Kasus Covid Indonesia Mulai Meroket Lagi, Pneumonia Jadi Biang Keroknya

Kasus Covid di Indonesia meningkat akibat varian baru.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 06 Jun 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 18:00 WIB
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID
Ilustrasi virus corona, COVID-19, Long COVID. (Photo by kjpargeter on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Kasus Covid Indonesia kembali meningkat akibat munculnya varian baru yang lebih menular. Jika sebelumnya tercatat 30-40 pasien dalam sepekan, kini angka kasus mingguannya melonjak menjadi 267 pasien dalam periode 28 November hingga 2 Desember 2023. Peningkatan ini menjadi perhatian serius, mengingat dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap kesehatan masyarakat.

Peningkatan kasus Covid Indonesia ini juga disertai dengan kenaikan jumlah pemeriksaan. Namun, di balik peningkatan ini, ada dugaan adanya varian baru yang memicu tingkat transmisi atau penularan yang lebih cepat dan mudah. Dua varian yang telah terdeteksi beredar di Indonesia, yaitu varian Eris EG.5 dan EG.2 di mana memiliki kesamaan dengan varian yang dilaporkan di Singapura.

Meskipun situasinya memerlukan kewaspadaan, pihak berwenang menekankan bahwa reaksi yang tepat adalah melengkapi vaksinasi booster. Bagi mereka yang baru menerima satu atau dua dosis vaksin Covid-19, vaksinasi booster diperlukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus.

Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk tidak panik, namun tetap waspada dan aktif dalam menjaga kesehatan dan keamanan mereka sendiri serta masyarakat sekitarnya. Langkah-langkah pencegahan, termasuk mematuhi protokol kesehatan dan menerima vaksinasi, tetap menjadi kunci dalam mengatasi tantangan yang dihadapi akibat peningkatan kasus Covid Indonesia terbaru.

Berikut ini kasus Covid Indonesia pada rentang waktu 2023 hingga kini yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, (6/6/2024). 

Mengenal Kasus Covid Indonesia Subvarian EG.5

Virus Covid-19 di Indonesia
Ilustrasi virus Covid-19 yang merajalela di Indonesia. /pixabay.com Geralt

Subvarian EG.5 yang juga dikenal sebagai Eris, muncul sebagai varian baru dari COVID-19. Nama "Eris" diambil dari dewi Yunani yang melambangkan perselisihan dan persengketaan. Namun, lebih dari sekadar sebuah nama, Eris merepresentasikan sebuah tantangan baru dalam pertempuran melawan pandemi. Dengan turunannya dari varian Omicron, Eris telah menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia. Menurut laporan dari CNBC Indonesia, varian Epsilon Gamma (EG.5) termasuk dalam kategori varian yang mendapatkan sorotan khusus, di mana dikenal sebagai variants of concern (VOC).

Varian ini mendapat perhatian khusus karena potensi dampak signifikan yang mungkin dimilikinya terhadap penyebaran penyakit, tingkat keparahan, atau efektivitas vaksin. Seperti halnya dengan virus lainnya, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 juga mengalami mutasi seiring berjalannya waktu. Mutasi ini dapat memunculkan varian baru COVID yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dari virus sebelumnya, seperti tingkat penularan, tingkat keparahan penyakit, atau kemampuan untuk menghindari kekebalan yang diberikan oleh vaksin. Menurut penelitian dari Yale University, subvarian EG.5 menunjukkan tingkat penularan yang lebih cepat daripada subvarian Omicron yang muncul pertama kali pada November 2021. Dampaknya, lonjakan kasus COVID-19 terjadi di banyak negara, memicu kekhawatiran global akan gelombang baru dari pandemi ini.

Di Amerika Serikat, varian Eris menjadi sorotan utama pada akhir September, dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat peningkatan kasus penularan sebesar 29.4 persen. Meskipun tingkat keparahan infeksinya tidak lebih buruk dari varian Delta, kekhawatiran muncul karena kemampuannya untuk menghindari kekebalan yang diperoleh dari vaksin. Subvarian EG.5 memiliki mutasi baru pada protein spike, yang memungkinkannya untuk menghindari sebagian kekebalan yang diperoleh melalui infeksi atau vaksinasi. Hal ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikannya sebagai "variant of interest," yang menandakan pentingnya pemantauan dan respons yang cermat dari negara-negara di seluruh dunia. Terkait dengan situasi di Indonesia, lonjakan kasus COVID-19 baru-baru ini juga didominasi oleh Subvarian EG.5. Dengan karakteristiknya yang mudah menyebar dan kemampuannya untuk menghindari kekebalan, subvarian ini menjadi perhatian serius bagi otoritas kesehatan dan masyarakat secara keseluruhan.

 

 

Gejala Varian Eris (EG.5)

Varian Baru Virus Corona
Varian terbaru Covid-19, Omicron XE memiliki gejala yang mirip layaknya penyakit flu. / pixabay.com Muhammed Hasan

Infeksi varian Epsilon Gamma (EG.5) yang lebih dikenal sebagai Eris, menimbulkan gejala yang serupa dengan gejala umum COVID-19. Namun, terdapat beberapa gejala khas yang lebih sering dilaporkan oleh pasien yang terinfeksi varian ini, yang meliputi:

  1. Sakit Kepala: Merupakan salah satu gejala yang sering dilaporkan, bisa terjadi secara berulang atau konstan.
  2. Gejala Alergi: Seperti bersin, hidung tersumbat, dan iritasi mata.
  3. Demam atau Meriang: Suhu tubuh yang meningkat, disertai dengan rasa tidak nyaman di seluruh tubuh.
  4. Batuk: Baik batuk kering maupun batuk berdahak dapat terjadi.
  5. Sesak Napas: Perasaan tercekik atau kesulitan bernapas.
  6. Kelelahan: Rasa lelah yang berlebihan dan terus-menerus.
  7. Rasa Pegal di Badan dan Otot: Nyeri pada otot atau rasa tidak nyaman di seluruh tubuh.
  8. Sakit Tenggorokan: Tenggorokan terasa sakit dan teriritasi.
  9. Hidung Berlendir: Produksi lendir yang meningkat, disertai dengan hidung meler.
  10. Mual dan Muntah: Perasaan ingin muntah atau mual yang berkepanjangan.
  11. Diare: Perubahan frekuensi buang air besar dengan konsistensi feses yang lebih cair.
  12. Kehilangan Penciuman dan Pengecapan: Meskipun jarang, beberapa pasien melaporkan kehilangan kemampuan untuk mencium dan mengecap.

Penanganan Varian Eris

1. Isolasi Mandiri untuk Gejala Ringan

  1. Pasien dengan gejala ringan disarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah.
  2. Pantauan suhu tubuh dan saturasi oksigen secara rutin.
  3. Konsumsi obat antivirus dan obat simptomatik sesuai petunjuk dokter.

2. Perawatan Rumah Sakit

  1. Pasien dengan gejala berat atau komorbiditas memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
  2. Pemantauan intensif oleh tim medis.Pemberian terapi oksigen jika diperlukan, untuk memastikan kadar oksigen yang cukup dalam darah.
  3. Pemberian obat antivirus, antiinflamasi, dan pengencer darah sesuai kebutuhan.
  4. Intervensi medis seperti ventilasi mekanis atau ECMO jika diperlukan untuk mempertahankan fungsi organ vital.

Meskipun varian Eris menimbulkan beberapa kekhawatiran, responsif terhadap gejala dan strategi vaksinasi yang disesuaikan dapat membantu mengendalikan dampaknya. Tetap penting untuk terus memantau perkembangan penelitian dan pandemi guna mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai dengan situasi terkini. Dengan pendekatan yang cermat dan kolaboratif, kita dapat menangani tantangan yang ditimbulkan oleh varian virus ini dengan lebih efektif dan efisien.

Fakta Seputar Kasus Covid Indonesia Terbaru

Ajakan Untuk Segera Vaksin Booster
Ilustrasi vaksinasi COVID-19. (Sumber foto: Pexels.com).

1. Gejalanya Tak Lebih Berat Dibanding Varian Corona Lainnya

Menurut penjelasan dr. Erlina seorang dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), gejala COVID-19 yang disebabkan oleh infeksi varian EG.5 cenderung mirip dengan varian Corona yang sudah dikenal sebelumnya. Namun, ada satu perbedaan penting yaitu mereka yang terkena varian ini mungkin mengalami penurunan titer antibodi, karena tingkat perlindungan dari vaksin COVID-19 dapat menurun dalam beberapa bulan setelah vaksinasi terakhir. Gejala umum seperti hidung meler, nyeri tenggorok, nyeri otot, dan nggak enak badan adalah hal yang umum terjadi. Dengan demikian, gejalanya tidak terlalu berbeda, lebih mirip-mirip saja.

2. Dikhawatirkan Menular Lebih Cepat

Varian EG.5 sangat mirip dengan varian Omicron yang sudah tersebar sebelumnya. Menurut dr. Albert Ko, seorang dokter penyakit menular dan profesor di Yale School of Public Health, varian ini cenderung lebih mudah menular. Bahkan, ada dugaan bahwa EG.5 bisa lebih menular dibandingkan dengan varian XBB lainnya. Meskipun belum ada penjelasan pasti mengenai hal ini, WHO sebelumnya sempat mengindikasikan bahwa EG.5 memiliki sifat pelepasan kekebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan varian lainnya. WHO bahkan menyebutkan bahwa EG.5 bisa menyebabkan peningkatan kasus secara signifikan, dan menjadi varian yang dominan di beberapa negara atau bahkan secara global.

3. Sudah Ada di Indonesia Sejak Juli 2023

Menurut dr. Erlina, peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia kali ini mungkin tidak hanya disebabkan oleh varian EG.5, tetapi juga karena penurunan antibodi di masyarakat, yang disertai dengan tingginya mobilitas dan interaksi tatap muka. Varian EG.5 sendiri sudah terdeteksi di Indonesia sejak bulan Juli, bahkan angka penyebarannya hampir mencapai 20 persen ketika varian ini mendominasi. Meskipun begitu, gejala yang ditimbulkan oleh varian ini cenderung ringan dan tidak mengakibatkan lonjakan kasus atau peningkatan perawatan di rumah sakit. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya