Muhammadiyah Tak Permasalahkan Qunut, UAH Buka-bukaan yang Sebenarnya Terjadi

UAH menyebut bahwa dalam Muhammadiyah, tidak ditemukan adanya keputusan resmi yang menyebutkan qunut sebagai bid'ah. Bahkan ketika ada imam yang membaca qunut, makmum di belakang tetap mengaminkan tanpa melakukan sujud sahwi.

oleh Liputan6.com Diperbarui 26 Apr 2025, 11:30 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2025, 11:30 WIB
UAH (SS. YT Short @Andhap_asor)
UAH (SS. YT Short @Andhap_asor)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan soal qunut dalam sholat Subuh di tataran masyarakat masih sering terjadi. Qunut menjadi pro dan kontra yang terus dibicarakan dari generasi ke generasi.

Pendakwah yang juga Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat (UAH), memberikan klarifikasi penting terkait sikap Muhammadiyah terhadap praktik tersebut.

UAH menegaskan bahwa dalam pandangan resmi Muhammadiyah, persoalan qunut bukanlah isu yang perlu diperdebatkan panjang lebar. Ia menyampaikan bahwa di tingkat Majelis Tarjih, tidak pernah ada fatwa yang menyatakan qunut sebagai bid’ah.

Dalam ceramahnya yang disampaikan secara terbuka, UAH mengatakan bahwa qunut adalah bagian dari khilafiyah yang seharusnya disikapi dengan lapang dada. Perbedaan yang muncul merupakan hasil dari ragam interpretasi terhadap dalil yang sama-sama kuat.

Pernyataan ini disampaikan oleh UAH sebagai bentuk respons atas masih munculnya perdebatan di kalangan umat mengenai sah atau tidaknya pelaksanaan qunut dalam sholat Subuh.

Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YT @PuspaPuspita5, Jumat (25/04/2025), UAH menyebut bahwa dalam Muhammadiyah, tidak ditemukan adanya keputusan resmi yang menyebutkan qunut sebagai bid'ah.

Bahkan ketika ada imam yang membaca qunut, makmum di belakang tetap mengaminkan tanpa melakukan sujud sahwi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Umat Jangan Terjebak

Ilustrasi Membaca Doa Qunut (istockfoto)
Ilustrasi Membaca Doa Qunut (istockfoto)... Selengkapnya

“Yang terjadi di lapangan, jika imamnya tidak qunut, makmum tidak perlu sujud sahwi. Ini menunjukkan bahwa secara konsep, hal ini sudah selesai di atas,” ucap UAH.

Ia menyayangkan jika masih ada pihak-pihak di akar rumput yang belum memahami sikap resmi ini, yang seharusnya menjadi pedoman bersama bagi seluruh anggota Muhammadiyah.

Menurut ustadz Indonesia yang menjabat Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022–2027, permasalahan ini sebenarnya lebih kepada kurangnya informasi dan belum meratanya dakwah yang menenangkan umat, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti Gus Baha dan Gus Qayyum.

UAH menambahkan bahwa di kalangan Muhammadiyah sendiri sudah ada banyak tokoh yang memiliki pandangan moderat dan dapat menjelaskan isu ini secara tenang dan mendalam.

Ia pun memberikan saran agar struktur organisasi Muhammadiyah dan NU dari pusat hingga daerah lebih aktif memfasilitasi dakwah yang menciptakan ketenangan dan pemahaman mendalam kepada umat.

“Kalau bisa, dakwah-dakwah seperti ini disalurkan hingga ke tingkatan paling bawah, agar umat tidak terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif,” tambahnya.

Pendekatan ini, menurut UAH, akan lebih efektif dalam menjaga ukhuwah dan menumbuhkan saling pengertian di antara sesama muslim.

Kunci Utama Saling Menghormati

Ilustrasi baca doa qunut
Ilustrasi baca doa qunut (Foto: freepik)... Selengkapnya

Sikap moderat dan bijak seperti ini juga dianggap sebagai bagian dari dakwah yang menenangkan, bukan menegangkan atau memecah belah umat.

UAH menilai bahwa umat Islam seharusnya tidak terlalu mudah tersulut oleh perbedaan yang sifatnya cabang, karena inti dari ajaran Islam adalah membangun kesatuan di tengah keberagaman.

Ia juga mengajak semua kalangan untuk mulai fokus pada hal-hal besar dalam Islam yang bisa menyatukan umat, bukan sekadar mempermasalahkan perbedaan fiqih yang sebenarnya sudah selesai dalam tradisi ilmiah.

Di akhir ceramahnya, UAH kembali menekankan bahwa sikap saling menghormati adalah kunci utama dalam menyikapi khilafiyah.

Ia juga mengingatkan bahwa sikap keras kepala dalam mempertahankan satu pendapat saja tanpa melihat konteks akan lebih banyak menimbulkan perpecahan daripada manfaat.

Dengan penjelasan tersebut, UAH berharap umat Islam di Indonesia, khususnya yang berada di lingkungan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, bisa saling memahami dan menghargai.

Bukan hanya untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, tapi juga sebagai bentuk dewasa dalam beragama dan mengamalkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya