Liputan6.com, Jakarta - Penghormatan terhadap para kiai kampung jarang terdengar lantang. Namun di tengah ramainya dunia pesantren dan akademik, suara dari seorang ulama muda menegaskan keistimewaan para kiai langgar itu.
Ulama yang berbicara bukan sembarangan. KH Muhammad Abdurrahman Kautsar, yang akrab disapa Gus Kautsar dari Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri, dengan penuh kerendahan hati menyampaikan rasa kagumnya terhadap peran para kiai mushola atau kiai kampung.
Dalam ceramahnya yang dipenuhi rasa hormat dan kesadaran, Gus Kautsar menempatkan kiai kampung pada posisi mulia yang kerap terabaikan oleh banyak kalangan santri dan masyarakat luas.
Advertisement
“Kalau saya ngajar kitab di Ploso, seperti Fathul Mu'in atau Fathul Qarib, itu yang saya ajak ngaji sudah siap semua. Tapi siapa yang membentuk kesiapan mereka?” ujar Gus Kautsar dalam ceramahnya..
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam sebuahpengajian yang berhasil dirangkum Liputan6.com dari tayangan video di kanal YT @kethegkopi pada Rabu (23/04/2025), dan telah banyak mengundang refleksi dari para pendengar.
Menurut Gus Kautsar, tugas para kiai pesantren memang penting. Tapi fondasi awal dari kesiapan santri adalah hasil jerih payah para kiai langgar, kiai mushola, yang tak pernah kenal lelah dalam mendidik.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Peran Kiai Kampung Sangat Besar
Kiai kampung-lah yang pertama kali mengenalkan huruf hijaiyah. Dari “alif” sampai “ya,” dari “ba” ke “ta,” semua diajarkan dengan penuh kesabaran dan cinta tanpa pamrih.
Tak sedikit dari mereka yang mengajar tanpa upah, bahkan harus menyisihkan waktu di tengah ladang, pasar, atau pekerjaan lainnya demi anak-anak desa bisa mengenal huruf Qur'an.
Gus Kautsar mengakui bahwa peran besar kiai kampung sering kali luput dari penghargaan masyarakat. Padahal, tanpa mereka, tidak akan pernah lahir santri yang siap duduk dalam pengajian besar di pesantren-pesantren ternama.
Ia juga menyindir bahwa sebagian dari masyarakat kadang menyepelekan para kiai kampung. “Kadang-kadang mohon maaf, kita ini kurang menghargai itu semua,” ujarnya dengan nada penuh keprihatinan.
Padahal menurut Gus Kautsar, semangat mereka tak kalah dibanding para dosen atau guru besar. Dengan alat seadanya dan ruangan sederhana, para kiai kampung tetap istiqamah dalam perjuangan mereka.
Mereka tidak pernah tampil di televisi atau viral di media sosial. Tapi lewat tangan mereka, generasi Muslim tumbuh dan berkembang, mengenal Al-Qur'an, memahami akhlak, dan mencintai ilmu.
Gus Kautsar menggambarkan betapa perjuangan para kiai kampung itu sangat nyata. Meski tidak disebut dalam kitab-kitab besar, namun mereka tercatat di langit sebagai pejuang dakwah.
Advertisement
Menghargai Kiai Kampung
Dalam logika Gus Kautsar, posisi para kiai kampung itu justru lebih berat dari para pengajar di pesantren besar. Karena mereka memulai semuanya dari nol, dari anak yang belum tahu apa-apa.
Kalimatnya yang menggugah, “Sing dudoi, oh ono iki alif, iki ba, iki ta,” menyiratkan proses awal pendidikan Islam yang dilalui anak-anak desa bersama para kiai kampung dengan sabar.
Sebuah proses panjang yang tak terukur nilainya dengan angka, tapi sangat menentukan arah hidup seorang santri dalam menapaki jalan ilmu dan agama.
Gus Kautsar juga mengajak umat Islam untuk lebih menghargai peran-peran kecil yang dilakukan dengan keikhlasan besar. Karena dalam pandangan Allah, yang ikhlas itulah yang tinggi nilainya.
Masyarakat, menurutnya, perlu belajar rendah hati. Jangan sampai hanya karena sebuah gelar atau panggung besar, lalu lupa pada sosok kiai langgar yang mengajarkan “ba” dan “ta.”
Dalam akhir ceramahnya, Gus Kautsar menyampaikan doa dan harapan. Semoga para kiai kampung senantiasa diberikan kekuatan, kesabaran, dan keberkahan dalam perjuangannya.
Pesan itu menggugah banyak santri dan warga untuk kembali merenungi siapa yang sebenarnya paling berjasa dalam kehidupan spiritual mereka.
Semoga penghormatan terhadap para kiai kampung tidak hanya berhenti pada kata-kata, tapi juga diwujudkan dalam sikap dan tindakan nyata di tengah masyarakat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
