Masa Iddah Pasca Perceraian bagi Muslimah, Simak Ketentuan dan Jenis-Jenisnya

Masa iddah pasca perceraian adalah periode penting yang harus dijalani dengan patuh terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 13 Mei 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi perceraian
Ilustrasi perceraian. (dok. cottonbro/Pexels/Brigitta Bellion)

Liputan6.com, Jakarta Masa iddah pasca perceraian adalah periode tunggu yang harus dilalui oleh seorang wanita setelah bercerai. Iddah memiliki arti penting dalam agama Islam, dan memiliki aturan yang harus diikuti oleh setiap muslimah yang mengalami perceraian. Selama masa iddah, wanita diwajibkan untuk menjaga kesucian dan ketenangan diri, serta menjalani kehidupan dengan tata cara yang baik.

Masa iddah pasca perceraian berlaku selama 90 hari. Akan tetapi, terdapat perbedaan aturan, tergantung pada kondisi fisik wanita tersebut. Bagi wanita yang masih mengalami haid, masa iddah ditetapkan sebanyak 3 kali suci. Setiap siklus menstruasi dihitung sebagai satu kali suci. Dalam hal ini, wanita harus menunggu hingga siklus menstruasi yang ke-3 selesai, sebelum masa iddah dapat dianggap selesai.

Bagi wanita yang tidak mengalami haid atau sudah tidak haid lagi, masa iddah pasca perceraian ditetapkan selama 90 hari. Pada masa iddah ini, seorang wanita dilarang untuk menikah atau melakukan hubungan intim dengan pria lain. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mantan pasangan, untuk meluruskan hubungan dan mempertimbangkan keputusan cerai yang telah diambil.

Selama masa iddah, seorang wanita juga diharuskan untuk tetap tinggal di rumah tempat tinggalnya. Berikut ini masa iddah dalam Islam yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (13/5/2024). 

 

Mengenal Apa Itu Masa Iddah

Ilustrasi pasangan, muslim
Ilustrasi pasangan, muslim. (Image by jcomp on Freepik)

Masa iddah yang diatur dalam hukum Islam, adalah periode tunggu yang harus dijalani oleh seorang wanita setelah ia kehilangan suaminya karena meninggal dunia atau melalui perceraian. Tujuan utama masa iddah adalah memberikan waktu bagi wanita tersebut untuk berduka, dan memulihkan diri secara emosional setelah mengalami kehilangan yang signifikan dalam kehidupannya.

Durasi masa iddah bervariasi tergantung pada status pernikahan dan kondisi tertentu. Seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya diwajibkan menjalani masa iddah selama empat bulan dan sepuluh hari, sementara bagi yang bercerai, masa iddahnya adalah tiga bulan.

Selama masa iddah, seorang wanita diharapkan untuk tinggal di rumahnya dan tidak diperbolehkan menikah, atau menjalin hubungan dengan pria lain. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada wanita tersebut untuk fokus pada proses penyembuhan, dan dukungan dari keluarga serta masyarakat sekitarnya.

Selain itu, selama masa iddah wanita diharapkan untuk menjaga penampilannya dengan baik, menjaga kebersihan diri, dan berpakaian sopan. Mereka juga dilarang untuk menghadiri acara sosial atau kegiatan hiburan, sehingga dapat fokus pada proses berduka dan penyembuhan diri.

Wanita yang menjalani masa iddah memiliki hak untuk menerima nafkah dari suaminya yang telah meninggal atau bercerai. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar mereka tetap terpenuhi selama periode ini.

 

Masa Iddah Perempuan Cerai dan Jenis-Jenisnya

Ilustrasi Sidang Cerai
(ilustrasi)

Selain ketentuan tentang putusan hukum yang tetap berlaku, hukum perkawinan dalam Islam mengakui keberadaan masa iddah atau idah. Masa iddah seperti yang didefinisikan oleh KBBI, adalah periode tunggu di mana seorang wanita yang berpisah dengan suaminya, baik karena talak atau perceraian karena kematian, tidak diizinkan untuk menikah lagi. 

Ketentuan masa iddah sendiri diatur dalam Pasal 153 ayat (2) KHI, yang aturannya sebagai berikut.

1. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.

2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 hari.

3. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

4. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Jenis-jenis masa iddah bagi wanita yang bercerai dengan suami diatur dalam Pasal Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berikut adalah penjelasan lengkapnya:

  1. Masa Iddah Talak 1: Masa iddah bagi perempuan yang ditalak satu kali memiliki durasi yang sama dengan masa iddah ketika perempuan ditinggal meninggal, yaitu selama 4 bulan 10 hari.
  2. Masa Iddah Talak 2: Masa iddah bagi perempuan yang ditalak dua kali memiliki durasi yang sama dengan masa iddah talak 1, yakni 4 bulan 10 hari, dihitung sejak hari pertama setelah talak.
  3. Masa Iddah Talak 3: Berbeda dengan masa iddah talak 1 dan 2, masa iddah bagi perempuan yang ditalak tiga kali berlangsung lebih singkat. Durasi masa iddah ini adalah 3 kali haid, sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam Al-Baqarah ayat 228.
  4. Untuk masa iddah istri yang menggugat cerai suami, durasi masa iddahnya sama dengan masa iddah talak 3, yaitu satu periode haid. Masa iddah ini dimulai sejak putusan pengadilan agama memperoleh kekuatan hukum tetap.

Hukum dari Menjalani Masa Iddah Bagi Muslimah

Ilustrasi perceraian
Ilustrasi perceraian. (Gambar oleh Steve Buissinne dari Pixabay)

Dalam agama Islam, iddah adalah masa yang harus dilalui oleh seorang perempuan setelah dicerai, baik itu karena perceraian yang diakibatkan oleh kematian suami (cerai mati) maupun perceraian hidup. Salah satu alasan penting di balik iddah ini adalah untuk mempertahankan hubungan darah, antara perempuan tersebut dengan suami sebelumnya. Ini menjadi sangat penting, karena ada kemungkinan bahwa perempuan tersebut sedang hamil dari suami sebelumnya, saat ia memilih untuk menikah kembali.

Perempuan yang sedang berada dalam masa iddah disebut sebagai mu’taddah. Waktu iddah ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu iddah cerai mati dan cerai hidup. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya disebut cerai mati (Mutawaffa 'anha), sedangkan perempuan yang dicerai oleh suaminya yang masih hidup disebut cerai hidup (Ghair Mutawaffa 'anha).

Selama masa iddah, seorang wanita harus memastikan apakah ia sedang hamil atau tidak, karena hal ini akan memengaruhi durasi masa iddah yang harus dijalani. Jika seorang wanita menikah kembali selama masa iddah dan kemudian hamil, akan muncul pertanyaan tentang ayah dari anak tersebut. Anak yang lahir dalam keadaan ini disebut sebagai "anak syubhat", yang artinya anak yang ayahnya tidak jelas.

Menurut ajaran Islam, menjalani masa iddah adalah kewajiban bagi setiap wanita yang telah dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya, baik ia sedang hamil atau tidak. Namun, ada pengecualian di mana seorang wanita tidak perlu menjalani masa iddahnya setelah perceraian. Salah satunya adalah ketika seorang wanita dicerai oleh suaminya sebelum mereka pernah berhubungan intim.

Dalam kasus ini, wanita tersebut tidak diwajibkan menjalani masa iddah. Ada konsekuensi serius jika seorang wanita melanggar masa iddahnya dengan menikah kembali sebelum masa iddah berakhir. Pernikahan wanita tersebut dianggap tidak sah menurut hukum Islam. Oleh karena itu, perempuan yang berada dalam masa iddah diharapkan untuk menahan diri dari menikah kembali, sebagai tanda penghormatan terhadap hubungan darah dengan suami sebelumnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya