Liputan6.com, Jakarta - Karomah adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada kejadian-kejadian luar biasa atau kemuliaan yang diberikan Allah kepada wali-wali Allah.
Karomah bisa berupa berbagai hal, seperti kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, berbicara dengan hewan, melakukan perjalanan jauh dengan cepat, dan sebagainya.
Sunan Muria adalah salah satu dari sembilan wali atau walisongo atau sunan yang dikenal dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa. Nama aslinya adalah Raden Umar Said, dan ia adalah putra dari Sunan Kalijaga.
Advertisement
Sunan Muria dikenal karena kontribusinya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah, terutama di daerah Jepara dan sekitarnya.
Sunan Muria juga dikenal dengan sebutan "Pangeran Sabrang Lor" atau "Pangeran Sabrang" karena tempat tinggalnya yang berada di daerah Pegunungan Muria, Jawa Tengah. Selain sebagai ulama, Sunan Muria juga dikenal sebagai seorang tokoh yang memiliki ilmu pertanian dan mengajarkan tentang pertanian kepada masyarakat setempat.
Baca Juga
Hingga saat ini, karomah Sunan Muria bahkan masih ada yang bisa dirasakan dan bermanfaat untuk masyarakat.
Simak Video Pilihan Ini:
Pesantren Demak Sunan Muria
Salah satu peninggalan sejarah yang terkenal dari Sunan Muria adalah pesantren yang didirikannya, yaitu Pesantren Demak di Jawa Tengah. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang penting di Jawa pada zamannya, dan masih berperan penting dalam dunia pendidikan Islam hingga saat ini.
Sunan Muria meninggal pada tahun 1530 M dan makamnya berada di Desa Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Mengutip Hidayatuna.com, Sunan Muria atau Raden Umar Said terkenal akan ilmunya yang sakti, dan terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan Kinanthi. Dalam dakwahnya, Raden Umar Said lebih menekankan dakwahnya kepada kaum nelayan, pedagang dan rakyat jelata.
Menginjak dewasa, Raden Umar Said menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan putri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji).
Sunan Ngudung merupakan salah satu putera dari sultan Mesir yang melakukan perjalanan hingga tanah Jawa. Sunan Ngudung sendiri merupakan ayah dari Sunan Kudus.
Dari pernikahannya dengan Dewi Sujinah, ia dikaruniai putera bernama Pangen Santri atau Sunan Ngadilangu.
Menurut beberapa kisah, Raden Umar Said juga mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal akan kecantikannya.
Â
Advertisement
Pelana Kuda
Dewi Roroyono merupakan putri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di Juwana yang memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Serta merupakan guru Raden Umar Said dan Sunan Kudus. Kecantikan Dewi Roroyono ini menimbulkan pertumpahan darah, dimana adik seperguruannya (Kapa) menculik Dewi Roroyono yang kemudian menyerang dan mengerahkan aji pamungkas kepada Raden Umar Said. Namun hal itu justru menjadi serangan berbalik dan mengenai Kapa hingga ia tewas.
Keistimewaan atau karomah Sunan Muria berada pada benda- benda peninggalannya. Di antaranya adalah pelana kuda yang sering digunakan masyarakat sekitar Gunung Muria dalam meminta hujan saat terjadi kekeringan.
Ritual memanggil hujan tersebut bernama 'guyang cekathak' atau memandikan palana kuda dari komplek Masjid Muria sampai mata air Sendang Rejoso.
Di sini pelana kuda di cuci dan kemudian dipercikkan ke warga yang selanjutnya berdoa dan sholat meminta hujan. Ritual diakhiri dengan makan bersama berupa sayuran, opor, gulai kambing dan dawet.
Â
Dalam Dakwahnya Sunan Muria Tak Tinggalkan Tradisi
Dalam menyampaikan dakwahnya, Raden Umar Said banyak mengadopsi metode yang digunakan ayahnya dalam menyebarkan ajaran Islam.
Namun, beliau lebih memusatkan dakwahnya ke daerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Beliau tinggal di Desa Colo, yaitu salah satu desa yang ada di puncak gunung Muria.
Dari nama gunung inilah sebutan Sunan Muria muncul. Selain berdakwah, beliau juga mengajarkan masyarakat setempat keterampilan bercocok tanam, melaut dan berdagang.
Selain mengajarkan Islam di gunung Muria, beliau memperluas ajarannya ke daerah Tayu, Kudus dan Juwana.
Beliau beserta keluarga dan para muridnya dikenal dengan fisik yang sangat kuat, ini dikarenakan beliau dan para pengikutnya naik turun gunung setinggi 750 meter untuk berdakwah.
Raden Umar Said lebih menitikberatkan ajarannya kepada rakyat jelata daripada bangsawan. Metode dakwah beliau sering disebut Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri dengan masyarakat.
Sehingga beliau lebih mudah dalam mengajak masyarakat masuk Islam. Beliau juga mengajarkan kursus keterampilan untuk para nelayan dan pelaut, sehingga ajaran yang berikan mudah diterima oleh masyarakat. Dalam berdakwah, Sunan Muria menerapkan beberapa metode, di antaranya adalah sebagai berikut, pertama, dakwah bil hikmah.
Perjalanan dakwah Raden Umar Said tidaklah mudah, meskipun kehadirannya diterima oleh masyarakat, kebanyakan penduduk di gunung masih menganut kepercayaan turun temurun yang kental dan sulit diubah.
Oleh karena itu, beliau menggunakan cara-cara bijak yang tidak memaksa. Kedua, mempertahankan kesenian gamelandan wayang, seperti sunan yang lain, Raden Umar Said masih mempertahankan musik daerah seperti gamelan dalam mengajarkan agama Islam.
Sunan Muria tidak mengubah adat yang ada, namun justru memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya.
Ia juga dikenal menciptakan beberapa tembang Jawa, selain mempertahankan tembang Jawa, beliau juga menciptakan tembang Jawa yang berisi ajaran Islam di dalamnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement