Apa yang Dimaksud Agresi Militer Belanda Kapan Terjadinya? Simak Latar Belakangnya

Apa yang dimaksud Agresi Militer Belanda kapan terjadinya adalah serangkaian konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda yang terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 28 Sep 2023, 11:45 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2023, 11:45 WIB
21-7-1947: Agresi Militer Belanda I dan Politik Adu Domba
Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi Produk, Aksi Polisionil Belanda yang pertama. (Wikimedia)

Liputan6.com, Jakarta Apa yang dimaksud Agresi Militer Belanda kapan terjadinya adalah serangkaian konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda yang terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Agresi Militer Belanda pertama kali terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I dilatarbelakangi oleh niat Belanda untuk merebut kembali kendali atas Indonesia.

Sementara itu, Agresi Militer Belanda II terjadi pada tahun 1948-1949. Agresi ini mengakibatkan pertempuran hebat dan banyak korban jiwa di kedua belah pihak. Karena tekanan internasional dan perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia, terutama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Agresi Militer Belanda adalah salah satu tahap dalam perjuangan panjang Indonesia untuk meraih kemerdekaan dan mengusir penjajah. Untuk memahami apa itu peristiwa Agresi Militer Belanda I dan II, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com, Kamis (28/9/2023).

Agresi Militer Belanda I

Apa yang dimaksud Agresi Militer Belanda kapan terjadinya? Agresi Militer Belanda I adalah serangkaian konflik bersenjata antara Republik Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tahun 1947. Konflik ini disebut "Agresi Militer" karena Belanda melakukan tindakan militer untuk merebut wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia.

Konflik ini berawal dari ketegangan antara Republik Indonesia dan Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pertentangan antara kedua pihak terutama terkait dengan perebutan kendali atas wilayah-wilayah yang kaya sumber daya alam, terutama perkebunan dan minyak di Indonesia.

Pada 20 Juli 1947, Letnan Gubernur Jenderal Belanda Hubertus van Mook mengumumkan bahwa Belanda tidak lagi menganggap dirinya terikat oleh Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati sebelumnya. Keputusan ini membuat situasi semakin tegang.

Pada 21 Juli 1947, tepat pukul 00.00 WIB, Belanda meluncurkan Agresi Militer dengan mengerahkan pasukannya. Tujuan utama Belanda adalah merebut wilayah-wilayah strategis di Indonesia yang kaya sumber daya alam, terutama minyak. Pasukan Belanda bergerak untuk menduduki wilayah-wilayah seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan sejumlah daerah lainnya.

Salah satu sasaran utama Belanda dalam Agresi Militer Belanda I adalah Yogyakarta. Kota ini diserang oleh pasukan Belanda dari udara dan darat. Serangan ini menimbulkan korban tidak berdosa di kalangan rakyat.

Pemerintah Republik Indonesia mengadukan Agresi Militer Belanda I ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian internasional, terutama Perjanjian Linggarjati. Tekanan dari Dewan Keamanan PBB akhirnya memaksa Belanda untuk menerima resolusi yang menyerukan gencatan senjata.

Pada 15 Agustus 1947, Pemerintah Belanda secara resmi menyatakan bahwa mereka akan menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pertempuran. Pada tanggal 17 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB, yang menandai berakhirnya Agresi Militer Belanda I.

Meskipun Agresi Militer Belanda I berakhir dengan gencatan senjata, konflik antara Republik Indonesia dan Belanda masih berlanjut, dan yang paling terkenal adalah Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada tahun 1948-1949. Agresi Militer Belanda I menunjukkan ketegangan awal dalam perjuangan panjang Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya dari penjajah.

Agresi Militer Belanda II

BJB
Pengerasan landasan paska Agresi Militer Belanda 1 sejauh 400 meter memungkinkan pesawat Dakota yang membantu logistik perang mendarat di Bandara Wirasaba. (Dok TACB/Liputan6.com)

Apa yang dimaksud Agresi Militer Belanda kapan terjadinya? Agresi Militer Belanda II, juga dikenal sebagai Operasi Kraai atau Operasi Gagak, merupakan salah satu konflik bersenjata antara Republik Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tahun 1948. Agresi ini adalah kelanjutan dari ketegangan antara kedua belah pihak pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Agresi Militer Belanda II terjadi setahun setelah Agresi Militer Belanda I yang berlangsung pada 1947. Belanda, yang sebelumnya telah gagal dalam upayanya untuk menghentikan perjuangan kemerdekaan Indonesia, kembali mencoba merebut kendali atas wilayah Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak.

Tujuan utama Belanda dalam Agresi Militer Belanda II adalah untuk menghancurkan pusat pemerintahan Republik Indonesia dan merebut kembali kendali atas wilayah-wilayah strategis di Indonesia. Mereka ingin memanfaatkan kekayaan alam Indonesia untuk memulihkan ekonomi mereka yang terpuruk pasca-Perang Dunia II.

Agresi Militer Belanda II dimulai pada 19-20 Desember 1948, dengan serangan utama terfokus pada Yogyakarta, yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Serangan ini melibatkan serangan udara yang mendadak terhadap Pangkalan Udara Maguwo.

Setelah berhasil menguasai Pangkalan Udara Maguwo, pasukan Belanda dengan cepat merebut Yogyakarta. Pemimpin Republik Indonesia, seperti Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, ditangkap. Sejumlah tokoh bangsa Indonesia, termasuk Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan AG Pringgodigdo, juga ditangkap dan diasingkan ke Pulau Sumatera dan Pulau Bangka.

 

Kecaman Internasional dan Turunnya Ketegangan Agresi Militer Belanda II

Roem Royen
Perjanjian Roem-Roijen merupakan salah satu langkah penting dalam perjuangan diplomasi Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. (Foto: anri.do.id)

Sebelum ditangkap, Presiden Soekarno memberikan surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tujuan dari pembentukan PDRI adalah agar perjuangan kemerdekaan Indonesia tetap berlanjut meskipun pusat pemerintahan di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Meskipun Republik Indonesia menghadapi serangan yang kuat dari Belanda, perlawanan terhadap pendudukan Belanda tetap berlanjut. Republik Indonesia membentuk wilayah pemerintahan militer di beberapa bagian Sumatera dan Jawa, seperti Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan sejumlah daerah di Jawa.

Serangan Belanda di Agresi Militer Belanda II mendapat kecaman dari dunia internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Belanda untuk membebaskan pemimpin Indonesia dan mematuhi Perjanjian Renville.

Pada 6 Juli 1949, Belanda membebaskan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, setelah tekanan internasional yang kuat. Pemerintahan Republik Indonesia pulih pada 13 Juli 1949.

Setelah pembebasan pemimpin Indonesia, negosiasi antara Belanda dan Indonesia menghasilkan Perjanjian Roem-Royen yang disepakati pada 7 Mei 1949. Perjanjian ini mengakui kedaulatan Republik Indonesia, dan Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.

Agresi Militer Belanda II menunjukkan ketegangan yang berkepanjangan antara Indonesia dan Belanda sebelum akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan sepenuhnya. Perjuangan Republik Indonesia dan tekanan internasional memainkan peran penting dalam mengakhiri agresi ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya