Liputan6.com, Jakarta Pernahkah Anda mendengar istilah "victim blaming"? Istilah ini mungkin mulai terdengar, namun praktiknya sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Victim blaming terjadi di berbagai kasus, mulai dari kekerasan seksual hingga kecelakaan, dan dampaknya sangat merugikan bagi korban. Perlakuan ini adalah bentuk ketidakadilan yang merendahkan dan melukai korban.
Korban sering disalahkan atas apa yang terjadi padanya, terlepas dari siapa pelaku sebenarnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti "kenapa dia memakai pakaian itu?", "kenapa dia berada di tempat itu?", atau "kenapa dia tidak melawan?" adalah contoh nyata dari victim blaming. Praktik ini dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari individu biasa hingga profesional seperti petugas penegak hukum.
Advertisement
Memahami apa itu victim blaming sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi para korban. Dengan memahami akar permasalahan ini, kita dapat mencegahnya dan memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh para korban.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai apa itu victim blaming, penyebab, dampaknya, dan bagaimana kita dapat melawannya. Berikut ulasan lengkapnya dirangkum Liputan6.com dari Verywellmind dan sumber lainnya, Kamis (6/3/2025).
Apa Itu Victim Blaming?
Victim blaming adalah tindakan menempatkan kesalahan atas suatu kejahatan atau peristiwa pada korban, bukan pelaku. Ini merupakan bentuk ketidakadilan yang seringkali dipicu oleh kurangnya pemahaman, empati, dan kecenderungan untuk mencari pembenaran atas kejadian buruk dengan mengalihkan kesalahan kepada korban. Korban seringkali dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang justru memperburuk situasi mereka dan menghambat proses penyembuhan.
Salah satu contohnya adalah dalam kasus kekerasan seksual, korban seringkali disalahkan karena pakaian yang dikenakan atau perilaku mereka. Padahal, penting untuk diingat bahwa pelaku kejahatanlah yang bertanggung jawab atas tindakannya, bukan korban. Memahami apa itu victim blaming dan bagaimana ia bekerja sangat penting untuk melawan praktik yang merugikan ini.
Dengan memahami apa itu victim blaming, kita dapat mulai membangun kesadaran dan empati terhadap para korban. Ingat, korban bukanlah penyebab kejahatan yang dialaminya.
Advertisement
Contoh Victim Blaming
Contoh victim blaming sangat beragam dan seringkali muncul dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang mengarah pada penyalahan korban. Berikut beberapa contohnya:
1. Kasus Kekerasan Seksual
"Kenapa dia keluar malam sendirian? Ya wajar aja kalau kejadian begitu."
"Dia sih pakai baju terbuka, makanya jadi korban."
"Mungkin dia juga menikmati, buktinya dia nggak langsung melawan."
2. Kasus Perundungan (Bullying)
"Ya salah dia sendiri, kenapa sih nggak berusaha lebih gaul?"
"Kalau nggak mau dibully, jangan aneh-aneh deh!"
"Dia terlalu lemah, makanya gampang jadi target."
3. Kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga)
"Dia pasti ada salah juga, makanya suaminya marah."
"Kenapa nggak pergi aja dari awal kalau memang disiksa?"
"Istri yang baik harus bisa bikin suami nggak marah-marah."
4. Kasus Pencurian atau Perampokan
"Ya salah sendiri sih naruh HP sembarangan!"
"Makanya kalau jalan jangan pamer barang mewah."
"Siapa suruh tinggal di daerah rawan kriminal?"
Pernyataan-pernyataan seperti ini, meskipun terkesan sederhana, dapat menyebabkan trauma tambahan bagi korban dan menghambat proses penyembuhan mereka. Penting untuk menyadari bahwa korban bukanlah penyebab kejahatan yang dialaminya.
Penyebab Victim Blaming
Beberapa faktor berkontribusi pada victim blaming, antara lain:
- Faktor Institusional: Sistem atau kebijakan yang memungkinkan atau bahkan mendorong victim blaming.
- Faktor Situasional: Kondisi atau konteks tertentu yang membuat victim blaming lebih mungkin terjadi.
- Faktor Individu: Sifat atau karakteristik individu yang menyebabkan mereka cenderung menyalahkan korban, seperti kurangnya empati atau kecenderungan untuk mencari pembenaran.
- Fundamental Attribution Error: Kecenderungan untuk mengabaikan faktor eksternal dan hanya fokus pada karakteristik internal korban.
- Hindsight Bias: Kecenderungan untuk percaya bahwa kejadian tersebut dapat diprediksi dan dicegah.
- Just-World Phenomenon: Kepercayaan bahwa dunia adalah tempat yang adil dan orang mendapatkan apa yang mereka layak dapatkan.
- Kurangnya Empati: Ketidakmampuan untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain.
Advertisement
Dampak Victim Blaming bagi Korban
Dampak victim blaming bagi korban sangat merugikan, antara lain:
- Trauma tambahan: Menyalahkan korban dapat memperburuk trauma yang telah dialaminya.
- Kesulitan mencari keadilan: Victim blaming dapat menghambat proses hukum dan pencarian keadilan.
- Hambatan dalam proses penyembuhan: Menyalahkan korban dapat menghambat proses penyembuhan emosional dan psikologis.
- Stigma dan rasa malu: Korban dapat merasa malu dan terisolasi.
- Depresi dan kecemasan: Victim blaming dapat memicu atau memperburuk depresi dan kecemasan.
- Gangguan stres pasca-trauma (PTSD): Dalam kasus yang parah, victim blaming dapat menyebabkan PTSD.
- Pikiran untuk bunuh diri: Rasa bersalah dan malu yang berlebihan dapat memicu pikiran untuk bunuh diri.
Cara Melawan Victim Blaming
Kita semua dapat berperan dalam melawan victim blaming. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:
- Mendengarkan tanpa menghakimi: Berikan ruang aman bagi korban untuk berbagi pengalamannya tanpa interupsi atau penilaian.
- Menegaskan pengalaman korban: Validasi perasaan dan pengalaman korban, tunjukkan bahwa Anda percaya dan mendukung mereka.
- Menantang narasi victim blaming: Jangan ragu untuk menantang pernyataan atau pertanyaan yang menyalahkan korban.
- Mengingatkan bahwa korban tidak bersalah: Tekankan bahwa korban tidak bertanggung jawab atas kejahatan yang dialaminya.
- Fokus pada pelaku: Arahkan perhatian pada tindakan pelaku dan tuntut pertanggungjawabannya.
- Meningkatkan kesadaran: Sebarkan informasi tentang victim blaming dan dampaknya kepada orang lain.
- Mencari bantuan profesional: Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menjadi korban victim blaming, cari bantuan dari profesional kesehatan mental.
Advertisement
