Hukum Puasa Nisfu Syaban dan Setelahnya, Ketahui Jumlah Harinya

Hukum puasa Nisfu Syaban adalah sunnah muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan.

oleh Laudia Tysara diperbarui 27 Feb 2024, 10:24 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2024, 10:15 WIB
Ilustrasi muslim, puasa, buka puasa, sahur
Gambaran keluarga muslim sedang berbuka puasa di bulan Ramadhan. (Image by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Puasa Nisfu Syaban, juga dikenal sebagai puasa setengah bulan Syaban, merupakan salah satu praktik ibadah sunnah yang dianjurkan dalam Islam. Hukum puasa Nisfu Syaban didasarkan pada hadis Rasulullah yang menyatakan pentingnya beribadah pada malamnya dan berpuasa pada harinya.

Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), tegaskan puasa Nisfu Syaban merupakan bagian dari tradisi Rasulullah yang digemari, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Nihayat al-Zain karya Syekh Nawawi al-Bantani.

Puasa Nisfu Syaban jatuh pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan Syaban dalam kalender Hijriah. Meskipun puasa ini tidak diwajibkan, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakannya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hukum puasa Nisfu Syaban adalah sunnah muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan, dan termasuk dalam kategori puasa tathawwu' atau puasa sunnah.

Selain puasa Nisfu Syaban, ada juga perdebatan terkait hukum puasa setelah Nisfu Syaban. Beberapa ulama memberikan pandangan berbeda terkait hal ini, terutama dalam mazhab Imam Syafi'i. Meskipun demikian, mayoritas ulama menyatakan bahwa tetap disunnahkan untuk berpuasa setelah Nisfu Syaban.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam hukum puasa Nisfu Syaban dan setelahnya, Selasa (27/2/2024).

Memahami Hukum Puasa Nisfu Syaban

Ilustrasi buka puasa, makan
Gambaran suami istri muslim sedang berdoa sebelum berbuka puasa. (Image by Freepik)

Puasa Nisfu Syaban adalah salah satu praktik ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Sebagaimana yang tertulis dalam buku Dakwah Kreatif Muharam, Maulid Nabi, Rajab dan Sya'ban oleh Dra. Hj. Udji Aisyah, M.Si., puasa ini merupakan bagian dari puasa tathawwu.’ Hukum puasa Nisfu Syaban adalah sunnah.

Puasa Nisfu Syaban memiliki posisi penting sebagai pendahuluan bagi puasa Ramadhan, sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. Beliau menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan bulan Syaban adalah bulan di mana Nabi SAW berpuasa dengan paling banyak selain Ramadhan.

Aisyah berkata: “Tidak kelihatan oleh saya Rasulullah SAW. melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidak satu bulan pun yang hari-harinya lebih banyak dipuasakan Nabi daripada bulan Syaban.” (HR. Bukhari No. 1869)

Menurut hadits yang disampaikan oleh Ibnu Majah, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk beribadah pada malam Nisfu Syaban dan berpuasa pada harinya. Hal ini menegaskan keutamaan dari ibadah puasa pada hari tersebut.

Puasa Nisfu Syaban Membawa Keberuntungan

Ahya A. Shobari dalam bukunya Kunci-Kunci Surga menjelaskan bahwa menjalankan puasa pada Nisfu Syaban dianggap membawa keberuntungan, karena Allah SWT telah mengharamkan jasad orang yang berpuasa pada bulan Syaban dari merasakan panasnya api neraka. Ini menunjukkan bahwa puasa Nisfu Syaban merupakan salah satu cara untuk mendapatkan keberkahan dan keampunan dari Allah SWT.

Bulan Syaban berada di antara dua bulan besar, yaitu Rajab dan Ramadhan. Meskipun hukum puasa Nisfu Syaban adalah sunnah, namun memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits lain yang diceritakan oleh Aisyah RA, beliau menjelaskan bahwa Rasulullah SAW rutin melaksanakan puasa Nisfu Syaban. Rasulullah SAW sempat puasa beberapa hari hingga dianggap akan terus melakukannya.

"Rasulullah SAW sempat puasa beberapa hari hingga kami berpikir dia akan terus melakukannya. Kemudian, Rasulullah SAW tidak puasa selama beberapa hari dan kami mengira dia tidak akan puasa lagi. Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyelesaikan puasa hingga satu bulan kecuali saat Ramadhan, dan aku tidak pernah melihatnya berpuasa sebanyak di bulan Sya'ban." (HR Abu Daud).

Namun, beliau juga tidak puasa selama beberapa hari sehingga ada kesan bahwa beliau tidak akan melanjutkan puasa tersebut. Aisyah RA mencatat bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menyelesaikan puasa hingga satu bulan kecuali saat Ramadhan, dan puasa beliau di bulan Syaban tidak pernah sebanyak puasa di bulan tersebut.

Praktik puasa Nisfu Syaban merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan dalam Islam. Melaksanakan puasa ini, umat Islam dapat mendapatkan keberkahan, ampunan, dan keberuntungan dari Allah SWT. Puasa Nisfu Syaban juga menjadi bagian dari persiapan spiritual bagi umat Islam menjelang bulan suci Ramadhan, sebagai waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amalan ibadah.

Jumlah Hari Puasa Nisfu Syaban

Puasa Nisfu Syaban adalah sebuah praktik sunnah yang dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 13, 14, dan 15 Syaban dalam kalender Hijriah. Dalil untuk melakukan puasa pada periode ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Abu Salamah dari Aisyah RA, di mana Nabi Muhammad SAW secara rutin melakukan puasa pada bulan Syaban, namun dengan pengecualian beberapa hari yang tidak dipuasakan.

Dalam riwayat lainnya, Aisyah RA juga mengungkapkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Syaban, menunjukkan pentingnya puasa pada bulan ini dalam praktek ibadah Rasulullah SAW.

"Aku tidak pernah melihat beliau (Rasulullah) berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Syaban. Beliau puasa pada bulan Syaban secara penuh, beliau puasa pada bulan Sya'ban kecuali sedikit hari (beliau tidak berpuasa)." (H.R. Ibnu Majah).

Penting untuk memahami bahwa puasa Nisfu Syaban bukanlah kewajiban, melainkan merupakan amalan sunnah yang dianjurkan. Dalam menjalankan puasa ini, umat Islam diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan melaksanakan puasa tersebut atau tidak. Namun, memperbanyak ibadah di bulan ini diyakini membawa keberkahan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kebolehan Puasa Nisfu Syaban di Hari Jumat

Terkait pelaksanaan puasa Nisfu Syaban di hari Jumat, sebagian ulama memberikan pandangan bahwa puasa sunnah, termasuk Nisfu Syaban, tidak sebaiknya dilakukan secara khusus pada hari Jumat kecuali disertai dengan puasa yang lain seperti puasa Daud atau puasa nazar.

Hal ini karena Jumat adalah hari yang memiliki keistimewaan sendiri, dan puasa yang dianjurkan pada hari tersebut adalah puasa wajib seperti puasa Ramadhan atau puasa kafarat.

Dalam praktiknya, puasa Nisfu Syaban dilakukan dengan cara yang sama seperti pelaksanaan puasa sunnah pada umumnya, dengan pengecualian pada niatnya. Niat puasa Nisfu Syaban dinyatakan dengan kalimat yang menjelaskan bahwa puasa tersebut dilaksanakan sebagai ibadah sunnah karena Allah SWT. Niat ini menjadi inti dari pelaksanaan puasa dan menyiratkan tujuan yang murni dalam menjalankan ibadah tersebut.

Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai literatur keagamaan, puasa Nisfu Syaban bukan hanya sekadar menjalankan ibadah, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bacaan Niat Puasa Syaban

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ شَعْبَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin 'an adaa'i sunnati Sya'bana lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Syaban esok hari karena Allah Ta'ala."

Memahami Hukum Puasa Setelah Nisfu Syaban

Ilustrasi buka puasa, Ramadan
Gambaran keluarga muslim sedang berbuka puasa di bulan Ramadhan. (Image by freepik)

Hukum puasa setelah Nisfu Syaban menjadi perbincangan di kalangan ulama dengan berbagai pendapat dalam mazhab Imam Syafi'i. Menurut penjelasan Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, orang yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa sebelum Nisfu Syaban dan tidak memiliki qadha puasa Ramadhan, dalam mazhab Imam Syafi'i terdapat dua pendapat terkait hukum berpuasa setelah Nisfu Syaban.

Ada yang berpendapat bahwa hukum puasa setelah Nisfu Syaban itu haram dilakukan, sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa itu makruh.

Buya Yahya kemudian memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa jumhur ulama, atau mayoritas ulama, menyatakan bahwa tetap disunnahkan untuk berpuasa setelah Nisfu Syaban. Meskipun ada perbedaan pendapat di dalam mazhab Imam Syafi'i sendiri, umat Islam diberikan kebebasan untuk memilih apakah ingin melaksanakan puasa setelah Nisfu Syaban atau tidak.

Dalam menanggapi hal ini, Buya Yahya menyarankan agar umat Islam yang ingin berpuasa setelah Nisfu Syaban agar melakukannya dengan cara yang benar, sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Nabi pernah memberikan petunjuk untuk tidak mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari setelah Nisfu Syaban, kecuali bagi laki-laki yang sudah berpuasa sebelumnya.

Sementara itu, sebagian ulama, seperti Syekh Wahbab al-Zuhaili, melarang puasa setelah Nisfu Syaban dengan alasan bahwa hari itu dianggap sebagai hari syak atau ragu. Dikhawatirkan orang yang berpuasa setelah Nisfu Syaban tidak menyadari masuknya bulan Ramadhan, sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian dalam menjalankan ibadah puasa sunnah Syaban.

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

Artinya:

"Ulama mazhab Syafii mengatakan, puasa setelah nisfu Sya'ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadha, baik wajib ataupun sunah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya'ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya'ban. Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nisfu Sya'ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya