Jangan Kecil Hati Tidak Mampu Berhaji, Senang Tetangga Naik Haji juga Masuk Surga Kata Gus Baha

Gus Baha menjelaskan pentingnya memperluas doa agar tidak hanya menyasar jemaah haji, tapi juga mencakup siapa pun yang hadir, tak terkecuali mereka yang hanya bisa mengantar

oleh Liputan6.com Diperbarui 27 Apr 2025, 08:30 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2025, 08:30 WIB
Gus Baha AI
Gus Baha (TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pelepasan jemaah haji di berbagai daerah selalu berlangsung penuh haru. Doa dan tangis harapan mengiringi langkah mereka menuju Tanah Suci. Namun di balik kemeriahan itu, sering kali ada hati yang tak terdengar: Mereka yang belum mampu berhaji.

Dalam suasana semacam ini, mubaligh kerap diminta mengisi doa dan ceramah sebelum keberangkatan. Sayangnya, tak semua bisa menjaga lisan agar tidak menyakiti orang-orang yang belum diberi rezeki untuk ke Baitullah.

Ulama asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, menaruh perhatian besar pada hal ini. Ia memiliki pendekatan berbeda saat mendoakan jemaah haji agar tak menyinggung perasaan orang miskin atau yang belum berangkat.

“Saya kalau melepas orang haji tetap bilang gini, karena yang datang itu ya banyak yang tidak haji atau tidak mampu haji,” ujar Gus Baha dalam ceramahnya, dikutip dari kanal YouTube @QuotesIslami313, Minggu (27/4/2025).

Dalam video tersebut, Gus Baha menjelaskan pentingnya memperluas doa agar tidak hanya menyasar jemaah haji, tapi juga mencakup siapa pun yang hadir, tak terkecuali mereka yang hanya bisa mengantar karena tidak mampu haji.

“Makanya, doakan yang haji mabrur, balasannya surga. Tapi yang tidak haji, sholatnya mabrur, sedekahnya diterima, yang merawat anak dengan ikhlas juga masuk surga,” tuturnya penuh kelembutan.

Menurut Gus Baha, sikap seperti ini membuat semua orang merasa dihargai. Tidak ada yang merasa lebih unggul atau lebih hina hanya karena perbedaan takdir ibadah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Mubaligh Terjebak Memuja yang Berangkat Haji Saja

Daerah Kerja  Makkah menggelar Malam Tasyakur
ilustrasi syukuran pemberangkatan haji. (Foto:Liputan6/Mevi Linawati)... Selengkapnya

Ia menekankan bahwa dalam Islam, jalan menuju surga tidak tunggal. Tidak berhaji bukan berarti tidak mulia. Setiap amal yang ikhlas bisa menjadi sebab datangnya rahmat Allah.

Bahkan, kata Gus Baha, tetangga yang sekadar merasa senang melihat orang lain berangkat haji pun mendapat pahala. Apalagi yang ikut mendoakan dan mengantar dengan tulus.

“Tidak berangkat haji tapi senang karena tetangganya haji, ini juga masuk surga,” ucapnya sambil tersenyum.

Sayangnya, ia mengamati sebagian mubaligh justru terjebak dalam narasi yang terlalu memuja mereka yang berangkat. Ceramah yang semangat malah membuat yang belum haji merasa terpinggirkan.

“Biasanya mubaligh itu kalau melepas haji berapi-api, tentang Multazam, Hajar Aswad, tentang keajaiban-keajaiban. Masyaallah, masyaallah,” katanya menirukan dengan gaya khas.

Gus Baha pun menambahkan dengan candaan, “Mergo disangoni sing ngorder mubaligh itu,” yang disambut tawa para jemaah. Meski bernada gurau, sindiran itu menyimpan pesan mendalam.

Ia menyinggung kecenderungan sebagian penceramah yang lebih memikirkan kepuasan pemberi undangan ketimbang maslahat umat secara menyeluruh. Padahal, dakwah mestinya melindungi, bukan melukai.

Penting Menjaga Perasaan Kaum Fakir

Jemaah Haji Indonesia
ilustrasi jemaah Haji (merdeka.com/imam buhori)... Selengkapnya

Bagi Gus Baha, penting untuk menjaga perasaan kaum fakir. Mereka memiliki hati, dan menyakiti hati mereka bisa menjadi dosa yang tak disadari.

“Orang fakir juga punya hati. Jangan sampai ibadah yang seharusnya membawa keberkahan justru menjadi penyebab kesedihan bagi orang lain,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa keberkahan dalam ibadah bukan hanya pada rukun dan syarat, tapi juga pada dampaknya bagi sekitar. Sholat yang khusyuk, sedekah yang tulus, semuanya bernilai tinggi.

Gus Baha meyakini bahwa agama harus menciptakan kenyamanan bagi siapa saja. Dakwah tidak boleh hanya berpihak pada kelompok tertentu yang dianggap ‘lebih’ dari yang lain.

“Jangan sampai ada yang merasa lebih hebat hanya karena sudah berhaji. Haji itu ibadah, bukan status sosial,” tegasnya penuh penekanan.

Setiap Muslim, menurut Gus Baha, memiliki jalur yang berbeda dalam mencari ridha Allah. Tidak berhaji bukan berarti jauh dari surga. Yang penting adalah keikhlasan dan pengabdian dalam setiap ibadah.

Ia juga mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’idah ayat 2 sebagai pengingat bahwa kebajikan harus bersifat kolektif, bukan eksklusif. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa…”

Ayat tersebut menegaskan bahwa Islam mengajarkan empati dan solidaritas. Dalam konteks haji, umat harus bersatu dalam kebahagiaan, bukan menciptakan batas pemisah antara yang mampu dan yang belum.

Cara Gus Baha saat melepas jemaah haji mencerminkan sikap tawadhu dan penuh hikmah. Semua orang merasa diperhatikan, tidak ada yang merasa menjadi warga kelas dua dalam urusan agama.

Ia ingin agar suasana pelepasan jemaah haji menjadi momen kebersamaan, bukan ajang perbandingan nasib. Justru dari momen seperti itu ukhuwah Islamiyah diuji dan dibuktikan.

“Kalau bisa membahagiakan banyak orang, kenapa harus membatasi kebahagiaan hanya untuk yang berangkat haji saja?” pungkas Gus Baha, menutup ceramahnya dengan penuh makna.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya