Mengenal Waktu Syuruq, Apakah Sama dengan Waktu Dhuha?

waktu syuruq atau biasa juga disebut sebagai Isyraq dalam ajaran Islam menjadi pembagian waktu ibadah sunnah yang umum disebut salat syuruq atau salat israq.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 15 Sep 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2023, 14:00 WIB
Ilustrasi Azan Subuh (pixel)
Ilustrasi azan subuh (pixel)

Liputan6.com, Jakarta Waktu syuruq secara bahasa dapat dimaknai sebagai timur, terbit, dan menerangi. Kata syuruq berasal dari bahasa Arab شُرُوْقٌ yang berarti waktu terbit matahari. Konsep waktu syuruq atau biasa juga disebut sebagai Isyraq dalam ajaran Islam menjadi pembagian waktu ibadah sunnah yang umum disebut salat syuruq atau salat israq.

Sebenarnya istilah syuruq memiliki perbedaan makna dengan israq. Syuruq merujuk pada akhir waktu Subuh yang dimulai saat fajar pertama kali terlihat di horison timur dan berakhir ketika matahari mulai terbit (Syuruq). Sedangkan Isyraq juga merujuk pada fajar yang merupakan awal waktu salat Dhuha. Waktu Isyraq dimulai sekitar 15 hingga 20 menit setelah matahari terbit atau Syuruq. 

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa waktu syuruq berbeda dengan waktu dhuha. Berikut ulasan tentang apa itu waktu syuruq dan perbedaannya dengan waktu dhuha, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (15/9/2023).

Perbedaan Waktu Syuruq dan Dhuha

20161205-Dubai-Kabut-AFP1
Matahari terbit memancarkan sinar yang berwarna oranye keemasan diantara gedung pencakar langit di Kota Dubai, Uni Emirat Arab, Senin (5/12). Biasanya kabut ini muncul saat musim panas yang terik berubah ke musim dingin yang cukup sejuk. (AFP/Rene Slama)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, waktu syuruq dan waktu dhuha adalah dua waktu yang berbeda. Buku Raih Pahala Haji Umroh Setiap Hari yang ditulis oleh Muhammad Andhyka Afrianto juga menjelasakan, salat syuruq bukanlah salat dhuha. Penjelasan perbedaan konsep waktu syuruq dan dhuha ada pada salah satu riwayat hadits sebagai berikut,

“Ketika matahari terbit dan mulai naik (satu atau dua tombak) maka Rasulullah SAW berdiri dan sholat dua rakaat; dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur dalam seperempat siang maka beliau sholat empat rakaat.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah)

Sholat Syuruq dan Sholat Dhuha adalah salat sunnah yang dikerjakan pada waktu yang berlainan. Sholat Syuruq adalah shalat yang dilakukan ketika matahari sudah meninggi sekitar satu tombak dalam pandangan mata dan sekitar 15 menit setelah matahari terbit. Ini adalah waktu ketika Rasulullah SAW berdiri dan melaksanakan dua rakaat shalat, seperti yang tercantum dalam hadits.

Sedangkan, salat Dhuha adalah salat yang dilakukan pada waktu Dhuha, yang dimulai setelah terbitnya matahari dan berlanjut hingga sebelum masuk waktu Dzuhur. Apabila dibandingkan dengan salat syuruq, salat dhuha realtif lebih longgar secara waktu pengerjaan dan rangkaian ibadahnya.

Ada berapa rangkaian ibadah yang perlu dilakukan seorang Muslim ketika melakukan salat syuruq. Shalat sunnah ini dikerjakan setelah sholat subuh berjamaah. Sebelum melakukan shalat syuruq seorang muslim juga dianjurkan berdzikir sampai terbit matahari, kemudian melaksanakan sholat syuruq dua rakaat

Keutamaan Salat Syuruq

[Fimela] salat
ilustrasi salat | pexels.com/@baybiyik

Keutamaan Shalat Syuruq dibandingkan dengan Shalat Dhuha terletak pada pahala yang diberikan serta syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mengerjakannya. Shalat Syuruq memiliki keutamaan pahalanya yang setara dengan pahala haji dan umrah .

Seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut,

وعمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تامة تامة تامة

Artinya: Barang siapa yang sholat subuh berjamaah kemudian duduk berzikir kepada Allah sampai terbit matahari kemudian sholat dua rakaat maka baginya pahala seperti pahala haji dan umrah." Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda, 'Sempurna, sempurna, sempurna. (HR. At-Tirmidzi)

Untuk mendapatkan pahala setara dengan haji dan umrah melalui Shalat Syuruq, seorang Muslim harus memenuhi syarat khusus. Syarat tersebut melibatkan berdzikir kepada Allah setelah Shalat Subuh berjamaah, hingga terbit matahari, dan kemudian melaksanakan Shalat Syuruq dua rakaat.

Melaksanakan Shalat Syuruq dengan khushu' adalah tanda kesungguhan dalam beribadah dan mencari keridhaan Allah. Dengan melaksanakan shalat ini, seorang Muslim menunjukkan ketulusan niatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan pahala yang besar.

Tata Cara Melaksanakan Salat Syuruq

[Bintang] Jangan Malas Lagi, Ini 6 Manfaat Gerakan Salat untuk Kesehatan
Ilustrasi salat (Foto: moslemforall.com)

1. Membaca Niat

أصلى سنة الإشراق ركعتين لله تعالى 

Ushalli sunnatal isyraqi rak’ataini lillahi ta’ala. 

Artinya: Aku niat shalat sunnah isyraq dua rakaat karena Allah.

2. Takbiratul ihram

3. Membaca surah al-Fatihah dilanjutkan salah satu surah dalam Al-Qur’an (Dianjurkan surah Ad-Dhuha)

4. Rukuk

5. Iktidal

6. Sujud pertama

7. Duduk di antara dua sujud

8. Sujud kedua rakaat pertama

9. Berdiri dan mengulang urutan di atas sejak membaca Surah al-Fatihah, salah satu surah dalam Al-Qur’an (dianjurkan surah As-Syarh), hingga sujud kedua

10. Duduk tasyahud

11. Mengucapkan salam, menoleh ke kanan dan kiri.

 

Doa Setelah Sholat Syuruq

Ilustrasi kata-kata, doa cepat sembut buat pacar
Ilustrasi kata-kata, doa cepat sembut buat pacar. (Photo by Milada Vigerova on Unsplash)

Setelah mengerjakan salat syuruq umat Islam juga dianjurkan untuk memanjatkan doa setelah sholat syuruq sebagai berikut,

اَللّهُمَّ يَا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِيْ رِقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالبَيْتِ المَعْمُوْرِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ وَيَصْحَبُنِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظَلاَم مِشْكَاتِيْ، وَأَسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ

وَضُحَاهَا وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التَّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الْإِشْرَاقَ وَالظُهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللهم اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَاِننَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا أَجْمَعِيْنَ.

Allahumma yaa nuuron nuuri bith-thuuri wa kitaabim masthuurin fii riqqin mansyuurin wal baitl ma’muuri, as`aluka an tarzuqonii nuuron astahdii bihi ilaika wa adallu bihi ‘alaika wa yashhabunii fii hayaatii wa ba’dal intiqooli min dzolaami misykaatii,

wa as'aluka bisy-syamsi wa dluhaaha wa nafsin maa siwaahaa an taj’ala syamsa ma’rifatika musyriqotan bii laa yahjubuhaa ghoimul auhaami walaa ya’tariihaa kusuufu qomaril waahidiyyah ‘indat tamaami bal adim lahaal isyrooqo wadz-dzuhuuro ‘alaa mamarril ayyaami wad-duhuuri.

Wa shalli Allahumma ‘alaa sayyidinaa Muhammadin khootamil anbiyaa'i wal mursaliina walhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiina. Allahummaghfir lanaa waliwaalidiina wa liikhwaaninaa fillaahi ahyaa'an wa amwaatan ajma’iina.

Artinya: Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan kitab yang ditulis pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku memohon padamu atas cahaya yang dapat menunjukkanku kepada-Mu.

Cahaya yang dapat mengiringi hidupku dan menerangiku setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur)-ku.

Aku meminta kepada-Mu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan dengan jiwa dan kesempurnaannya, agar Engkau menjadikan matahari ma’rifat kepada-Mu yang seperti matahari cerahnya bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemahaesaan di kala purnama.

Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan rasul.

Segala Puji hanya milik Allah Tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal. (Nawawi al-Jawi, Nihayatuz Zain, halaman 103)

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya