9 Fakta Menarik Suku Baduy di Pedalaman Banten, Jarang Diketahui

Perbedaan antara keduanya sangat jelas, di mana Suku Baduy Luar telah sedikit berbaur dengan masyarakat luar, bahkan menggunakan teknologi modern seperti elektronik dalam beberapa hal.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 20 Jun 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2024, 15:00 WIB
Rangkaian Tradisi Adat Ngaseuk Suku Baduy Luar
Masyarakat adat Suku Baduy melakukan Tarian Ngalage usai rangkaian tradisi adat Ngaseuk di kampung Karangkerit, desa Bojong Menteng, Banten, Senin (1/11/2021). Tradisi Ngaseuk merupakan musim tanam untuk suku Baduy yang nanti hasil panen untuk upeti pemerintah daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Suku Baduy merupakan salah satu suku yang dari Indonesia, terutama karena mereka mempertahankan nilai-nilai budaya dan adat istiadat leluhur mereka dengan sangat kuat. Wilayah tempat tinggal Suku Baduy bahkan diresmikan sebagai wilayah Cagar Budaya Pegunungan Kendeng, Banten oleh pemerintah.

Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Perbedaan antara keduanya sangat jelas, di mana Suku Baduy Luar telah sedikit berbaur dengan masyarakat luar, bahkan menggunakan teknologi modern seperti elektronik dalam beberapa hal. Sementara Suku Baduy Dalam mempertahankan tradisi dan aturan yang sangat konservatif, menjaga keaslian budaya mereka dengan tidak menggunakan teknologi, kendaraan, dan menjaga agar tidak terjadi perkawinan dengan orang luar Suku Baduy.

Kehidupan yang terisolir dari dunia luar ini merupakan usaha untuk menjaga keaslian budaya mereka. Berikut fakta-fakta menarik suku Baduy di pedalaman Banten yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (20/6/2024).


1. Nenek Moyang Suku Baduy

Suku Baduy Zero COVID-19 dan Wasiat Leluhurnya
Suku Baduy yang tinggal di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Banten (Dok. pribadi Desmawati / Liputan6.com)

Sama seperti masyarakat di luar Baduy, Suku Baduy meyakini bahwa Nabi Adam adalah nenek moyang pertama mereka. Menurut kepercayaan mereka, Nabi Adam dan penduduk Baduy memiliki tugas spiritual untuk menjaga harmoni dunia melalui bertapa atau mandita.

Sejarah Suku Baduy juga tak terlepas dari keberadaan Kerajaan Pajajaran pada abad ke-11 dan ke-12. Kerajaan ini menguasai sebagian besar wilayah Banten, Bogor, Priangan, hingga Cirebon. Pada era tersebut, penguasa yang berkuasa adalah Raja Prabu Bramaiya Maisatandraman atau Prabu Siliwangi. Seiring masuknya agama Islam pada abad ke-15 yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari Gujarat dan Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo dari Cirebon, kekuasaan Kerajaan Pajajaran mulai merosot karena banyaknya penduduk yang memeluk agama Islam.

Sebagian raja, senopati, dan pengikutnya kemudian meninggalkan Kerajaan Pajajaran dan memutuskan untuk menetap di hutan belantara di arah selatan, mengikuti aliran sungai. Keturunan mereka hingga saat ini mendiami Kampung Cibeo, yang merupakan tempat tinggal orang Suku Baduy Dalam. 

2. Perjodohan Tradisional

Suku Baduy masih menerapkan perjodohan tradisional di mana para orang tua akan menjodohkan anak-anak mereka dengan sesama Suku Baduy. Ketika anak perempuan mencapai usia 14 tahun, orang tua langsung mencarikan pasangan dari Suku Baduy Dalam. Namun, orang tua laki-laki dari Baduy Dalam memiliki kebebasan untuk memilih pasangan yang cocok bagi anak mereka. Meskipun demikian, ada beberapa kasus di Baduy Luar yang menikah dengan orang di luar Suku Baduy.

3. Cita-cita Sederhana

Suku Baduy memiliki cita-cita yang sangat sederhana dan mulia. Mereka tidak memiliki ambisi yang besar, tetapi hanya berharap dapat membantu orang tua mereka dalam berladang. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kesederhanaan dan pengabdian kepada keluarga yang kuat dalam budaya mereka.


4. Kepala Adat Pu'un

Suku Baduy merupakan suku tertua di Indonesia (Istimewa)
Suku Baduy merupakan suku tertua di Indonesia (Istimewa)

Suku Baduy memiliki kepala adat yang disebut Pu'un, yang memiliki kedudukan yang sangat dihormati di komunitas mereka. Pu'un memiliki otoritas dalam mengatur kegiatan pertanian seperti penanaman dan panen. Selain itu, Pu'un juga bertanggung jawab dalam urusan pengobatan bagi orang yang sakit di Suku Baduy. Hanya warga tertentu yang diizinkan bertemu dengan Pu'un, menunjukkan pentingnya posisi ini dalam struktur sosial dan budaya Suku Baduy.

5. Larangan Berkunjung Selama Kawalu

Kawalu adalah tradisi puasa yang dilakukan oleh Suku Baduy selama satu hingga tiga bulan berturut-turut. Selama Kawalu, warga Baduy Dalam melarang orang dari luar memasuki wilayah mereka. Bahkan, orang orang lupun hanya diperbolehkan ke Baduy Luar dan tidak boleh menginap. Mereka meyakini bahwa Kawalu adalah kegiatan sakral yang harus dilakukan tanpa gangguan dari luar. Selama puasa ini, mereka juga memanjatkan doa untuk nenek moyang mereka.

6. Ayam adalah Makanan Mewah

Meskipun ayam adalah makanan umum bagi kebanyakan orang, bagi Suku Baduy Dalam, ayam dianggap sebagai makanan mewah. Mereka hanya menyantap ayam sekali dalam sebulan atau pada saat upacara adat. Hal ini menunjukkan nilai-nilai kesederhanaan dan penghormatan terhadap sumber daya alam yang mereka miliki.


7. Pakaian Hitam, Putih, dan tidak Memakai Alas Kaki

Rangkaian Tradisi Adat Ngaseuk Suku Baduy Luar
Masyarakat adat Suku Baduy Luar jalan kaki menuju tempat rangkaian tradisi adat Ngaseuk di kampung Karangkerit, desa Bojong Menteng, Banten, Senin (1/11/2021). Tradisi Ngaseuk merupakan musim tanam untuk suku Baduy yang nanti hasil panen untuk upeti pemerintah daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Suku Baduy memiliki aturan yang ketat terkait pakaian mereka. Mereka hanya boleh menggunakan dua warna utama, yaitu hitam dan putih. Warna hitam umumnya digunakan oleh orang Baduy Luar, sementara Baduy Dalam selalu mengenakan pakaian putih. Selain itu, orang Baduy Luar juga bisa menggunakan warna biru gelap, yang memiliki makna kesederhanaan. Pemakaian warna ini memiliki arti simbolis yang dalam bagi masyarakat Baduy, menandakan identitas, kesucian, dan ketaatan terhadap adat-istiadat nenek moyang mereka.

Aturan ketat Suku Baduy lainnya adalah larangan mengenakan alas kaki, termasuk sendal atau sepatu. Hal ini berlaku untuk semua orang, termasuk orang Baduy Luar saat mereka bepergian keluar dari kampung. Meskipun demikian, kondisi lingkungan di kampung Baduy masih sangat alami dan aman untuk dijinak, sehingga mereka nyaman tanpa alas kaki.

8. Masih Menganut Agama Nenek Moyang

Suku Baduy masih menjalankan kepercayaan nenek moyang yang dikenal dengan ajaran Sunda Wiwitan. Mereka memiliki kitab suci sendiri yang bernama Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Ini menunjukkan betapa kuatnya kepercayaan tradisional dan penghormatan terhadap warisan budaya nenek moyang di tengah arus modernisasi dan agama-agama resmi yang diakui negara.

9. Rumah Tanpa Semen yang Hijau dan Asri

Suku Baduy hidup tanpa teknologi modern, termasuk pembangunan rumah yang menggunakan bahan alami seperti kayu dan bambu tanpa semen. Hal ini membuat rumah-rumah mereka terlihat sangat hijau dan terpadu dengan alam sekitar. Pendekatan ini mencerminkan kesederhanaan, kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam, serta keinginan untuk hidup berdampingan secara harmonis dengan lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya