Profil Rieke Diah Pitaloka, Aktivis dan Politisi yang Berani Cecar Menkop Budi Arie soal Judi Online

Ia dikenal sebagai politisi DPR RI yang lantang membela hak rakyat.

oleh Rizka Muallifa diperbarui 08 Nov 2024, 10:50 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2024, 10:50 WIB
Rieke Diah Pitaloka
Rieke Diah Pitaloka geram mendengar vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Ia ikut menggemakan tagar Justice for Dini Sera dan mendukung keluarga korban. (Foto: Dok. Instagram @riekediahp)

Liputan6.com, Jakarta Kasus judi online yang menyeret 11 Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Komunikasi Digital RI memicu reaksi keras dari Rieke Diah Pitaloka, artis sekaligus anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.

Mengutip Liputan6.com, Anggota Komisi VI ini mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kejahatan siber, terutama setelah sebelumnya Budi Arie Setiadi, Menteri Koperasi yang pernah menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika, berjanji akan "menyikat" mafia judi dan pinjol ilegal.

Rieke mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia kini terjerat utang pinjol hingga mencapai Rp138 triliun, yang ia sebut sebagai dampak dari lemahnya regulasi di bidang digital.

Biografi

Rieke Diah Pitaloka, seorang politisi yang dikenal vokal di DPR RI, telah melalui perjalanan panjang dari dunia seni ke panggung politik nasional. Lahir di Garut pada 8 Januari 1974, Rieke memiliki latar belakang yang kuat dalam seni dan akademik, menjadikannya sosok yang kompleks dalam memperjuangkan berbagai isu hak rakyat, terutama terkait kekerasan simbolik negara dan hak pekerja migran.

Sejak muda, Rieke menekuni bidang seni dan pendidikan yang berfokus pada pemikiran kritis tentang kekerasan negara. Dengan latar belakang yang unik sebagai seorang seniman, aktivis, dan akademisi, ia terus berjuang untuk memperbaiki kebijakan negara yang dinilai merugikan rakyat kecil.

Latar Belakang Pendidikan dan Awal Karier

Rieke menempuh pendidikan sarjana jurusan Sastra Belanda di Universitas Indonesia (UI). Ia kemudian meraih gelar magister di bidang filsafat dan menyelesaikan doktoral dalam ilmu komunikasi, juga di UI. Ketertarikannya pada isu kekerasan negara muncul dalam penelitiannya tentang mekanisme kekerasan pada rezim otoriter seperti Nazi di Jerman, yang dijadikannya tesis bertajuk Banalitas Kekerasan.

Sebagai seorang akademisi, Rieke mendalami pemikiran filsuf Hannah Arendt, khususnya teori tentang "banality of evil" atau kedangkalan berpikir yang memungkinkan terjadinya kejahatan negara. Penelitian ini membawanya untuk menulis buku yang menyoroti bagaimana kekerasan negara bisa terjadi secara simbolis lewat kebijakan yang menindas.

Peran Politik dan Keberpihakan pada Rakyat Kecil

Mengawali kiprah di politik sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan sejak 2009, Rieke kerap menyuarakan hak-hak rakyat kecil, mulai dari buruh migran hingga pekerja lokal. Kepeduliannya ini turut dipengaruhi oleh pengalaman Rieke sebagai Duta Buruh Migran ILO, di mana ia berjuang bersama aktivis untuk menata perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Rieke juga memiliki peran penting dalam memperjuangkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Jaminan Sosial Nasional, yang melindungi pekerja dari sisi kesehatan hingga jaminan sosial.

 

Studi Doktoral dan Kritik terhadap Kekerasan Simbolik Negara

Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka ungkap harga bajunya cuma Rp200 ribuan
Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka ungkap harga bajunya cuma Rp200 ribuan. (Dok: YouTube Meleney Ricardo)

Pada 2022, Rieke menyelesaikan studi doktoral dengan predikat cum laude dan menerbitkan disertasinya dalam buku Kekerasan Simbolik Negara.

Menggunakan teori Pierre Bourdieu dan Nick Couldry, Rieke mengkritisi bagaimana data negara seringkali dipakai sebagai instrumen pengontrol rakyat melalui kekerasan simbolik. Dengan latar belakang ini, ia berkomitmen pada data yang lebih partisipatif dan tepat guna bagi warga desa.

Dedikasi dan Perjuangan sebagai Aktivis dan Penyair

Sebagai seorang penyair, Rieke menerbitkan beberapa karya yang sarat dengan kritik sosial, seperti Renungan Kloset dan Cara Menikmati Kenangan dengan Baik.

Ia belajar langsung dari sastrawan Sitor Situmorang dan menjadikan puisi sebagai medium perjuangan. Rieke menyatakan bahwa seni adalah alat untuk mendidik, bukan sekadar hiburan, yang membawanya pada konsep bahwa seni dan politik selalu saling melengkapi dalam memperjuangkan keadilan.

Apa yang menjadi motivasi Rieke Diah Pitaloka terjun ke dunia politik?

Motivasi Rieke terjun ke politik adalah keinginannya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat kecil, terutama dalam bidang kesejahteraan sosial, jaminan kesehatan, dan perlindungan pekerja migran. Ia menggabungkan pengalaman seninya dengan pemikiran akademis untuk mengupayakan kebijakan yang lebih adil.

 

Apa kontribusi Rieke dalam perlindungan pekerja migran?

Sebagai Duta Buruh Migran ILO, Rieke memperjuangkan revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Ia berhasil menggiring perspektif negara dari yang awalnya berorientasi bisnis, menjadi lebih berpihak pada perlindungan pekerja migran.

 

Bagaimana pandangan Rieke tentang seni dan politik?

Rieke percaya bahwa seni adalah puncak aktivitas politik, di mana seni mendidik dan menggerakkan. Ia meyakini politisi yang baik harus memiliki jiwa seni yang kuat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya