Liputan6.com, Jakarta Bagi mereka umat muslim Indonesia yang mendalami dunia tasawuf, nama Syekh Siti Jenar tentu sudah tidak asing lagi didengarnya.
Terlepas dari ajarannya yang dianggap tak sejalan dengan para Walisongo. Sosok Syekh Siti Jenar memiliki andil dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Syeikh Siti Jenar memiliki banyak julukan. Nama Siti Jenar sendiri diambil dari bahasa Jawa (Siti: Tanah dan Jenar: Kuning). Adapula yang menyebutnya sebagai Sunan Jepara.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat Jepara sendiri memberi nama kepada Siti Jenar sebagai Lemah Abang (Tanah Merah). Nama itu diberikan karena Syeh Siti Jenar pernah tinggal di Dusun Lemah Abang, Kecamatan Keling.
Berbagai sumber menyebutkan, Syeikh Siti Jenar lahir di Persia yang kini menjadi Iran. Pada tahun 1404 M memiliki nama kecil Abdul Jalil. Ia dipercaya masih keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keluarga Siti Fatimah dan Ali bin Abi Thalib.
Pada akhir tahun 1425, Sayyid Shalih, ayahnya beserta ibunya tiba di Cirebon. Saat itu, Syeikh Siti Jenar masih berada dalam kandungan 3 bulan.
Sambil berdagang, Syeikh Datuk Shaleh memperkuat penyebaran Islam. Ketika Syeikh Siti Jenar lahir menginjak usia 3 bulan, ibundanya meninggal dunia kemudian Syekh Siti Jenar kecil diasuh oleh Ki Danu Sela serta penasihatnya.
Ada pula sumber yang menyebutkan bahwa Syeikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M di Pakuwuan Caruban, pusat kota Kota Caruban yang kini merupakan Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Syekh Siti Jenar dikabarkan lahir dengan nama Sayyid Hasan Ali Al-Husaini.
Syeikh Siti Jenar berguru kepada ayahnya bernama Sayyid Shalih yang dikenal sebagai ahli tafsir Al Quran. Karena ketekunannya, Syeh Siti Jenar bahkan sudah hafal Al Quran sejak usia 12 tahun.
Syeikh Siti Jenar tiba di Nusantara saat berumur 17 tahun mengikuti ayahnya berdagang sekaligus berdakwah di Malaka. Ayah Siti Jenar lalu diangkat sebagai mufti (ulama yang berwenang menafsirkan kitab dan memberikan fatwa kepada umat) oleh penguasa Kesultanan Malaka saat itu, yakni Sultan Iskandar Syah.
Saksikan video pilihan berikut ini:Â
Penasihat Agama Kesultanan
Sayyid Shalih lalu pindah ke Cirebon (1425) bersama Siti Jenar dan dipercaya sebagai penasihat agama kesultanan bersama Sunan Gresik. Hingga akhir hayatnya Sayyid Shalih menetap di Cirebon dan Siti Jenar ditunjuk sebagai penerusnya.
Syekh Siti Jenar mempunyai dua putra dari pernikahannya dengan wanita Gujarat yakni Abdul Qadir Alias Syaikh Datuk Bardut dan Abdul Qahar alias Syaikh Datuk Fardun.
Syeikh Siti Jenar juga pernah berguru kepada sejumlah wali termasuk Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Dari sinilah ia mulai mengenal konsep Manunggaling Kawula Gusti dan bermukim di Jepara dengan mendirikan sebuah pondok pesantren.
Beberapa versi menyebutkan, salah satunya datang dari masyarakat Cirebon. Mereka menganggap bahwa makam Syeikh Siti Jenar terletak di komplek pemakaman Kemlaten, Kelurahan Harjamukti, Kota Cirebon.
Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa makam Syekh Siti Jenar berada di bukit Amparan Jati yang tak jauh dari makam Syekh Datuk Kahfi, Desa Astana Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon.
Pendapat masyarakat Jepara berbeda lagi. Mereka beranggapan bahwa makam Syekh Siti Jenar terletak di Desa Lemah Abang, Kecamatan Kembang, Jepara.
Sementara masyarakat Tuban menyebutkan bahwa makam Syekh Siti Jenar terletak di Desa Gedongombo, Kecamatan Semading. Menurut versi cerita tutur penganut Tarekat Akmaliyah, yakni tarekat yang dibangsakan kepada Syekh Siti Jenar lain lagi, mereka menyebut bahwa makam Syekh Siti Jenar dinyatakan hilang.
Hal itu dikarenakan wasiat yang bersangkutan pernah berpesan kepada para pengikutnya agar makamnya kelak tidak diberi tanda agar tidak dijadikan lokasi ziarah.
Meski begitu, namun masyarakat menjadikan makam-makam yang diyakini itu makam Syekh Siti Jenar tetap dijadikan sebagai lokasi untuk berziarah.
Advertisement