Liputan6.com, Jakarta Kampanye dalam bentuk Rapat Umum diselenggarakan mulai 15 Maret 2014. Pada hari pertama kampanye dilakukan deklarasi damai yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun sebelum 15 Maret 2014 sudah diselenggarakan deklarasi damai, baik oleh Kepolisian, Pemerintah Daerah/Kesbangpol, atau KPU tingkat Kota di DKI Jakarta.
Kegiatan deklarasi damai yang dilakukan oleh banyak pihak mengundang peserta Pemilu, yakni partai politik dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun dari kegiatan deklarasi damai yang dilakukan hanya menyertakan partai politik saja dalam pembacaan deklarasi atau tanda tangan. Sementara peserta pemilu dari perseorangan atau DPD tidak pernah dilibatkan.
"Calon anggota DPD hanya menjadi penonton dan duduk manis di kursi penonton. Telah terjadi diskriminasi penyelenggara Pemilu terhadap peserta Pemilu. Padahal, semua kewajiban untuk menjadi calon DPD sebagaimana persyaratan undang-undang telah dilaksanakan. Setelah itu hak calon DPD tidak begitu diperhatikan," sebut caleg DPD Ramdansyah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (15/3/2014).
Pemilihan Umum memberikan amanat kepada penyelenggara Pemilu untuk taat asas. Asas penyelenggara Pemilu tercantum pada Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu adalah; mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD memperkuat asas pelaksanaan dan lembaga penyelenggara Pemilu yang berbunyi Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
"Perlakuan diskriminasi terhadap peserta Pemilu adalah pelanggaran asas," kata Ramdansyah.
Diskriminasi terhadap calon DPD, tutur dia, terjadi juga dalam pemasangan spanduk yang dilakukan di kantor-kantor KPU. Spanduk-spanduk KPU hanya mencantumkan atribut dari partai politik yang dipasang di kantor-kantor KPU. Penyelenggara, kepolisian dan pemerintah daerah melupakan bahwa pasal 1 butir 26 UU Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan peserta Pemilu adalah DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD.
"Tidak heran perlakuan yang berbeda ini menyebabkan DPD sudah 3 kali bertarung dalam Pemilu, 2004, 2009 dan 2014 kurang diketahui oleh masyarakat," tulis Ramdansyah.
Tuntutan
Berdasarkan kenyataan yang dialami langsung oleh para calon DPD di DKI Jakarta, sambung dia, maka Forum Caleg DPD DKI Menggugat Diskriminasi Penyelenggaraan Pemilu 2014 menyampaikan tuntutan terhadap KPU dan Bawaslu berikut segenap jajarannya, Gakumdu, dan pemerintah.
Tuntutan disampaikan deklarator Forum Caleg DPD DKI Menggungat yakni Syamsul Zakaria, Ardi Putra Baramuli, Dasril, Fx Oerip Suedjoed, Mohammad Joesoef (Jusuf Rizal), Ramdansyah, Sergius Kelang, dan Wahyu Raharjo.
"Tuntutannya agar menolak segala bentuk diskriminasi terhadap peserta Pemilu," cetus mereka dalam keterangan tertulis.
Selanjutnya, melibatkan tidak hanya partai politik, tetapi juga melibatkan calon perseorangan atau DPD secara aktif.
"Perlakuan sama dalam semua kegiatan KPU, Gakumdu dan Pemerintah seperti deklarasi damai dengan memberian perlakuan yang sama."
Menolak diskriminasi dalam pemasangan alat peraga yang dipasang di kantor-kantor KPU dan pemerintah, tidak hanya atribut gambar partai politik, tetapi juga peserta pemilu dari perseorangan.
"Selama masa kampanye rapat umum alat-alat peraga DPD dipasang di kantor penyelenggara seperti halnya alat peraga parpol."
Baca juga: