Dismenore Adalah Nyeri Haid, Berhubungan dengan Penyakit Berbahaya?

Dismenore adalah fenomena nyeri haid yang umum dialami oleh sebagian besar wanita di seluruh dunia.

oleh Laudia Tysara diperbarui 13 Jul 2023, 14:40 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2023, 14:40 WIB
ilustrasi haid menstruasi
Kumpulan pembalut dan menstrual cup berwarna merah di tengah-tengahnya. Copyright pexels/Cliff Booth

Liputan6.com, Jakarta - Dismenore adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keluhan nyeri yang timbul saat sedang haid atau menstruasi. Ini adalah fenomena yang umum dialami oleh sebagian besar wanita di seluruh dunia, meskipun sebagian kecil populasi wanita tidak mengalami masalah ini.

Masalah nyeri dismenore adalah terjadi ketika kontraksi otot rahim yang normal saat menstruasi menjadi lebih kuat dan lebih intens, menyebabkan rasa nyeri yang dapat bervariasi dari ringan hingga parah. Nyeri ini umumnya dirasakan di perut bagian bawah dan dapat disertai dengan kram, nyeri punggung, mual, dan gejala lainnya.

Ada dua jenis dismenore, yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer merujuk pada nyeri haid yang tidak disebabkan oleh masalah kesehatan. Biasanya terjadi pada wanita muda. Dismenore sekunder terjadi pada usia yang lebih tua dan bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang perlu ditangani.

Meskipun dismenore merupakan fenomena yang umum, tidak berbahaya, dan umumnya dapat diatasi dengan pengelolaan diri dan perawatan yang tepat, penting untuk mencari bantuan medis jika nyeri haid sangat parah atau mengganggu aktivitas sehari-hari. Dokter dapat membantu mendiagnosis penyebab dan jenis dismenore yang dialami serta memberikan penanganan yang sesuai.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang dismenore, jenis, cara mengobati, dan faktor penyebabnya, Kamis (13/7/2023).

Nyeri Haid atau Nyeri Menstruasi

Menstruasi
Seorang wanita berambut keriting sedang menahan nyeri haid dengan menekuk lutut ke depan dada. (Photo by Polina Zimmerman from Pexels)

Dismenore adalah fenomena nyeri haid yang umum dialami oleh sebagian besar wanita di seluruh dunia. Meskipun sebagian kecil populasi wanita tidak mengalami masalah ini, dismenore merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keluhan kram yang menyakitkan saat sedang haid atau menstruasi.

Menurut penjelasan Hermina Hospital, dismenore adalah rasa nyeri yang timbul saat menstruasi, terutama pada tiga hari pertama siklus, dan dapat disertai keluhan lain seperti mual, diare, nyeri kepala, atau pusing.

Penting untuk dipahami bahwa setiap wanita memiliki pengalaman menstruasi yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan melibatkan interaksi antara faktor psikologis, panca indra, korteks serebri, aksis hipotalamus hipofisis ovarial, dan hormon endrogen yang memengaruhi organ reproduksi seperti uterus, endometrium, dan alat kelamin sekunder. Oleh karena itu, perbedaan ini menjelaskan mengapa beberapa wanita mengalami dismenore sementara yang lain tidak.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dismenore bukanlah penyakit yang berbahaya, tetapi bisa mengindikasikan adanya penyakit berbahaya yang menyebabkan dismenore. Dismenore yang berhubungan dengan penyakit adalah jenis dismenore sekunder.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menegaskan, meskipun dismenore adalah masalah yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti belajar, bekerja, atau berinteraksi sosial, kondisi ini umumnya tidak menyebabkan komplikasi serius. Meskipun begitu, nyeri menstruasi atau dismenore dapat mencapai tingkat keparahan yang signifikan, di mana rasa nyeri tersebut meluas dari perut bagian bawah hingga ke pinggang, punggung bagian bawah, dan paha.

Kemenkes juga mengungkapkan bahwa dismenore sering dialami oleh wanita pada usia reproduktif, dan angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Sebuah jurnal penelitian yang dipublikasikan oleh Universitas Airlangga (UNAIR) dengan judul "Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer" oleh Ika Novia dan Nunik Puspitasari menunjukkan bahwa faktor keturunan merupakan salah satu faktor risiko bagi seorang wanita untuk mengalami dismenore primer.

Dismenore primer umumnya terjadi pada responden yang berusia antara 15 hingga 25 tahun, terutama pada fase awal masa reproduksi. Mayoritas responden yang mengalami dismenore primer ini umumnya belum menikah atau belum memiliki pengalaman melahirkan, serta kurang berolahraga. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi sensitivitas tubuh terhadap kontraksi uterus selama menstruasi dan menghasilkan rasa nyeri yang lebih intens.

 

Perbedaan Primer dan Sekunder

Nyeri Menstruasi
Wanita berbaju biru ini terus meremas perutnya karena merasakan nyeri haid luar biasa. (Pexels.com/Sora Shimazaki)

Menurut penjelasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), terdapat dua jenis dismenore yang perlu diperhatikan, yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder. Penting untuk memahami perbedaan antara keduanya agar dapat mengenali gejala dan penyebab yang mendasarinya.

Dismenore primer

Dismenore primer adalah rasa nyeri sebelum atau saat periode haid. Pada kondisi ini, nyeri yang dirasakan biasanya tidak disebabkan oleh masalah kesehatan yang mendasarinya. Kemenkes menekankan bahwa dismenore primer umumnya tidak berbahaya dan tidak menyebabkan komplikasi serius.

Namun, walaupun tidak berbahaya, keluhan ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti belajar, bekerja, dan berinteraksi sosial.

Dismenore sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri atau kram perut yang terjadi sebagai akibat dari masalah kesehatan tertentu yang mendasarinya. Meskipun dismenore sekunder juga dapat menghasilkan rasa nyeri saat menstruasi, nyeri ini disebabkan oleh kondisi medis yang lebih serius. Adanya masalah kesehatan yang mendasari dismenore sekunder dapat memperparah tingkat keparahan nyeri yang dirasakan.

Meskipun dismenore kerap dianggap sebagai hal yang wajar terjadi pada wanita, penting untuk menyadari bahwa beberapa faktor dapat meningkatkan risiko mengalami nyeri yang parah. Selain itu, berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan dismenore sekunder juga dapat memperburuk tingkat nyeri yang dialami.

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko dan mencari bantuan medis untuk mengevaluasi dan mengelola dismenore dengan baik.

 

Cara Mengobatinya

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan secara mandiri untuk mengatasi dismenore sebagaimana dijelaskan Hermina Hospital.

1. Mengompres Perut

Salah satunya adalah dengan mengompres perut menggunakan kompres hangat. Mengompres perut dengan menggunakan kantong air hangat atau handuk yang dicelupkan ke dalam air hangat dapat membantu meredakan nyeri dan kram yang terkait dengan dismenore.

2. Olahraga Ringan

Melakukan olahraga ringan juga dapat membantu mengurangi gejala dismenore. Aktivitas fisik seperti berjalan-jalan atau melakukan senam ringan dapat membantu mengurangi ketegangan pada otot-otot perut dan mempromosikan peredaran darah yang lebih baik.

3. Menjaga Pola Tidur

Lalu, cara mengobati dismenore dengan menjaga pola tidur yang cukup dan mengadopsi teknik relaksasi yang tepat, seperti meditasi atau pernapasan dalam, juga dapat membantu mengurangi ketegangan dan stres yang dapat memperburuk gejala dismenore.

Faktor Penyebab

Ilustrasi menstruasi | Polina Zimmerman dari Pexels
Wanita dengan baju tidur berwarna biru tua ini sedang menahan nyeri menstruasi dengan menekuk lutut di sofa. | Polina Zimmerman dari Pexels

Menurut penjelasan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami dismenore. Di antaranya:

  1. Mengalami stres atau depresi: Tingkat stres yang tinggi atau adanya gangguan mood seperti depresi dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh. Perubahan hormon ini dapat mempengaruhi siklus menstruasi dan menyebabkan dismenore.
  2. Berusia di bawah 30 tahun, terutama di bawah usia 20 tahun: Wanita yang berusia di bawah 30 tahun, terutama di bawah usia 20 tahun, cenderung memiliki tingkat hormon yang lebih tinggi dan perubahan hormon yang lebih signifikan selama siklus menstruasi. Hal ini dapat meningkatkan risiko mengalami dismenore.
  3. Mengalami menstruasi yang berat: Menstruasi yang berat, ditandai dengan perdarahan yang banyak atau lama, dapat memicu nyeri dan kram yang lebih intens selama haid. Perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan kontraksi rahim yang lebih kuat, menyebabkan nyeri lebih parah.
  4. Memiliki riwayat keluarga dengan kondisi kram menstruasi: Faktor genetik juga dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami dismenore. Jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat dismenore, kemungkinan seseorang juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang serupa.
  5. Merokok: Merokok dapat memengaruhi aliran darah dan menyebabkan gangguan hormonal dalam tubuh. Hal ini dapat memperburuk gejala dismenore dan meningkatkan tingkat keparahannya.
  6. Pola makan yang buruk: Pola makan yang tidak seimbang dan kurang gizi dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh. Kelebihan konsumsi makanan berlemak, makanan olahan, dan makanan tinggi gula dapat meningkatkan peradangan dalam tubuh dan memperburuk gejala dismenore.
  7. Kegemukan atau obesitas: Kondisi kegemukan atau obesitas dapat mempengaruhi keseimbangan hormon dan mengganggu fungsi reproduksi. Kondisi ini dapat memperburuk gejala dismenore dan membuat nyeri haid lebih parah.
  8. Penyintas pelecehan seksual: Wanita yang telah mengalami pelecehan seksual memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami dismenore. Pelecehan seksual dapat menyebabkan gangguan emosional dan fisik yang dapat mempengaruhi sistem reproduksi dan memicu nyeri haid.

Perlu dicatat bahwa faktor-faktor risiko ini tidak selalu menyebabkan dismenore, tetapi dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kondisi tersebut. Penting untuk berkonsultasi dengan profesional medis jika mengalami gejala dismenore yang parah atau mengganggu, untuk menerima diagnosis yang akurat dan perawatan yang sesuai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya