Beda Saksi dan Tersangka dalam Kasus Hukum Pidana, Masyarakat Wajib Simak

Dalam kasus hukum, baik perdata maupun pidana, saksi memegang peranan penting sebagai pihak yang memberikan keterangan yang dapat mendukung proses penyidikan dan persidangan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 06 Jun 2024, 17:20 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 17:20 WIB
Ilustrasi hukum, keadilan
Ilustrasi hukum, keadilan. (Image by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Dalam sebuah kasus hukum, terdapat dua istilah yang sering digunakan yaitu tersangka dan terdakwa. Meskipun keduanya terkait dengan proses penyidikan dan peradilan tindak pidana, namun terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Lalu apa beda saksi dan tersangka dalam kasus hukum? Saksi adalah orang yang memiliki pengetahuan atau informasi yang relevan, terkait dengan suatu kejadian atau perbuatan yang menjadi objek peradilan.

Apa beda saksi dan tersangka dalam kasus hukum? Setelah mengatahui apa itu saksi, maka tersangka merupakan status hukum seseorang yang berada dalam tahap penyidikan suatu kasus. Seseorang dapat menjadi tersangka jika terdapat bukti permulaan yang patut diduga, sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan keadaan atau perbuatannya. Dalam status sebagai tersangka, seseorang memiliki hak-hak tertentu seperti hak untuk diduga tidak bersalah, hak untuk tetap berdiam diri, hak mendapatkan perlindungan hukum, dan hak lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Apa beda saksi dan tersangka dalam kasus hukum? Dalam proses peradilan, penyidikan oleh aparat penegak hukum memiliki tujuan untuk mengumpulkan bukti dan keterangan yang diperlukan agar kebenaran dalam suatu kasus dapat terungkap. Saksi yang memberikan keterangan merupakan salah satu pihak yang penting dalam upaya mencari kebenaran. Sebagai saksi, seseorang dianggap memiliki pengetahuan atau informasi yang relevan dengan kasus yang sedang diselidiki.

Berikut ini beda saksi dan tersangka dalam kasus hukum yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (6/6/2024). 

 

Saksi dan Tersangka dalam Kasus Hukum Pidana

Ilustrasi hukum. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi hukum. (Dok. Pixabay)

Dalam penyelesaian perkara pidana, kepastian dan penemuan fakta yang sebenarnya sangat diperlukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, hakim memerlukan berbagai alat bukti, salah satunya adalah keterangan saksi. Menurut Pasal 1 angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi adalah seseorang yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan mengenai suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Namun, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 mengenai Hukum Acara Pidana, definisi saksi diperluas. Putusan tersebut menyatakan bahwa saksi juga mencakup “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”. Dengan demikian, ruang lingkup saksi dalam proses pidana menjadi lebih luas, memungkinkan lebih banyak individu untuk memberikan keterangan yang relevan.

Keterangan yang diberikan oleh saksi di persidangan haruslah berdasarkan pengalaman langsung yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri. Keterangan tersebut tidak boleh didasarkan pada pendapat pribadi, pemikiran, dugaan, atau asumsi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan di pengadilan adalah akurat dan dapat diandalkan. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 14 KUHAP, tersangka adalah seseorang yang, karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan setelah melalui tahap penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang mengindikasikan suatu tindak pidana. Proses ini kemudian berlanjut ke tahap penyidikan, untuk mengumpulkan lebih banyak bukti dan memperjelas peran tersangka dalam tindak pidana tersebut. Dalam rangka menciptakan sistem peradilan yang adil dan efisien, penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum untuk memahami dan menghormati aturan yang berlaku mengenai alat bukti dan keterangan saksi. Hal ini akan membantu memastikan bahwa setiap perkara pidana diselesaikan dengan cara yang paling adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.  

Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Proses Hukum Pidana

Ilustrasi hukum, dissenting opinion
Ilustrasi hukum, dissenting opinion. (Image by freepik)

Dalam proses penyelesaian perkara pidana, tersangka dan terdakwa memiliki berbagai hak yang diakui dan dijamin oleh hukum. Hak-hak ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlakuan yang adil dan seimbang dalam proses hukum.Beberapa diantaranya:

Hak Umum Tersangka dan Terdakwa

1. Penjelasan Tuduhan

Tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan rinci mengenai tuduhan yang diarahkan kepadanya. Informasi ini harus disampaikan dalam bahasa yang dipahami oleh tersangka atau terdakwa. Hak ini sangat penting agar tersangka atau terdakwa dapat memahami sepenuhnya alasan di balik penahanan atau tuduhan yang dikenakan kepadanya. Dengan pengetahuan ini, tersangka atau terdakwa dapat mempersiapkan pembelaan yang diperlukan, termasuk menentukan apakah membutuhkan bantuan hukum. Penjelasan yang jelas juga mencakup uraian mengenai pasal-pasal hukum yang dilanggar serta bukti-bukti awal yang mendasari tuduhan tersebut.

2. Memberikan Keterangan Secara Bebas

Tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Ini berarti bahwa mereka dapat menyampaikan versi mereka sendiri tentang peristiwa yang terjadi tanpa adanya tekanan, paksaan, atau intimidasi dari pihak manapun. Keterangan ini harus didasarkan pada fakta-fakta yang mereka ketahui secara langsung dan bukan didasarkan pada asumsi atau spekulasi.

3. Mendapat Juru Bahasa

Jika tersangka atau terdakwa tidak memahami bahasa yang digunakan dalam proses hukum, mereka berhak mendapatkan juru bahasa. Juru bahasa ini bertugas untuk menerjemahkan semua percakapan, dokumen, dan keterangan yang diberikan selama proses hukum berlangsung. Hak ini memastikan bahwa tersangka atau terdakwa dapat mengikuti jalannya persidangan dengan baik dan memahami setiap tahap proses hukum.

4. Bantuan Hukum

Tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum yang dipilihnya sendiri. Mereka dapat memilih satu atau lebih penasihat hukum untuk mendampingi dan mewakili mereka selama proses hukum. Hak ini termasuk konsultasi hukum, pendampingan dalam persidangan, dan upaya pembelaan lainnya yang diperlukan untuk melindungi hak-hak mereka.

5. Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi, jika mereka ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang sah, atau jika terjadi kekeliruan mengenai identitas mereka atau penerapan hukum. Ganti kerugian meliputi kompensasi finansial atas kerugian yang dialami selama penahanan yang tidak sah. Rehabilitasi diberikan jika tersangka atau terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Rehabilitasi ini bertujuan untuk memulihkan nama baik dan reputasi mereka di masyarakat.

Hak dalam Proses Penangkapan

1. Tidak Ditangkap Secara Sewenang-wenang

Tersangka berhak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang. Penangkapan hanya boleh dilakukan jika terdapat bukti permulaan yang cukup yang menunjukkan bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana. Penangkapan harus didasarkan pada hukum dan tidak boleh dilakukan berdasarkan prasangka atau diskriminasi.

2. Penangkapan oleh Pihak Berwenang

Penangkapan harus dilakukan oleh petugas kepolisian yang berwenang dan dengan menunjukkan surat tugas serta surat perintah penangkapan. Surat perintah ini harus mencantumkan identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat tentang kejahatan yang dipersangkakan, dan tempat pemeriksaan. Hal ini memastikan bahwa penangkapan dilakukan secara sah dan transparan.

3. Memeriksa Surat Perintah Penangkapan

Tersangka berhak untuk memeriksa surat perintah penangkapan yang ditunjukkan oleh petugas. Mereka dapat memeriksa kebenaran identitas yang tercantum, alasan penangkapan, dan uraian singkat tentang kejahatan yang dipersangkakan. Hak ini memungkinkan tersangka untuk mengetahui dasar hukum dari penangkapannya dan memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam prosedur penangkapan.

4. Pemberitahuan kepada Keluarga

Keluarga tersangka berhak untuk segera diberitahukan tentang penangkapan tersebut. Pemberitahuan ini harus dilakukan secepat mungkin, tidak lebih dari 7 hari setelah penangkapan dilakukan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa keluarga mengetahui keberadaan tersangka dan dapat memberikan dukungan yang diperlukan, termasuk bantuan hukum.

5. Segera Diperiksa

Tersangka harus segera diperiksa oleh penyidik setelah ditangkap. Pemeriksaan ini harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu, untuk menentukan apakah tersangka dapat diajukan kepada penuntut umum atau harus dibebaskan. Pemeriksaan segera juga mencegah penahanan yang berkepanjangan tanpa alasan yang sah.

6. Dilepaskan Setelah Batas Waktu Penangkapan

Tersangka berhak untuk dilepaskan jika penangkapan melebihi batas maksimum satu hari. Ini berarti bahwa jika penyidik tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penahanan dalam waktu satu hari, tersangka harus segera dibebaskan.

Macam-Macam Saksi dalam Perkara Pidana

Ilustrasi aturan, regulasi, hukum
Ilustrasi aturan, regulasi, hukum. (Photo by Tingey Injury Law Firm on Unsplash)

 

Dalam sistem peradilan pidana, saksi-saksi memainkan peran penting dalam pengungkapan kebenaran tentang suatu peristiwa. Mereka menyumbangkan berbagai jenis keterangan yang dapat menjadi alat bukti dalam persidangan. Berikut ini adalah berbagai jenis saksi yang biasanya dihadirkan dalam proses hukum pidana:

1. Saksi Fakta

Saksi fakta adalah individu yang memberikan keterangan berdasarkan pengalaman langsung mereka terhadap peristiwa pidana. Mereka memberikan informasi tentang apa yang mereka lihat, dengar, dan alami sendiri. Keterangan dari saksi fakta sering kali menjadi bukti yang kuat dalam persidangan karena didasarkan pada pengalaman pribadi yang konkret.

2. Saksi Ahli

Saksi ahli adalah individu yang memiliki pengetahuan atau keahlian khusus dalam bidang tertentu dan memberikan keterangan yang diperlukan untuk menjelaskan aspek-aspek teknis atau ilmiah dari suatu perkara pidana. Keterangan dari saksi ahli membantu hakim dan juri memahami konteks yang kompleks atau teknis dalam kasus tersebut.

3. Saksi Korban

Saksi korban adalah individu yang menjadi korban dari tindak pidana dan memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan. Mereka memberikan informasi tentang pengalaman mereka sendiri terkait peristiwa yang terjadi, termasuk detail-detail tentang kejadian dan dampaknya.

4. Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)

Saksi pelaku yang bekerjasama adalah individu yang juga terlibat sebagai pelaku tindak pidana, tetapi mereka berkolaborasi dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kejahatan dan membantu dalam mengembalikan aset yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Mereka memberikan informasi penting kepada penegak hukum dan memberikan kesaksian di pengadilan sebagai bagian dari kesepakatan kerja sama.

5. Saksi De Auditu atau Saksi Hearsay

Saksi de auditu adalah individu yang memberikan keterangan berdasarkan apa yang mereka dengar dari orang lain, bukan dari pengalaman langsung mereka sendiri. Keterangan dari saksi jenis ini tidak selalu dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi dapat digunakan untuk memberikan konteks atau mendukung bukti lain dalam persidangan.

6. Saksi yang Memberatkan (A Charge)

Saksi yang memberatkan adalah individu yang memberikan keterangan yang mendukung tuduhan bahwa tersangka melakukan tindak pidana yang sedang diselidiki atau disidangkan. Mereka seringkali diajukan oleh jaksa penuntut umum dan kesaksiannya biasanya dicantumkan dalam surat dakwaan.

7. Saksi yang Meringankan (A de Charge)

Saksi yang meringankan adalah individu yang memberikan keterangan yang tidak mendukung tuduhan bahwa tersangka melakukan tindak pidana. Mereka sering diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum pada sidang pengadilan sebagai upaya untuk melemahkan bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

Dalam menghadirkan keterangan di pengadilan, saksi-saksi harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar keterangannya dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Syarat-syarat tersebut meliputi persyaratan formil, seperti ketepatan waktu dan prosedur, serta persyaratan materil, seperti kejujuran dan kredibilitas saksi. Dengan menggabungkan berbagai jenis keterangan dari saksi-saksi ini, hakim dan juri dapat membuat keputusan yang adil dan berdasarkan fakta dalam proses hukum pidana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya