Alasan Gereja Melarang Perceraian Beserta Hukumnya, Simak Landasan dalam Alkitab

Alasan Gereja melarang perceraian karena dianggap bertentangan dengan kehendak Tuhan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 13 Jun 2024, 13:10 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2024, 13:10 WIB
Ilustrasi Sidang Cerai
Ilustrasi Sidang Cerai

Liputan6.com, Jakarta Perceraian adalah suatu hal yang dihindari oleh gereja, karena perceraian bertentangan dengan kehendak Tuhan. Alasan Gereja melarang perceraian dikarenakan Allah membenci perceraian. Sebab menurut-Nya, pernikahan adalah ikatan suci dan tidak boleh diputus dengan alasan apapun.

Seperti tertulis dalam Matius 19:6, Yesus sendiri mengatakan, "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Hal ini menunjukkan bahwa perceraian bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Alasan Gereja melarang perceraian karena akan memberikan dampak negatif, terhadap pasangan suami-isteri serta keluarga mereka. Perceraian dapat menyebabkan keretakan dalam hubungan keluarga, mengakibatkan penderitaan emosional dan psikologis bagi anggota keluarga yang terlibat. Selain itu, perceraian juga dapat mempengaruhi perkembangan anak-anak yang berada dalam keluarga yang bercerai.

Gereja memandang pernikahan sebagai institusi yang dikaruniakan oleh Tuhan, maka harus dilindungi dan dijaga keutuhannya. Alasan Gereja melarang perceraian juga karena bertentangan dengan prinsip kasih yang diajarkan oleh Tuhan. Tuhan mengajarkan untuk saling mengasihi dan menjaga satu sama lain dalam pernikahan.

Ketika pasangan suami-isteri menghadapi masalah dalam pernikahan mereka, gereja mengajarkan untuk mencari solusi melalui komunikasi yang baik, kerendahan hati dan memohon bantuan dan petunjuk Tuhan. Berikut ini alasan Gereja melarang perceraian yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (13/6/2024). 

Gereja Katolik Melarang Perceraian

Perceraian
(ilustrasi)

Gereja Kristen khususnya Katolik menentang dengan keras adanya perceraian. Alasan utama dari larangan ini adalah karena perceraian dianggap bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam Kitab Suci, tepatnya dalam Matius 19:6, Yesus mengatakan, "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Dalam pandangan Katolik dan Protestan, perkawinan dianggap sebagai persekutuan yang diwariskan oleh Tuhan. Ia memberikan kesatuan dan keterikatan yang kuat, yang tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Tuhan menciptakan perkawinan sebagai ikatan suci yang tidak boleh dirusak. Oleh karena itu, orang-orang yang telah menikah dalam gereja dianggap sudah diikat dalam persekutuan yang tidak bisa digugat-gugat hingga mati.

Gereja juga mengajarkan bahwa perceraian adalah tindakan yang melanggar kehendak Tuhan, karena Tuhan membenci adanya perceraian. Gereja berjuang untuk mempertahankan kesatuan perkawinan, membantu pasangan yang mengalami kesulitan dalam hubungan mereka, untuk mencari jalan keluar yang saling memperkuat dan memperbaharui ikatan perkawinan. Gereja juga mengingatkan bahwa kehidupan berumah tangga merupakan panggilan dari Tuhan, yaitu panggilan untuk saling memberikan kasih dan pengorbanan. Dalam mengajarkan larangan perceraian, Gereja ingin menjaga keutuhan keluarga dan memperkuat ikatan cinta antara suami dan istri. Melalui prinsip ini, Gereja berharap dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai di dalam Kristus.

Hukum Tentang Perceraian

Ilustrasi pasangan bercerai
Co-parenting adalah metode pengasuhan anak jika orangtuanya bercerai. (Foto: Pexels/cottonbro studio)

Perkawinan pada dasarnya merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip ini menekankan bahwa pernikahan bukan hanya tentang hubungan fisik, tetapi juga tentang ikatan spiritual dan emosional yang mendalam antara dua individu yang berkomitmen untuk hidup bersama.

Untuk mencapai tujuan perkawinan yang membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, penting bagi suami istri untuk saling membantu dan melengkapi satu sama lain. Hal ini tidak hanya membantu dalam pengembangan kepribadian masing-masing, tetapi juga dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Dalam hubungan yang sehat, suami dan istri bekerja sama untuk mengatasi tantangan hidup dan membangun fondasi yang kuat untuk keluarga mereka.

Perlu juga dipahami bahwa undang-undang perkawinan dan perubahannya menganut prinsip, untuk mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini berarti bahwa perceraian hanya dapat terjadi dengan alasan-alasan tertentu dan harus dilakukan di depan sidang pengadilan. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa perceraian bukanlah keputusan yang diambil dengan mudah, tetapi melalui pertimbangan yang matang dan alasan yang kuat.

Mengutip dari Hukum Gereja Mengenai Pernikahan Katolik dalam laman Keuskupan Agung Jakarta, disebutkan bahwa perkawinan Katolik adalah perjanjian (foedus) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk membentuk kebersamaan hidup. Dalam konteks ini, perkawinan tidak hanya dilihat sebagai kontrak hukum, tetapi sebagai perjanjian sakral yang melibatkan komitmen spiritual dan emosional.

Perkawinan Katolik memiliki tiga tujuan utama, yaitu kesejahteraan suami-istri, kelahiran anak, dan pendidikan anak. Dalam ajaran Gereja Katolik, perkawinan itu berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan, bersifat monogam dan indissolubile. Monogam berarti satu laki-laki dengan satu perempuan, sedangkan indissolubile artinya setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang dibaptis (ratum) secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan, maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian.

 

Ayat Alkitab yang Menentang

perceraian
ilustrasi perempuan/Photo by Caio Resende from Pexels

Dalam Alkitab, ada beberapa ayat yang membahas tentang perceraian dan memberikan pandangan tentang pentingnya menjaga kesucian perkawinan. Berikut adalah beberapa ayat yang secara eksplisit melarang atau menentang perceraian:

Perjanjian Lama

Maleakhi 2:16

“Sebab Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel—juga orang yang menutupi dirinya dengan kekerasan seperti dengan pakaian, firman Tuhan semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat.”

Perjanjian Baru

Matius 5:31-32:

“Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzina; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”

Matius 19:3-9:

“Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ Kata mereka kepada-Nya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isteri-isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”

Markus 10:2-12:

“Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Dia mereka bertanya kepada-Nya: ‘Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?’ Tetapi jawab-Nya kepada mereka: ‘Apa perintah Musa kepada kamu?’ Jawab mereka: ‘Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menulis perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: ‘Siapa saja yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”

1 Korintus 7:10-11

“Kepada orang-orang yang sudah kawin, aku—bukan aku, tetapi Tuhan—perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya