Mengapa Pilkada DKI Diundur Sampai 2024? Ternyata Sudah Diatur Sejak 2016

Alasan mengapa Pilkada DKI diundur ke 2024 bertujuan untuk menyelaraskan jadwal pemilihan dengan daerah lainnya.

oleh Laudia Tysara diperbarui 12 Jul 2024, 15:50 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2024, 15:50 WIB
20170124-Proses Pelipatan Surat Suara-Jakarta
Petugas melipat surat suara Pilkada DKI Jakarta 2017 di Gudang Logistik KPU Jakarta Pusat, Senin (24/1). Nantinya semua surat suara akan di distribusikan ke 1.237 TPS di seluruh wilayah Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang semula dijadwalkan pada tahun 2022, diundur hingga 2024. Mengapa Pilkada DKI diundur? Penundaan ini merupakan hasil keputusan pemerintah dan DPR yang telah disepakati sejak 2016. Pilkada serentak di seluruh Indonesia, termasuk Pilkada DKI, akan dilaksanakan pada 27 November 2024.

Alasan mengapa Pilkada DKI diundur ke 2024 bertujuan untuk menyelaraskan jadwal pemilihan dengan daerah lainnya di Indonesia. Keputusan ini diambil untuk memastikan stabilitas politik dan pemerintahan yang lebih baik. Kebijakan ini berdampak pada perpanjangan masa jabatan beberapa kepala daerah yang habis pada 2022 dan 2023.

Pada 2024, Pilkada akan diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia, termasuk DKI Jakarta. Pemungutan suara akan berlangsung pada 27 November 2024. Keputusan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur jadwal Pilkada serentak.

Berikut Liputan6.com ulas alasan mengapa Pilkada DKI diundur 2024, Jumat (12/7/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengapa Pilkada DKI Diundur pada 2022 Lalu?

20170413-Distribusi Logistik Pilkada DKI-Fanani
Petugas Pemungutan Suara (PPS) mengecek 104 kotak suara di Kelurahan Menteng, Jakarta, Kamis (13/4). Sebagian besar logistik untuk Pilkada DKI 2017 pada 19 April mendatang telah didistribusikan sampai tingkat kelurahan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pilkada DKI Jakarta yang semula dijadwalkan pada 2022 diundur ke 2024 berdasarkan keputusan pemerintah dan DPR. Pengunduran ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dikutip dari UU tersebut, pemungutan suara serentak nasional untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota di seluruh Indonesia dilaksanakan pada November 2024.

Undang-Undang ini juga menyebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, bupati, dan walikota yang berakhir masa jabatannya pada 2022 dan 2023, akan diangkat penjabat sementara. Kementerian Dalam Negeri akan menunjuk pejabat sementara hingga terpilih kepala daerah yang baru melalui Pilkada serentak pada 2024. Hal ini memastikan tidak ada kekosongan kekuasaan selama masa transisi.

Anies Baswedan, yang masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir pada 2022, juga akan digantikan oleh pejabat sementara. Anies menyatakan bahwa ia akan memanfaatkan masa akhir kepemimpinannya untuk menuntaskan program-program yang telah direncanakan. Ia mengaku tidak bisa berkampanye di tahun terakhir masa jabatannya karena tidak ada Pilkada pada 2022.

Dalam keterangan resminya dikutip dari laman website resmi KPU, mantan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, menjelaskan bahwa penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada 2024 bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Pemilu diadakan pada 14 Februari 2024 untuk memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif, sementara Pilkada akan digelar pada 27 November 2024. Menurutnya, penyelenggaraan serentak ini akan menciptakan harmoni dan sinkronisasi dalam pemerintahan.

"Menyerentakkan Pemilu dan Pilkada pada tahun yang sama dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil, karena konstelasi politiknya yang akan mengawal 5 tahun ke depan," ungkapnya.

Penyerentakan pemilu dan pilkada juga bertujuan untuk menghindari potensi ancaman terhadap konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu. Mahkamah Konstitusi (MK) memperkuat kepastian hukum terkait pelaksanaan serentak ini melalui Putusan Nomor 12/PUU/XXII/2024. Putusan ini menegaskan bahwa jadwal pelaksanaan harus dipatuhi sesuai peraturan yang ada.

Dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan, pelaksanaan Pilkada serentak juga dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil selama lima tahun ke depan. Konstelasi politik yang dihasilkan dari pemilu dan pilkada serentak akan mengawal jalannya pemerintahan dengan lebih baik. Ini merupakan langkah strategis untuk memastikan pemerintahan berjalan secara efektif dan efisien.


Apakah Benar Pilkada DKI Diundur Lagi pada 2024?

Pendistribusian Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Pusat
Distribusi perlengkapan pemilu se-kecamatan Tanah Abang berupa kotak suara, bilik suara, alat coblos dan bantalan masing-masing sebanyak 1.992 buah serta tinta 996 buah untuk 498 TPS yang berada di Kecamatan Tanah Abang. (merdeka.com/Imam Buhori)

Usai KPU menetapkan Pilkada serentak 2024 digelar 27 November, ada 13 kepala daerah yang menginginkan jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak diatur ulang mundur menjadi 2025. Mereka mengajukan gugatan uji materi terkait Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya tidak mengabulkan permintaan 13 kepala daerah tersebut. Hakim Konstitusi Saldi Isra menegaskan bahwa jadwal pemungutan suara serentak nasional untuk pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 201 Ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yaitu bulan November 2024. Putusan MK nomor 12/PUU-XXII/2024 ini menegaskan bahwa jadwal pelaksanaan harus dipatuhi sesuai peraturan.

Ketua MK Suhartoyo mengatakan, permintaan yang dikabulkan hanya memperjelas Pasal 201 ayat 7. Pasal itu sebelumnya berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024."

Pasal tersebut kemudian diubah dengan norma baru bahwa mereka menjabat sampai dengan dilantiknya pejabat baru hasil pemilihan serentak 2024, sepanjang tidak melewati lima tahun masa jabatan. Putusan ini menjawab gugatan dari 13 kepala daerah yang merasa dirugikan karena masa jabatannya terpotong satu tahun akibat Pilkada serentak. Mereka meminta agar Pilkada untuk 270 daerah baru digelar pada Desember 2025. Namun, permintaan ini ditolak oleh MK.

Sementara itu, beberapa kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum 2024 antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Mereka akan digantikan pejabat sementara hingga Pilkada 2024 selesai dilaksanakan. Hal ini memastikan tidak ada kekosongan pemerintahan di daerah-daerah tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya