Liputan6.com, Jakarta Manado tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budayanya yang unik, terutama saat Lebaran tiba. Berbagai tradisi khas dijalankan oleh masyarakat Muslim di kota ini, mulai dari Tumbilotohe, Lebaran Ketupat, hingga Iwad yang sarat akan nilai kebersamaan dan toleransi. Setiap tradisi memiliki latar belakang historis dan makna yang mendalam bagi masyarakat setempat.
Salah satu yang paling mencolok adalah tradisi Tumbilotohe, yaitu malam pasang lampu yang dilakukan menjelang Idul Fitri, menghadirkan suasana magis di berbagai sudut kota. Selain itu, Lebaran Ketupat menjadi momen istimewa untuk berkumpul dan bersilaturahmi, bahkan merangkul keberagaman umat beragama. Tak ketinggalan, tradisi Iwad di Kampung Arab Manado juga menjadi sorotan, di mana warga saling mengunjungi dan memaafkan satu sama lain dengan penuh suka cita.
Dengan kombinasi antara aspek religius, sosial, dan budaya, perayaan Lebaran di Manado menjadi lebih dari sekadar perayaan keagamaan. Ini adalah momentum untuk mempererat persaudaraan, menjaga tradisi turun-temurun, dan menunjukkan bagaimana harmoni dapat terjalin di tengah keberagaman. Lalu, bagaimana detail dari masing-masing tradisi ini? Berikut informasinya, dirangkum Liputan6.
Advertisement
Tumbilotohe: Cahaya Lampu di Malam Menjelang Lebaran
Dilansir dari ANTARA, tradisi Tumbilotohe berasal dari budaya etnis Gorontalo dan Bolaang Mongondow, yang telah lama menetap di Manado. Tradisi ini berlangsung pada malam ke-27 Ramadhan hingga malam takbiran, di mana masyarakat memasang lampu di depan rumah dan di sepanjang jalan.
Lampu yang digunakan biasanya berupa lampu botol berisi minyak dengan sumbu, yang disusun dalam berbagai pola hiasan. Selain itu, beberapa warga juga menambahkan dekorasi gerbang dari batang tebu dan bunga-bunga untuk memperindah tampilan rumah mereka.
Selain memberikan suasana yang indah di malam hari, tradisi ini juga memiliki makna religius yang kuat. Tumbilotohe dipercaya sebagai bentuk penyambutan Lailatul Qadar, malam penuh berkah yang datang di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Tak hanya itu, tradisi ini juga memperkuat rasa kebersamaan karena dilakukan secara gotong royong oleh seluruh warga dalam menyongsong datangnya hari raya Idul Fitri.
Advertisement
Pasang Lampu Lebaran di Minahasa Tenggara: Simbol Kebersamaan
Di Kabupaten Minahasa Tenggara, masyarakat Muslim juga memiliki tradisi memasang lampu menyambut Idul Fitri, yang dimulai sejak malam ke-27 Ramadhan. Tradisi ini diprakarsai oleh pemuda dan remaja masjid, yang berinisiatif untuk memeriahkan suasana hari H Lebaran.
Lampu yang digunakan merupakan kombinasi dari lampu hias, obor, dan lampu botol, yang dipasang di depan rumah, jalan-jalan, hingga trotoar. Pada malam hari, pemandangan ini menciptakan suasana yang semarak dan penuh kehangatan.
Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga simbol kerukunan antar umat beragama. Warga non-Muslim di daerah tersebut turut serta dalam kegiatan ini, menunjukkan bahwa kebersamaan tetap terjaga di tengah perbedaan keyakinan.
"Ini kombinasi lampu hias yang dipadukan dengan lampu botol serta obor. Nantinya ditempatkan di depan rumah maupun jalan trotoar sehingga pada malam hari kelihatan meriahnya," kata Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Minahasa Tenggara, Artly Kountur di Ratahan, merujuk ANTARA.
Lebaran Ketupat di Manado: Perayaan Silaturahmi yang Meriah
Seminggu setelah Idul Fitri, masyarakat di Manado merayakan Lebaran Ketupat, sebuah tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun. Pusat perayaan ini berada di Kelurahan Mahawu dan Ketangbaru, Kecamatan Tuminting, di mana masyarakat berkumpul untuk bersilaturahmi dan berbagi kebahagiaan.
Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, mulai dari makan bersama ketupat dan hidangan khas lainnya, hingga pentas seni dan budaya yang menampilkan tarian serta lomba menyanyi. Kemeriahan ini tidak hanya diikuti oleh warga Muslim, tetapi juga oleh masyarakat dari berbagai latar belakang agama dan etnis.
Gubernur Sulawesi Utara bahkan pernah menyatakan bahwa Lebaran Ketupat adalah simbol nyata dari toleransi dan keberagaman yang menjadi ciri khas provinsi ini. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial antar warga dan menjadi ajang rekreasi bagi keluarga besar yang hadir dari berbagai daerah.
Advertisement
Iwad: Tradisi Silaturahmi di Kampung Arab Manado
Di Kampung Arab Manado, yang terletak di Kelurahan Istiqlal, Kecamatan Wenang, terdapat tradisi unik yang disebut Iwad. Tradisi ini berlangsung pada hari kedua Lebaran, di mana masyarakat berkeliling kampung untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan.
Silaturahmi dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah warga sambil diiringi musik rebana hadroh, menciptakan suasana yang penuh kegembiraan. Tidak hanya antarwarga, pejabat daerah seperti Gubernur Sulut dan unsur Forkopimda juga turut hadir dalam perayaan ini.
Tradisi Iwad mencerminkan nilai-nilai luhur dalam Islam, yaitu persaudaraan dan kebersamaan. Selain mempererat hubungan antarwarga, tradisi ini juga menarik perhatian wisatawan yang ingin melihat langsung keunikan budaya masyarakat keturunan Arab di Manado.
People Also Ask (PAA) dari Google
Apa itu tradisi Tumbilotohe di Manado?
Tradisi menyalakan lampu minyak di malam ke-27 Ramadhan hingga malam takbiran untuk menyambut Lailatul Qadar.
Kapan Lebaran Ketupat dirayakan di Manado?
Seminggu setelah Idul Fitri, diisi dengan silaturahmi, makan ketupat, serta berbagai pertunjukan seni dan budaya.
Bagaimana cara masyarakat Kampung Arab Manado merayakan Iwad?
Dengan berkeliling kampung untuk bersilaturahmi sambil diiringi musik rebana hadroh pada hari kedua Lebaran.
Apa makna dari tradisi pasang lampu di Minahasa Tenggara?
Sebagai simbol kebersamaan dan toleransi antar umat beragama menjelang Idul Fitri.
Mengapa Lebaran di Manado unik dibandingkan daerah lain?
Karena beragam tradisi khas yang memperkuat persaudaraan dan mencerminkan keberagaman budaya di Sulawesi Utara.
Advertisement
