Najis Mukhafafah adalah Kotoran dalam Konteks yang Ringan, Simak Penjelasannya

Najis Mukhaffafah adalah najis ringan, yang merupakan air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia kurang dari 2 tahun.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 07 Agu 2023, 15:45 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2023, 15:45 WIB
Ulama Syiah di Iran Pelihara dan Rawat Anjing Jalanan hingga Sehat Kembali
Kaum ulama Iran, yang telah memerintah negara ini sejak Revolusi Islam 1979, menyatakan bahwa anjing adalah hewan yang "najis" dan menganjurkan untuk tidak memeliharanya sebagai hewan peliharaan. (AP Photo/Vahid Salemi)

Liputan6.com, Jakarta Dalam konteks agama Islam, najis mukhafafah adalah jenis najis yang bisa dihilangkan dengan cara dicuci sekali atau dibasuh dengan air satu kali. Contohnya termasuk najis hewan tertentu, seperti anjing, kucing, dan hewan yang halal untuk dikonsumsi seperti ayam atau daging hewan ternak, setelah diolah sesuai aturan syariat Islam.

Najis mukhafafah adalah istilah dalam agama Islam, yang merujuk kepada najis yang ringan atau lembut. Sehingga menjaga kebersihan dan menjauhkan diri dari najis, adalah salah satu dari prinsip-prinsip penting untuk menjalankan ibadah, dan menjalani kehidupan sehari-hari.

Najis mukhafafah adalah kotoran yang dapat dihilangkan dengan cara dibasuh, atau dicuci sekali dengan air bersih. Jika air tidak tersedia, pengganti yang diperbolehkan adalah menggunakan benda yang bersih, seperti batu, pasir, atau kertas yang kering, untuk membersihkannya.

Berikut ini dalil tentang najis mukhafafah yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (7/8/2023). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengertian Najis

Ilustrasi Islam, Al-Qu'ran
Ilustrasi Islam, Al-Qu'ran. (Sumber: Pixabay)

Melansir dari laman kemenag, kebersihan yang terjaga akan berdampak pula pada aktivitas ibadah yang menjadi lebih khusyuk dan tenang. Seperti diriwayatkan dalam Al-Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 6.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan Shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Al Malikiyah mendefinisikan najis sebagai sifat hukum suatu benda, yang mengharuskan seseorang tercegah dari suatu kebolehan melakukan salat bila terkena atau berada di dalamnya. Sederhananya, najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan (salah satu contoh dari ibadah tersebut adalah Shalat).

Mengingat bahwa najis dan kotoran dapat menyebabkan batalnya ibadah, maka Islam mewajibkan untuk membersihkan diri kita terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah. Sesuai yang tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Muddatstsir ayat 4.

“Dan bersihkanlah pakaianmu!”

Sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al Muddatstsir ayat 4 di atas, dapat dipahami bahwa jika kita ingin ibadah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT maka wajib membersihkan diri dari najis dan kotoran terlebih dahulu. Kewajiban membersihkan najis juga diperjelas dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 222.

“Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

 


Dalil Menyucikan Najis Mukhaffafah

Ilustrasi salat, Muslim, Islam
Ilustrasi salat, Muslim, Islam. (Foto oleh Monstera dari Pexels)

Dalam agama Islam, konsep najis adalah bagian penting dari hukum syariat yang mengatur tata cara ritual dan ibadah, serta norma-norma kebersihan dan kehidupan sehari-hari. Istilah "najis" berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti "kotoran" atau "sucian."

Najis adalah segala sesuatu yang dianggap kotor, tidak suci, atau mencemari kebersihan fisik dan spiritual seseorang. Agama Islam mewajibkan umatnya untuk menjaga kesucian dan kebersihan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk lingkungan, tubuh, makanan, dan pakaian. Konsep najis juga berhubungan erat dengan konsep taharah (bersuci) yang merupakan syarat penting dalam menjalankan berbagai ibadah seperti salat, puasa, dan lainnya.

Najis mukhaffafah adalah salah satu dari tiga jenis najis dalam Islam. Najis ini adalah yang paling ringan dan mudah menyucikannya. Salah satu contoh najis mukhaffafah adalah air kencing bayi laki-laki, yang belum genap usia dua tahun dan belum pernah mengonsumsi apapun kecuali ASI. 

Selain itu, contoh lain najis mukhaffafah adalah madzi (air yang keluar dari lubang kemaluan lelaki akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat. Dalam Islam, ada macam-macam najis yang telah diurutkan berdasarkan tingkatan najis, yaitu ringan, sedang, dan berat. Bahkan cara menyucikan najis mukhaffafah telah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW sebagaimana tercatat dalam hadis riwayat Ummu Qais radhiyallahu ‘anhu.

“ Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membawa seorang anak laki-lakinya yang belum makan makanan. Kemudian anak itu dipangku oleh Rasulullah SAW. Anak itu kemudian kencing di pangkuannya. Rasulullah SAW lantas meminta air, lalu memercikkan air itu ke bagian yang terkena kencingnya dan tidak dibasuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 


Macam-Macam

Ilustrasi seorang muslim berdoa, Islam
Ilustrasi seorang muslim berdoa, Islam. (Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash)

 

Najis dalam Islam dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama:

Najis Mughallazah

Jenis najis ini adalah yang paling kotor dan paling sulit untuk dibersihkan. Contohnya adalah bangkai hewan yang bukan termasuk hewan halal dikonsumsi (seperti babi atau anjing), darah haid, air kencing hewan yang haram (seperti babi), dan najis dari hewan pemakan bangkai (seperti anjing dan babi). Najis jenis ini dianggap memiliki pengaruh yang kuat, dan perlu dibersihkan dengan cara tertentu sebelum seseorang dapat melaksanakan ibadah, atau menyentuh Al-Quran.

Najis Mutawassitah

Jenis najis ini dianggap lebih ringan daripada najis mughallazah, dan dapat dibersihkan dengan lebih mudah. Contohnya termasuk darah hewan halal yang disembelih (seperti daging unta atau domba yang halal), air kencing manusia, dan sejenisnya. Meskipun lebih ringan, najis mutawassitah masih harus dihindari dan dibersihkan sebelum beribadah, atau melakukan aktivitas penting lainnya.

Dalam Islam, menjaga kebersihan dan menghindari najis, merupakan salah satu dari tujuh pokok amalan yang dianjurkan. Kebersihan bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual. Oleh karena itu, selain menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan, umat Islam juga diajarkan untuk membersihkan hati dan jiwa dari dosa dan perbuatan buruk.

Untuk membersihkan najis, Islam mengajarkan beberapa tata cara dan aturan tertentu, seperti menggunakan air bersih sebagai media pembersih utama, menggosokkan benda yang terkena najis dengan tanah atau bahan penyerap lainnya, dan melakukan wudhu atau mandi junub (mandi besar) untuk membersihkan diri dari najis yang lebih berat.

Penting untuk diingat bahwa konsep najis dalam Islam, adalah bagian dari tata cara ritual dan ibadah yang diakui oleh umat Islam secara luas. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesucian dan ketakwaan, dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِى التُّرَابِArtinya

“Ketika anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali dengan dicampuri debu pada awal pembasuhannya.” (HR. Muslim).

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya