas pada masa kanak-kanak juga meningkat.
2. ASI Eksklusif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui mengurangi risiko obesitas pada masa kanak-kanak. Memberikan asupan ASI secara eksklusif juga dapat membuat berat badan bayi naik secara perlahan.
3. Batasi minuman manis untuk bayi.
Jus bukanlah bagian penting dari makanan bayi. Saat Anda mulai memperkenalkan makanan padat, pertimbangkan untuk menawarkan buah dan sayuran utuh yang bergizi sebagai gantinya.
4. Cari cara lain untuk tenangkan bayi.
Jangan secara selalu menyusui atau memberikan susu formula untuk menenangkan tangisan bayi. Terkadang untuk menenangkan tangisan bayi hanya butuh perubahan posisi, lingkungan yang lebih tenang, atau sentuhan lembut.
5. Batasi penggunaan media.
American Academy of Pediatrics melarang penggunaan media oleh anak-anak di bawah 2 tahun. Semakin sering anak menonton TV, semakin besar risikonya menjadi kelebihan berat badan. Hal ini tentu saja tidak hanya berlaku pada TV, tapi jenis gadget lain.