Liputan6.com, Blitar - Latar belakang jemaah Gus Iqdam memang beragam. Ada yang tahu agama, awam, hidup di jalanan, bahkan ada pula yang preman.
Yang kini tengah mendapat perhatian adalah jemaah yang ikhlas mengajak anaknya yang lumpuh dan ada pula yang mengajak ayahnya yang buta. Mereka mengikuti pengajian Gus Iqdam dengan setia.
Advertisement
Baca Juga
Tak pelak, kisah haru mereka pun menjadi perhatian Gus Iqdam dan membuatnya meneteskan air mata. Ya, Gus Iqdam menangis.
Kisah Mbah Zaenuri yang mengajak anaknya yang lumpuh ke pengajian Gus Iqdam dan cerita Hari yang memboncengkan ibu dan ayahnya yang buka ke Majelis Taklim Sabilu Taubah atau ST Pusat menjadi dua artikel yang mendapat perhatian pembaca kanal Islami Liputan6.com, Senin (24/10/2023).
Sementara, artikel lainnya yakni respons Gus Iqdam ketika dituduh bermewah-mewahan alias sudah tidak sederhana lagi.
Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.
Simak Video Pilihan Ini:
1. Kisah Haru Mbah Zaenuri Ajak Putrinya yang Lumpuh ke Pengajian Gus Iqdam
Lagi-lagi ada jemaah Gus Iqdam yang membuat banyak orang meneteskan air mata. Betapa tidak, lelaki renta ini hadir di majelis Gus Iqdam sembari membawa putrinya yang lumpuh. Nama jemaah ini yaitu Mbah Zaenuri.
“Namanya siapa mbah?” Tanya Gus Iqdam dikutip dari kanal YouTube NgajiID, Minggu (22/10).
“Pak Zaenuri,” jawabnya singkat, dalam pengajian Gus Iqdam.
"Daleme pundi Mbah?”
“Mriki mawon,” jawab Mbah Zaenuri lirih.
Terlihat dalam tayangan video tersebut disamping Mbah Zaenuri ada anak perempuan yang berada di kursi roda sehingga membuat Gus Iqdam penasaran.
“Yang dikursi roda siapa mbah?" tanya Gus Iqdam lagi
“Yogane,” jawabnya singkat
Mengutip kamusjawa.net, yoga berarti anak. Sebagaimana kita ketahui, anak adalah bahasa Jawa ngoko. Yoga adalah istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebutkan generasi yang dilahirkan. Anak adalah bahasa ngoko, bahasa krama madyanya sendiri adalah yoga, sedangkan krama inggilnya adalah putra.
Advertisement
2. Kata Gus Iqdam Ketika Disebut Hidupnya Bermewah-mewahan
Nama pendakwah muda Muhammad Iqdam atau Gus Iqdam asal Blitar, Jawa Timur semakin populer. Majelisnya, Sabilu Taubah, selalu didatangi jemaah dari berbagai daerah.
Majelis Sabilu Taubah tak dikhususkan untuk orang-orang Islam. Nonmuslim pun diperkenankan untuk hadir di majelis Gus Iqdam.
Menariknya, majelis Gus Iqdam menampung para garangan alias anak jalanan seperti anak-anak punk, tukang ngamen, main perempuan, dan sebagainya. Mereka antusias mendengar nasihat dan ceramah Gus Iqdam.
Pemilihan bahasa yang sederhana membuat ceramah Gus Iqdam mudah dimengerti terutama oleh orang awam. Isi ceramahnya pun tak menyinggung orang yang berbeda agama ketika dihadiri nonmuslim.
Gus Iqdam semakin populer seiring potongan ceramahnya banyak diunggah di media sosial. Berkat wasilah potongan ceramah itu membuat orang-orang ingin hadir ke majelis Gus Iqdam.
Namun, yang tampil di media sosial tak melulu soal ceramah Gus Iqdam. Keseharian Pengasuh Pesantren Mambaul Hikam II ini selalu menjadi sorotan warganet.
3. Gus Iqdam Meleleh, Jemaah Ini Selalu Ajak Ibu dan Ayahnya yang Buta ke Pengajian
Tak seperti biasanya Gus Iqdam dalam tayangan YouTube terlihat sangat serius bercakap-cakap dengan seorang jemaahnya. Bukan cuma serius, mata Gus Iqdam terlihat sedikit merah dan berkaca-kaca.
Isi dialognya pun membuat seluruh jemaah yang hadir tak terasa meneteskan air mata. Hari tidak secara langsung menceritakan kisah sedihnya. Ia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Gus Iqdam.
Nama jemaahnya itu ialah Hari. Ternyata, ia selalu mengajak dan membonceng ayahnya yang buta dan ibunya ketika berangkat ke pengajian Gus Iqdam. Hari yang selalu mengajak ayah dan ibunya mengikuti pengajian ini mengingatkan kepada salah seorang sahabat Nabi SAW yang bernama Uwais al-Qarni.
Uwais al-Qarni rela menggendong ibunya yang buta dan sudah renta demi mewujudkan keinginan ibundanya untuk berangkat haji. Padahal jarak tempat tinggalnya menuju tanah suci Mekah al-Mukarramah mencapai ribuan kilometer.
“Sampeyan rumahnya mana?” tanya Gus Iqdam dikutip dari tayangan YouTube RoyKurochman, Minggu (22/10)
“Sadeng,” jawab ayah Hari.
Advertisement