Apa Itu Glass Ceiling? Hambatan Karier bagi Perempuan dan Kelompok Minoritas

Glass ceiling adalah hambatan tak terlihat yang menghalangi perempuan dan kelompok minoritas mencapai posisi kepemimpinan.

oleh Anugerah Ayu Sendari Diperbarui 17 Feb 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 21:00 WIB
Ilustrasi wanita pemberani/freepik.com
Ilustrasi wanita karier/freepik.com... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Glass ceiling adalah istilah yang sering terdengar, terutama dalam diskusi mengenai kesetaraan gender di dunia kerja. Istilah ini menggambarkan hambatan tak terlihat yang menghalangi perempuan dan kelompok minoritas untuk mencapai posisi kepemimpinan atau jenjang karier yang lebih tinggi.

Glass ceiling bisa menghalangi perempuan dan kelompok minoritas untuk mencapai posisi kepemimpinan atau jabatan tinggi dalam organisasi, meskipun mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi yang setara dengan rekan laki-laki atau kelompok mayoritas. Meskipun tidak ada aturan formal yang melarang perempuan dan kelompok minoritas untuk naik jabatan, banyak faktor seperti bias gender, stereotip, dan diskriminasi yang menyebabkan kemajuan mereka terbatas.

Menghapus glass ceiling bukan hanya tanggung jawab individu yang mengalaminya, tetapi juga tugas seluruh masyarakat, termasuk pemimpin perusahaan, pembuat kebijakan, dan komunitas luas. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang apa itu glass ceiling, asal usulnya, penyebab, bentuk dan contoh, serta cara menghadapi dan mengatasinya. Berikut ulasannya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin(17/2/2025).

Apa Itu Glass Ceiling?

Ilustrasi sebagai pemimpin/freepik.com
Ilustrasi sebagai pemimpin/freepik.com... Selengkapnya

Glass ceiling adalah metafora yang menggambarkan batasan yang tidak terlihat yang menghalangi perempuan dan kelompok minoritas untuk mencapai posisi tinggi dalam organisasi. Fenomena ini sering kali terjadi tanpa disadari karena adanya budaya dan kebiasaan yang sudah mengakar di lingkungan kerja.

Misalnya, perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang setara dengan rekan laki-laki mereka masih kesulitan mendapatkan promosi ke posisi eksekutif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki kemampuan yang sama, banyak faktor lain yang menghalangi kemajuan karier mereka.

Asal Usul Glass Ceiling

Ilustrasi wanita karier, jomblo berkualitas
Ilustrasi wanita karier (Image by chevanon on Freepik)... Selengkapnya

Menurut Kamus Merriam Webster, glass ceiling adalah hambatan tak berwujud dalam hierarki yang mencegah perempuan atau kelompok minoritas memperoleh posisi tingkat atas. Istilah ini mencerminkan realitas pahit yang dihadapi banyak individu di dunia profesional.

Istilah 'glass ceiling' pertama kali diperkenalkan oleh Marilyn Loden pada tahun 1978, untuk menggambarkan kesulitan yang dihadapi perempuan dalam mencapai posisi manajerial. Sejak saat itu, istilah ini telah meluas dan kini diterapkan dalam berbagai konteks yang lebih luas, termasuk kelompok minoritas lainnya.

 

Penyebab Glass Ceiling

Dari Hobi Menjadi Karier, Ini 8 Tips Sukses Mengubah Passion Menjadi Profesi ( Foto dok : Pexels.com/Olly)
Wanita yang sedang memasak (Foto dok : pexels.com/olly).... Selengkapnya

Beberapa faktor penyebab glass ceiling antara lain:

  • Faktor Manusia: Ketidakmampuan individu untuk mengaktualisasikan diri di tempat kerja, sering kali disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri dan jaringan profesional.
  • Bias Gender dan Stereotip: Anggapan bahwa perempuan kurang kompeten atau kurang cocok untuk posisi kepemimpinan menjadi salah satu penghalang utama.
  • Diskriminasi: Perlakuan tidak adil terhadap perempuan dalam hal kesempatan kerja, promosi, dan kompensasi.
  • Kurangnya Dukungan dan Sponsor: Tanpa dukungan dari atasan atau mentor, perempuan sering kali kesulitan untuk maju dalam karier mereka.

Bentuk dan Contoh Glass Ceiling

Ilustrasi wanita karier/freepik.com
Ilustrasi wanita karier/freepik.com... Selengkapnya

Glass ceiling bukan hambatan yang terlihat secara eksplisit, tetapi muncul dalam bentuk kebijakan yang tidak adil, bias tidak sadar, serta kurangnya akses ke peluang yang sama. Berikut bentuk dan contoh glass ceiling yang sering dialami perempuan dan kelompok minoritas:

1. Kurangnya Perempuan dan Minoritas di Posisi Kepemimpinan

Meskipun banyak perempuan dan individu dari kelompok minoritas memiliki kualifikasi yang setara dengan laki-laki atau kelompok mayoritas, mereka sering kali sulit mencapai posisi eksekutif seperti CEO, direktur, atau manajer senior. Hal ini disebabkan oleh bias tidak sadar yang menganggap mereka kurang tegas atau kurang cocok untuk peran kepemimpinan.

2. Kesenjangan Gaji Berdasarkan Gender dan Ras

Perempuan dan kelompok minoritas sering mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan rekan kerja laki-laki atau kelompok mayoritas, meskipun memiliki pekerjaan dengan tanggung jawab yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak selalu disebabkan oleh perbedaan kualifikasi, tetapi lebih kepada diskriminasi sistemik dalam penentuan upah.

3. Bias dalam Proses Rekrutmen dan Promosi

Banyak perusahaan lebih cenderung mempromosikan laki-laki atau individu dari kelompok mayoritas karena stereotip bahwa mereka lebih mampu memimpin. Perempuan dan kelompok minoritas sering kali harus bekerja lebih keras untuk membuktikan kompetensi mereka atau menghadapi pertanyaan yang mempertanyakan kemampuan mereka dalam menangani tanggung jawab besar.

4. Kurangnya Akses ke Jaringan Profesional

Jaringan profesional atau "old boys’ club" sering kali didominasi oleh laki-laki atau kelompok mayoritas, yang membuat perempuan dan individu dari kelompok minoritas sulit mendapatkan mentor atau sponsor yang dapat membantu mereka naik jabatan. Kurangnya akses ini memperlambat peluang mereka untuk maju dalam karier.

5. Beban Ganda Perempuan dalam Karier dan Keluarga

Perempuan sering kali menghadapi ekspektasi sosial untuk mengurus keluarga, sementara laki-laki lebih bebas untuk fokus pada karier. Akibatnya, perempuan lebih sering mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang kemudian menghambat kemajuan karier mereka.

6. Minimnya Representasi dalam Industri Tertentu

Dalam bidang seperti teknologi, sains, dan politik, jumlah perempuan dan kelompok minoritas masih jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki dari kelompok mayoritas. Hal ini bukan hanya karena kurangnya minat, tetapi juga karena lingkungan kerja yang kurang inklusif serta kurangnya dukungan bagi mereka untuk berkembang dalam industri tersebut.

7. Stereotip dan Diskriminasi di Tempat Kerja

Banyak perempuan dan individu dari kelompok minoritas menghadapi stereotip negatif yang membuat mereka harus berusaha lebih keras untuk membuktikan kemampuan mereka. Misalnya, perempuan sering dianggap terlalu emosional untuk posisi kepemimpinan, sementara individu dari kelompok minoritas mungkin dianggap kurang kompeten dibandingkan rekan mereka yang berasal dari kelompok mayoritas.

Cara Menghadapi Glass Ceiling

Defender MBTI ISFJ
Ilustrasi wanita karier sukses bertanggung jawab / Freepik by our-team... Selengkapnya

Menghadapi glass ceiling membutuhkan strategi yang mencakup peningkatan keterampilan pribadi, membangun jaringan yang kuat, serta mendorong perubahan sistemik. Berikut beberapa cara untuk mengatasi hambatan ini:

1. Meningkatkan Keterampilan dan Pendidikan

Salah satu cara utama untuk menghadapi glass ceiling adalah dengan terus meningkatkan keterampilan dan pendidikan. Mengikuti pelatihan profesional, sertifikasi, atau pendidikan lanjutan dapat membantu memperkuat posisi di dunia kerja. Dengan memiliki keahlian yang lebih tinggi, perempuan dan kelompok minoritas dapat lebih percaya diri dalam bersaing dan membuktikan kemampuan mereka.

2. Membangun Jaringan dan Mencari Mentor

Jaringan profesional yang kuat dapat membuka banyak peluang dalam dunia kerja. Bergabung dengan komunitas atau organisasi yang mendukung perempuan dan kelompok minoritas dapat membantu mendapatkan mentor yang bisa memberikan panduan dan dukungan dalam meniti karier.

3. Berani Berbicara dan Menegosiasikan Hak

Banyak perempuan dan individu dari kelompok minoritas ragu untuk meminta promosi atau negosiasi gaji karena takut dianggap tidak pantas atau kurang berterima kasih. Padahal, berbicara tentang pencapaian dan meminta hak secara profesional adalah langkah penting untuk mengatasi ketidakadilan di tempat kerja. Berlatih teknik negosiasi dan membangun rasa percaya diri dalam menuntut hak-hak yang setara dapat membantu mengatasi hambatan ini.

4. Mengadvokasi Kebijakan yang Lebih Inklusif

Di tingkat organisasi, perempuan dan kelompok minoritas dapat mendorong kebijakan yang lebih adil, seperti transparansi gaji, rekrutmen yang berbasis kompetensi, dan kebijakan kerja fleksibel. Berpartisipasi dalam diskusi atau komite yang membahas kesetaraan gender dan keberagaman juga dapat membantu menciptakan perubahan dalam lingkungan kerja.

5. Melawan Bias dan Stereotip di Tempat Kerja

Menyadari adanya bias tidak sadar di tempat kerja adalah langkah pertama untuk melawannya. Perempuan dan kelompok minoritas harus berani menunjukkan kompetensi mereka dan menolak stereotip yang menghambat mereka. Jika mengalami diskriminasi atau perlakuan tidak adil, mereka dapat melaporkannya ke pihak yang berwenang atau mencari dukungan dari komunitas profesional.

6. Menggunakan Teknologi dan Media Sosial untuk Meningkatkan Visibilitas

Teknologi dan media sosial dapat digunakan untuk membangun personal branding dan memperkuat posisi dalam dunia profesional. Dengan aktif berbagi wawasan, pengalaman, dan pencapaian di platform seperti LinkedIn, perempuan dan kelompok minoritas dapat meningkatkan peluang mereka untuk dikenal dan diakui dalam industri mereka.

7. Memilih Perusahaan yang Mendukung Kesetaraan

Jika suatu perusahaan memiliki budaya kerja yang tidak mendukung keberagaman dan sulit untuk diubah, pertimbangkan untuk mencari tempat kerja yang lebih inklusif. Beberapa organisasi lebih progresif dalam menerapkan kebijakan kesetaraan, dan bekerja di lingkungan seperti itu dapat memberikan peluang karier yang lebih baik tanpa harus menghadapi hambatan yang tidak perlu.

8. Mempersiapkan Diri untuk Kepemimpinan

Mengasah keterampilan kepemimpinan sejak dini dapat membantu perempuan dan kelompok minoritas lebih siap untuk naik ke posisi yang lebih tinggi. Mengambil inisiatif dalam proyek, membangun tim yang kuat, dan terus mengembangkan kemampuan manajerial akan membantu mereka mendapatkan kepercayaan untuk menduduki posisi kepemimpinan.

Cara Mengatasi Glass Ceiling

Ilustrasi diri sendiri, bekerja, wanita karier, menulis catatan
Ilustrasi diri sendiri, bekerja, wanita karier, menulis catatan. (Image by benzoix on Freepik)... Selengkapnya

Untuk mengatasi glass ceiling, dibutuhkan upaya sistemik yang melibatkan kebijakan organisasi dan perubahan budaya kerja. Beberapa langkah yang bisa dilakukan meliputi:

1. Mendorong Kebijakan Kesetaraan di Tempat Kerja

Perusahaan dan organisasi harus menerapkan kebijakan yang mendukung keberagaman dan kesetaraan. Ini termasuk transparansi dalam promosi, kebijakan penggajian yang adil, dan rekrutmen berbasis kompetensi. Audit rutin terhadap kesenjangan gaji dan representasi kelompok minoritas di posisi kepemimpinan juga perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada diskriminasi tersembunyi.

2. Memperkuat Program Mentoring dan Sponsorship

Perempuan dan kelompok minoritas sering kali menghadapi keterbatasan dalam akses ke jaringan profesional yang dapat membantu mereka berkembang. Oleh karena itu, organisasi perlu menyediakan program mentoring dan sponsorship yang dapat memberikan bimbingan dan membuka peluang karier yang lebih luas.

3. Meningkatkan Kesadaran tentang Bias Tidak Sadar (Unconscious Bias)

Pelatihan tentang bias tidak sadar harus menjadi bagian dari budaya perusahaan. Banyak keputusan promosi dan rekrutmen dipengaruhi oleh stereotip yang tidak disadari oleh para pengambil keputusan. Dengan meningkatkan kesadaran ini, perusahaan dapat memastikan bahwa keputusan yang dibuat lebih objektif dan adil.

4. Mempromosikan Kebijakan Kerja Fleksibel

Salah satu hambatan utama bagi perempuan adalah beban ganda antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Dengan kebijakan kerja yang fleksibel, seperti remote work, cuti orang tua yang setara, dan jadwal kerja yang lebih fleksibel, perempuan dapat memiliki kesempatan menyeimbangkan karier dan kehidupan pribadi tanpa harus mengorbankan salah satunya.

5. Menyediakan Pelatihan Kepemimpinan untuk Perempuan dan Minoritas

Sering kali, perempuan dan kelompok minoritas tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan. Program pelatihan khusus yang berfokus pada penguatan keterampilan manajerial dan kepemimpinan dapat membantu mereka lebih siap untuk mengambil peran strategis dalam organisasi.

6. Membangun Jaringan dan Aliansi untuk Perubahan

Komunitas dan organisasi yang mendukung kesetaraan gender dan keberagaman dapat menjadi platform penting bagi perempuan dan kelompok minoritas untuk berbagi pengalaman dan mencari dukungan. Dengan bergabung dalam kelompok profesional atau gerakan advokasi, mereka dapat memperkuat suara kolektif dalam menuntut perubahan kebijakan yang lebih inklusif.

7. Mendorong Representasi dalam Kepemimpinan

Perusahaan harus memastikan ada representasi perempuan dan kelompok minoritas di tingkat manajemen dan dewan direksi. Dengan adanya role model dari latar belakang yang beragam, generasi berikutnya akan lebih percaya diri bahwa mereka juga bisa mencapai posisi tersebut. Representasi ini juga dapat membantu mengubah norma budaya kerja yang sebelumnya tidak inklusif.

8. Mengadvokasi Perubahan di Tingkat Kebijakan Publik

Selain perubahan di lingkungan kerja, pemerintah dan institusi harus menerapkan kebijakan yang mendukung kesetaraan, seperti undang-undang anti-diskriminasi, kebijakan parental leave yang setara, dan insentif bagi perusahaan yang menerapkan kebijakan keberagaman. Dengan regulasi yang lebih ketat, perusahaan akan lebih terdorong untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil.

9. Mengedukasi Masyarakat tentang Pentingnya Kesetaraan

Perubahan budaya dalam masyarakat juga penting untuk mengatasi glass ceiling. Stereotip bahwa perempuan atau kelompok minoritas tidak cocok untuk posisi tertentu harus dilawan melalui pendidikan sejak dini. Sekolah, media, dan institusi sosial harus aktif mempromosikan nilai-nilai kesetaraan dan keberagaman agar diskriminasi sistemik dapat dikurangi dalam jangka panjang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya