MUI Ingatkan Ramadhan Merupakan Bulan Jihad, Harus Mampu Kendalikan Hawa Nafsu

Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah menjelaskan bahwa Ramadhan merupakan bulan jihad karena dalam setiap manusia, ada nafsu yang harus dikendalikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Apr 2023, 18:05 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2023, 18:05 WIB
Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah menjelaskan bahwa Ramadhan merupakan bulan jihad karena dalam setiap manusia, ada nafsu yang harus dikendalikan.
Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah menjelaskan bahwa Ramadhan merupakan bulan jihad karena dalam setiap manusia, ada nafsu yang harus dikendalikan. Credit: pexels.com/Chattrapal

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah menjelaskan bahwa Ramadhan merupakan bulan jihad karena dalam setiap manusia, ada nafsu yang harus dikendalikan.

"Nafsu terbagi menjadi dua, ada yang disebut dengan amarah dan lawamah. Dua hawa nafsu ini selalu mengajak insan untuk berpaling dari Allah dan membuat kerusakan di bumi," ujar Ali dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Jumat (14/4/2023).

Ali kemudian mencontohkan hawa nafsu lawamah digerakkan oleh iblis yang masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah, sebagaimana hadis assyaithon yajri majroddam.

Menurut dia, ketika aliran darah banyak bersumber dari makanan haram, hal itu paling cepat memproduksi setan atau iblis dalam diri manusia.

"Bisa dilihat, orang yang banyak memakan barang yang haram, pasti muncul perilaku yang destruktif atau merusak. Seolah-olah dia tidak memiliki sifat kemanusiaan, seperti raja tega, itu adalah sifat hayawanat atau sifat kebinatangan," papar Ali.

Jika dalam teori tasawuf, kata pengasuh Pondok Pesantren al Rabbani Islamic College Cikeas itu, ada yang disebut dengan nafsu sabu'iyah atau nafsu binatang liar.

Menurut dia, seperti binatang liar yang berkelahi. Kalau lawannya tidak mati, pasti akan dihabisi sampai tinggal tulang belulang.

"Inilah kekejian binatang liar. Ketika didominasi oleh nafsu amarah dengan karakter sabu'iyah yang dominan, pasti muncul sifat karakter rakus, kemudian raja tega, menghalalkan segala cara, dan juga akan semena-mena," papar Ali.

 

Puasa Harus Miliki Dampak Positif

FOTO: Berburu Malam Lailatul Qadar Sambil Itikaf di Masjid
Warga membaca Alquran saat melakukan itikaf pada malam ke-27 bulan puasa Ramadhan 1443 H di Masjid Asy-Syuhada, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat (29/4/2022). Itikaf dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan dengan membaca Alquran, dzikir, dan selawat untuk mencari rida Allah SWT. (merdeka.com/Imam Buhori)

Ali menilai, puasa harus memiliki dampak yang positif untuk menurunkan tensi penguasaan nafsu pada diri manusia.

"Cara yang paling efektif untuk menundukkan nafsu amarah yang sabu'iyah maupun bahimiah, yaitu dengan cara lapar untuk bisa memutus mata rantai terjadinya dominasi nafsu amarah," terang dia.

Ia mencontohkan jika manusia telah dikuasai oleh nafsu sabu'iyah, ketika orang didoktrin agama yang mengambil satu atau dua ayat terkait jihad, dijamin masuk surga dan disediakan 72 bidadari.

Oleh karena itu, kata dia, jika ada orang yang dangkal pemahaman beragamanya, lalu mempercayai doktrin sesat tersebut, telah muncul nafsu sabu'iyah-nya.

"Layaknya binatang buas, rasa kemanusiaannya hilang karena didominasi virus kekerasan yang masuk ke dalam pikirannya, ingin masuk surga secara instan, tetapi mengabaikan sisi kemanusiaan," ucap Ali.

Ali berpesan bahwa jihad pada bulan Ramadan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menjalankan ibadah puasa secara baik dan bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas iman.

"Melalui cara tersebut puasa yang dikerjakan bisa meraih derajat ketakwaan yang hakiki karena target orang puasa itu harus ada peningkatan ketaatannya," jelas Ali.

 

Dokter Reisa Sarankan Tidur Lebih Awal di Bulan Ramadhan

Dokter Reisa Broto Asmoro dalam konferensi persnya pada Selasa (10/6/2020) (Tangkapan Layar BNPB)
Dokter Reisa Broto Asmoro dalam konferensi persnya pada Selasa (10/6/2020) (Tangkapan Layar BNPB)

Sebelumnya, pada bulan Ramadhan, waktu tidur cenderung berkurang dan terpotong-potong. Padahal agar tetap sehat dan bugar seseorang perlu cukup tidur.

Menurut Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dokter Reisa Broto Asmoro, hal ini bisa disiasati dengan tidur lebih awal.

"Tarawih sampai malam, bangun pagi masak sahur, lalu paginya sudah beraktivitas kembali. Ini tentu membuat istirahat di malam hari berkurang karena kepotong-potong," kata Reisa.

"Sebaiknya kita siasati dengan tidur lebih awal. Jadi, habis tarawih langsung tidur. Jangan begadang lagi," kata Reisa pada Siaran Sehat Radio Kesehatan: Tetap Sehat dan Bugar Sambut Hari Kemenangan, Rabu 12 April 2023.

Lebih lanjut, Reisa menyarankan selama bulan Ramadhan untuk melakukan segala kegiatan dari siang hingga sore hari. Dengan begitu, malam hari bisa digunakan untuk berdoa dan beristirahat.

"Kita penuhi saja kegiatan kita di siang dan sore hari. Usahakan punya waktu istirahat yang cukup di malam hari," tambahnya.

 

Cukupi Kebutuhan Air dan Waspada Bukber Bikin Gaya Hidup Tak Seimbang

Dokter Reisa Broto Asmoro dalam konferensi persnya sebagai bagian dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di Indonesia pada Senin (8/6/2020) (Tangkapan Layar siaran BNPB)
Dokter Reisa Broto Asmoro dalam konferensi persnya sebagai bagian dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di Indonesia pada Senin (8/6/2020) (Tangkapan Layar siaran BNPB)

Selain tidur, Reisa juga mengingatkan umat Muslim tetap menjaga gizi dari makanan yang disantap saat buka dan sahur. Pastikan juga kebutuhan cairan tercukupi agar tak dehidrasi.

"Kalau kita sudah tercukupi gizinya, minum 2 liter per hari, serta tidur cukup, mudah-mudahan kita bisa kuat secara fisik untuk menjalani puasa," ungkap Raisa.

Biasanya pertengahan bulan puasa sudah terisi dengan acara buka bersama di luar. Mulai dari bersama kolega, keluarga jauh, kerabat, hingga teman masa sekolah. Aktivitas ini berpotensi membuat gaya hidup tidak seimbang lagi.

"Saat buka puasa di luar, kita cenderung makan berlebihan dan nggak mengatur gaya hiudp sehat lagi. Ditambah lagi mengonsumsi makanan yang manis-manis, kalorinya tinggi, dan takjil yang berlebihan," tutur wanita lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan ini.

"Ini yang harus diperhatikan, karena tujuan berpuasa salah satunya adalah mengendalikan nafsu, termasuk saat berbuka puasa dan sahur," jelasnya.

infografis journal
infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya