Pagar Laut Misterius Sepanjang 30 KM Disegel, Rugikan Nelayan Setempat

Pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang disegel KKP, menyebabkan kerugian besar bagi nelayan setempat.

oleh Nurul Diva diperbarui 10 Jan 2025, 11:52 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2025, 11:52 WIB
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)

Liputan6.com, Jakarta Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang muncul di perairan Tangerang, Banten, menjadi sorotan nasional setelah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pemagaran laut ini diduga dilakukan tanpa izin dan telah berdampak signifikan terhadap ekosistem serta kehidupan nelayan setempat. Keberadaan pagar bambu ini pertama kali terdeteksi pada Agustus 2024 dengan panjang awal 7 kilometer.

Peringatan dari KKP kepada oknum pemasang pagar tidak diindahkan, sehingga panjangnya terus bertambah hingga lebih dari 30 kilometer dalam lima bulan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, menyatakan bahwa pemerintah akan bertindak tegas untuk memastikan keadilan bagi masyarakat pesisir.

Selain melanggar hukum, pagar laut ini juga mengancam kelangsungan hidup ribuan nelayan tradisional di kawasan tersebut. Berikut informasinya, dirangkum Liputan6 dari berbagai sumber, Jumat (10/1).

Kronologi Munculnya Pagar Laut Misterius

Pagar laut ini pertama kali ditemukan pada Agustus 2024 di wilayah pesisir Pantura, Kabupaten Tangerang, dengan panjang awal sekitar 7 kilometer. Pada saat itu, KKP telah memberikan peringatan kepada pihak terkait untuk menghentikan kegiatan tersebut. Namun, peringatan ini diabaikan, dan panjang pagar terus bertambah.

Hingga Januari 2025, panjang pagar mencapai 30,16 kilometer, mengitari wilayah laut yang menjadi sumber penghidupan bagi ribuan nelayan. Pemagaran dilakukan menggunakan bambu, paranet, dan pemberat pasir, yang tertancap kuat di dasar laut. Aktivitas ini diduga dilakukan saat petugas pengawasan lengah, sehingga sulit terdeteksi pada awalnya.

Setelah memantau situasi yang semakin meresahkan, KKP akhirnya melakukan penyegelan terhadap pagar ini dan memberikan tenggat waktu kepada pelaku untuk membongkar sendiri struktur tersebut. Jika tidak, pemerintah akan mengambil langkah pembongkaran paksa.

"Temuan sudah sejak Agustus, saat itu panjangnya baru 7 Kilometer. Sudah diberi peringatan untuk menghentikan kegiatan," ujar, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, dilansir dari Liputan6 News.

Dampak Pemagaran Laut bagi Nelayan Tradisional

Keberadaan pagar laut ini menyebabkan kesulitan besar bagi sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya ikan di wilayah tersebut. Nelayan tradisional kini harus melaut lebih jauh untuk mencari ikan, yang meningkatkan biaya operasional dan waktu kerja mereka.

Penurunan hasil tangkapan juga menjadi masalah utama, karena akses ke wilayah perairan yang kaya sumber daya laut menjadi terbatas. Banyak nelayan mengeluhkan bahwa mereka tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan keluarga akibat dampak dari pemagaran ini.

Selain itu, kerugian ekonomi juga dirasakan oleh pembudidaya ikan yang bergantung pada aliran air laut untuk menjaga ekosistem tambak mereka. Pemagaran ini mengganggu aliran air, sehingga memengaruhi kualitas hasil budidaya.

"Lakukan penyegelan, hadir KKP di situ, jadi tindakan tegas dan terukur harus dilaksanakan," kata Pung, dilansir dari ANTARA.

Pelanggaran Hukum dalam Pemagaran Laut

Pemagaran laut sepanjang 30 kilometer ini dinilai melanggar beberapa regulasi penting, termasuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Tata Ruang Laut. Laut seharusnya menjadi sumber daya publik yang dikelola untuk kesejahteraan masyarakat.

Menurut pengamat maritim, Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, tindakan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pesisir. Ia menegaskan bahwa laut harus tetap dapat diakses oleh semua pihak, terutama nelayan tradisional yang sangat bergantung pada sumber daya tersebut.

Selain melanggar hukum, tindakan ini juga mencerminkan konflik antara kepentingan publik dan privat, yang berpotensi menciptakan ketimpangan sosial di masyarakat pesisir.

"Laut adalah sumber daya publik yang harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Pemagaran ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip tersebut," ujar Marcellus Hakeng, mengutip Liputan6 Bisnis.

Dampak Ekologis Pemagaran Laut

Dari sudut pandang ekologi, pemagaran laut dengan bambu dan paranet memiliki dampak serius terhadap lingkungan. Struktur ini mengganggu aliran air laut yang penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir, termasuk terumbu karang dan mangrove.

Habitat laut menjadi rusak, sehingga mengurangi keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Gangguan ini juga berdampak pada populasi ikan yang menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat pesisir.

Pemagaran ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem laut, yang berfungsi sebagai penyangga alami terhadap abrasi dan bencana alam lainnya di kawasan pesisir.

Solusi dan Tindakan Selanjutnya

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melalui KKP telah melakukan penyegelan dan memberikan peringatan keras kepada pelaku pemagaran. Namun, langkah ini harus diikuti dengan penegakan hukum yang konsisten untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Pengawasan di wilayah pesisir perlu ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya laut. Edukasi tentang pentingnya menjaga akses publik ke laut juga harus ditingkatkan untuk mencegah konflik kepentingan.

Selain itu, rehabilitasi lingkungan menjadi prioritas untuk memulihkan ekosistem yang telah rusak akibat pemagaran ini. Pendekatan yang berorientasi pada keberlanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa sumber daya laut tetap tersedia bagi generasi mendatang.

Q: Apa dampak pagar laut bagi nelayan?

A: Pagar laut membatasi akses nelayan ke wilayah perairan, meningkatkan biaya operasional, dan menurunkan hasil tangkapan.

Q: Mengapa pagar laut di Tangerang dianggap ilegal?

A: Pagar laut melanggar Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Peraturan Menteri Kelautan terkait tata ruang laut.

Q: Bagaimana solusi untuk mengatasi pemagaran laut?

A: Solusinya meliputi penegakan hukum, rehabilitasi ekosistem, dan peningkatan pengawasan serta edukasi masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya