Liputan6.com, Jakarta - Apa arti Al-Amin? Al-Amin adalah gelar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang bermakna "dapat dipercaya." Gelar ini menggambarkan sifat kejujuran, integritas, dan kepercayaan yang sangat terpancar dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga
Advertisement
Dalam buku berjudul Seni Kepemimpinan Ala Nabi menjadi Pemimpin Sejati Sesuai Sunnah (2022) karya Muhammad Wildan Aulia, diungkapkan bahwa Masyarakat Mekkah memberikan gelar sebagaimana arti Al-Amin kepada Nabi Muhammad setelah peristiwa banjir bandang yang merusak Kabah.
Para penduduk Mekkah memberikan gelar Al-Amin kepada Nabi Muhammad sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Sifat Al-Amin tampak dalam berbagai aspek, seperti kemampuannya menyampaikan wahyu dengan jujur (sidik), tanggung jawab dalam menyampaikan risalah (amanah), ketekunan dalam menyebarkan kebenaran (tablig), dan kebijaksanaannya dalam menghadapi tantangan (fatanah).
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang apa arti Al-Amin, Selasa (29/8/2023).
Artinya Terpercaya atau Dapat Dipercaya
Apa arti Al-Amin adalah berupa gelar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang memiliki arti terpercaya atau dapat dipercaya. Gelar Al-Amin diberikan oleh penduduk Mekkah sebelum beliau diangkat menjadi rasul.
Riwayat mencatat bahwa Nabi Muhammad memperoleh gelar Al-Amin pada usia 35 tahun. Pemberian gelar ini menggambarkan betapa pentingnya karakter kejujuran dan kepercayaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad dalam pergaulan sehari-hari.
Dalam buku berjudul Seni Kepemimpinan Ala Nabi menjadi Pemimpin Sejati Sesuai Sunnah (2022) karya Muhammad Wildan Aulia, diungkapkan bahwa Masyarakat Mekkah memberikan gelar sebagaimana arti Al-Amin kepada Nabi Muhammad setelah peristiwa banjir bandang yang merusak Kabah.
Kisah Mendapat Gelar Al-Amin
Saat Kabah sedang diperbaiki oleh kaum kafir Quraisy, muncul perselisihan tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad kembali. Perselisihan ini mengakibatkan kebuntuan hingga salah seorang tetua, Abu Umayyah bin Mughirah, mengusulkan kriteria baru.
"Barang siapa yang pertama kali masuk melalui pintu as-Shofa maka ialah yang berhak untuk mengambil kebijakan tentang peletakkan Hajar Aswad tersebut," katanya dikutip dari jurnal berjudul Kontribusi Pemikiran Muhammad SAW Pra dan Pasca Kenabian Era Makkiah (2011) oleh Agus Jaya.
Kriteria tersebut adalah bahwa orang pertama yang melangkahkan kaki ke lokasi renovasi Kabah berhak meletakkan kembali batu Hajar Aswad. Orang pertama yang melangkah adalah Nabi Muhammad, yang kemudian meletakkan Hajar Aswad dengan penuh ketulusan di atas sorbannya. Tindakan ini mencerminkan sifat rendah hati dan menghormati pandangan bersama.
Nabi Muhammad juga mengajak tokoh-tokoh lain untuk turut serta dalam meletakkan Hajar Aswad, sehingga pemberian gelar Al-Amin bukanlah semata-mata pengakuan dari masyarakat. Akan tetapi, juga hasil dari tindakan nyata yang menggambarkan kepercayaan yang terbukti.
Ketika melihat sang Nabi, mereka berkata: "Ini adalah Al-Amin dan kami ridha terhadap keputusannya."
Advertisement
Sosok Pedagang yang Jujur
Menurut jurnal berjudul Analisis Etika Bisnis dan Marketing Nabi Muhammad SAW karya Ubbadul Adzkiya’, apa arti Al-Amin, juga digambarkan pada sosok Nabi Muhammad yang memiliki pribadi yang sangat baik dan jujur dalam bisnisnya.
Rasulullah SAW selalu berbicara jujur tentang barang dagangan yang dijualnya, termasuk jika terdapat kerusakan atau kejelekan pada barang tersebut.
Sebagai seorang pedagang, Nabi Muhammad juga menjadi contoh nyata dalam memegang prinsip kejujuran sebagaimana apa arti Al-Amin. Dalam buku berjudul Manajemen Bisnis Syariah oleh Ali Hasan, digambarkan sosok Rasulullah SAW yang selalu menepati janji dan mengirimkan barang dagangan sesuai dengan kualitas yang diminta oleh pelanggan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa integritas dalam bisnis adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh Nabi Muhammad. Ini yang juga membuat masyarakat pun memberikan gelar Al-Amin dengan keyakinan bahwa beliau adalah pribadi yang dapat dipercaya dalam segala aspek kehidupan.
Sifat Nabi Muhammad SAW Lainnya
Sifat-sifat yang dimiliki oleh Rasulullah SAW juga ditemukan dalam diri para rasul lainnya, dan sifat-sifat ini menjadi landasan utama dalam menjalankan tugas suci mereka yang diberikan oleh Allah SWT. Dalam buku berjudul Mengenal Rasul-Rasul Allah oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, empat sifat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Sidik: Kehormatan dalam Kebenaran
Sidik adalah sifat yang mencerminkan kejujuran dan kebenaran yang melekat pada Rasulullah SAW. Segala sesuatu yang disampaikan oleh seorang rasul adalah benar karena ajarannya berasal dari wahyu yang datang dari Allah SWT. Para rasul selalu memberikan bukti kebenaran dengan jujur, bahkan di saat tantangan dan tekanan sangat berat.
Mereka memegang teguh prinsip ini sebagai landasan dalam menyampaikan ajaran suci. Sebagai contoh, dalam firman Allah SWT: "Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. al-Hasyr ayat 7).
2. Amanah: Kepercayaan sebagai Landasan
Amanah adalah sifat yang menunjukkan bahwa para rasul adalah individu yang dapat dipercaya. Mereka dipercayakan oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah yang benar kepada umat manusia. Tanggung jawab ini mereka emban dengan sepenuh hati dan penuh kejujuran.
Tidak ada penambahan atau pengurangan terhadap pesan yang telah diwahyukan kepada mereka. Mereka memegang teguh prinsip integritas dan kepercayaan sebagai dasar dalam tugas mulia mereka. Sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu." (QS. asy-Syu’ara ayat 143).
Advertisement
3. Tablig: Menyampaikan Kebenaran Tanpa Tersembunyi
Tablig adalah sifat yang menunjukkan bahwa para rasul selalu bersedia untuk menyampaikan seluruh wahyu yang diterima kepada umat manusia. Tidak ada satupun ayat yang disembunyikan oleh mereka, dan mereka dengan tegas menyampaikan pesan-pesan Allah SWT kepada umatnya.
Meskipun sering kali mereka dihadapkan dengan perlawanan dan tantangan, para rasul tidak pernah gentar dalam menyampaikan ajaran Allah. Mereka bahkan bersedia mengorbankan nyawa demi menyebarkan kebenaran.
Sebagaimana firman Allah SWT: "(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan." (QS. al-Ahzab ayat 39).
4. Fatanah: Kecerdasan dalam Menghadapi Tantangan
Fatanah adalah sifat yang mencerminkan kecerdasan yang luar biasa dalam diri para rasul. Mereka dianugerahi kemampuan intelektual yang tinggi dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapkan oleh umat mereka. Mereka memiliki kebijaksanaan yang luar biasa dalam menanggapi argumen dan penentangan yang mereka alami.
Contoh nyata adalah dalam firman Allah SWT tentang Nabi Ibrahim AS: "Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui." (QS. al-An’am ayat 83).