Liputan6.com, Jakarta - Waktu yang tepat untuk mengganti puasa Ramadhan menimbulkan pertanyaan, apakah boleh dilakukan di hari Jumat atau tidak. Menurut ajaran Islam, mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Artinya, puasa qadha ini harus dilaksanakan untuk mendapatkan pahala yang seharusnya diperoleh pada bulan Ramadhan.
Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait dengan pelaksanaan puasa ganti ini, apakah boleh dilakukan di hari Jumat atau tidak.
Advertisement
Berdasarkan beberapa sumber, mayoritas ulama berpendapat bahwa melaksanakan puasa ganti di hari Jumat bersifat makruh, kecuali jika seseorang berpuasa satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya. Hal ini mengacu pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan larangan berpuasa di hari Jumat kecuali jika diikuti puasa pada hari sebelum atau sesudahnya.
Advertisement
Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kebolehan puasa ganti di hari Jumat tanpa diikuti puasa pada hari-hari lain. Dalam beberapa literatur, terdapat ulama yang mengatakan bahwa puasa ganti di hari Jumat hukumnya makruh kecuali bagi orang yang fisiknya lemah dan dikhawatirkan puasa membuatnya malas beribadah.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum puasa ganti Ramadhan di hari Jumat lengkap aturannya, Selasa (16/1/2024).
Boleh Atau Tidak Qadha di Hari Jumat?
Hukum puasa ganti Ramadhan atau qadha Ramadhan di hari Jumat menurut para ulama memiliki perbedaan pendapat. Menurut mayoritas ulama, termasuk yang tercantum dalam buku "Fiqih Sunnah 2" karya Sayyid Sabiq, larangan untuk berpuasa di hari Jumat bersifat makruh, kecuali jika seseorang juga berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah: "Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali jika ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya." (HR. Bukhari No. 1985 dan Muslim No. 1144).
Selain itu, dalam riwayat dari Juwairiyah binti al Harits, Nabi SAW juga menegaskan larangan berpuasa pada hari Jumat jika tidak diikuti oleh puasa pada hari sebelum atau sesudahnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, memberikan indikasi bahwa hukum berpuasa di hari Jumat sangat terkait dengan keterkaitan puasa tersebut dengan hari-hari sekitarnya.
Ada Perbedaan Pendapat Soal Ini
Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum puasa di hari Jumat. Ada yang berpendapat bahwa puasa di hari Jumat dimakruhkan karena hari tersebut dianggap sebagai hari raya atau untuk berbeda dengan kebiasaan kaum Yahudi yang juga berpuasa pada hari raya mereka.
Sementara ada pula yang berpendapat bahwa puasa di hari Jumat dimakruhkan karena hari tersebut dianjurkan untuk lebih fokus dalam beribadah.
Dalam kitab "Hukum Fiqih Seputar Hari Jumat" karya Syafri Muhammad Noor, dijelaskan bahwa hukum puasa di hari Jumat dapat beragam. Menurut Imam An-Nawawi, puasa di hari Jumat adalah makruh jika tidak diikuti dengan puasa pada hari sebelum atau sesudahnya.
Namun, dihukumi madhub oleh ulama Hanafiyah apabila puasa tidak diikuti di hari sebelum atau setelahnya. Hukum puasa di hari Jumat adalah mandub yang artinya bila dikerjakan akan berpahala dan bila tidak dikerjakan akan mendapatkan siksa.
Dalam hal ini, penting bagi umat Islam untuk memahami perbedaan pendapat ini dan mempertimbangkan dalil-dalil yang menjadi landasan masing-masing pendapat. Meskipun mayoritas ulama cenderung menganggap puasa di hari Jumat sebagai makruh jika tidak diikuti dengan hari-hari lainnya, terdapat juga pandangan yang menganggapnya mandub atau dianjurkan.
Masing-masing umat Islam dapat memilih pendapat yang diyakini paling mendekati kebenaran dan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap ajaran agama.
Advertisement
Aturan Puasa Ganti atau Qadha Ramadhan
Puasa ganti Ramadhan, atau yang disebut sebagai puasa qadha, memiliki ketentuan yang jelas dalam Islam.
Hukumnya Wajib Diganti
Pertama-tama, hukum puasa qadha ini adalah wajib, yang berarti setiap Muslim diwajibkan untuk mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal. Ini berlaku baik bagi mereka yang tidak berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau berada dalam perjalanan, dan lainnya.
Siapa Saja yang Wajib?
Menurut firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184, orang yang wajib mengganti puasa adalah mereka yang sakit atau berada dalam perjalanan sehingga tidak bisa berpuasa saat Ramadhan. Dalam hal ini, Allah memberikan keringanan kepada mereka untuk mengganti puasa tersebut pada hari-hari yang lain.
Perempuan yang sedang mengalami haid, hamil, nifas, atau menyusui juga diwajibkan untuk mengganti puasa mereka di hari-hari lain yang tidak bertentangan dengan kondisi tersebut.
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah ayat 184)
Waktu Puasa Ganti Ramadhan
Adapun waktu yang diperbolehkan untuk mengganti puasa qadha Ramadhan adalah pada hari-hari lain setelah bulan Ramadhan, mulai dari bulan Syawal hingga bulan Sya'ban. Beberapa mazhab juga menekankan pentingnya untuk mengganti puasa sebelum pertengahan bulan Sya'ban.
Namun, puasa qadha Ramadhan tidak boleh dilakukan pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa, seperti Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal) dan Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah). Selain itu, berpuasa juga diharamkan pada hari-hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Demikian, mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga menjadi bentuk ketaatan dan kedisiplinan terhadap ajaran Islam. Puasa qadha ini memberikan peluang kepada umat Muslim untuk mendapatkan pahala yang telah terlewatkan. Melalui pemahaman yang baik terhadap ketentuan ini, umat Muslim dapat melaksanakannya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan.