Liputan6.com, Cilacap - Keistimewaan Rasulullah SAW sudah terlihat ketika dirinya masih kecil. Muhammad kecil telah diberi keistimewaan oleh Allah SWT.
Keistimewaan yang diberikan oleh Allah sebelum beliau diangkat menjadi nabi disebut irhash. Di antara irhash atau kemuliaan yang dimiliki Muhammad kecil ialah mampu menaklukan mendung dan mendatangkan air hujan.
Advertisement
Baca Juga
Saat kota Mekkah dilanda kekeringan, Abu Thalib menngadakan ritual istisqa untuk meminta hujan segera diturunkan.
Uniknya, saat ritual untuk meminta hujan ini, Abu Thalib menjadilkan keponakannya, yakni Muhammad keci menjadi washilahnya. Berikut ini kisahnya sebagaimana dinukil dari laman NU Online.
Simak Video Pilihan Ini:
Kota Mekkah Dilanda Kekeringan
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Asyakir yang kemudian dikutip dalam kitab-kitab sirah nabawiyah, seperti As-Rahiqul Makhtum karya Al-Mubarakfuri (I/189), Subulul Huda war Rasyad karya As-Shalihi (II/137), dan Al-Khasaishul Kubra karya As-Suyuthi (I/145).
Suatu ketika Julhamah atau Jalhamah bin ’Urfuthah datang ke kota Makkah dalam kondisi kekeringan. Dalam riwayat yang lebih lengkap disebutkan, ada orang yang berinisiatif meminta hujan kepada berhala Lata.
“Datanglah kalian kepada berhala Lata dan ’Uzza,” serunya. Ada pula yang melontarkan ide agar penduduk Makkah meminta hujan kepada berhala ’Uzza.
“Datanglah kalian kepada berhala Manat, salah satu dari tiga berhala,” timpalnya.
Di tengah usaha untuk meminta hujan itu, seketika ada seorang tua renta yang elok rupawan dan tampak kematangan dan kebijakannya, menyampaikan gagasannya secara cerdas. “Mengapa kalian berpaling? Bagaimana kalian malah berpaling dari Tuhan yang haq sementara pada kalian ada keturunan Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam?” katanya penuh kebijakan.
“Apakah yang engkau maksud adalah Abu Thalib?” tanya mereka penasaran dan penuh selidik. “Ya!”, tegas lelaki tua berwibawa itu. Mereka -demikian pula Jalhamah ikut serta- segera beranjak dan bergegas ke rumah Abu Thalib kemudian mengetuk pintu.
Sosok tampan berkulit cerah kekuningan memakai syal kain yang tiada lain adalah Abu Thalib keluar rumah. Orang-orang pun segera mendekatinya dan menyampaikan maksudnya. “Wahai Abu Thalib, sungai-sungai telah kering, orang-orang sudah lama tidak mendapatkan hujan, mohon engkau meminta hujan!”, kata mereka tanpa basa-basi. “Tunggu hingga matahari bergeser ke arah barat dan angin datang bertiup,” jawab Abu Thalib. Setelah matahari bergeser ke arah barat, Abu Thalib keluar bersama Muhammad bin Abdullah yang masih kecil. Anak itu tampak bercahaya laksana matahari yang menyinari kegelapan, darinya kegelapan awan berdebu menjadi terang, dan di sekelilingnya ada beberapa anak kecil lainnya.
Advertisement
Menaklukkan Mendung dan Menurunkan Hujan
Lalu Abu Thalib melekatkan punggung Muhammad ke Ka’bah. Muhammad pun segera memberi isyarat ke arah langit dengan jari-jari tangannya, sementara anak-anak lainnya melirik-lirik dengan ekor matanya.
Saat itu tidak ada awan mendung sama sekali di langit, namun tiba-tiba awan berdatangan dari segala arah, dan hujan deras pun mengguyur kota Makkah yang sudah mengalami kekeringan sangat lama. Sungai-sungai mengalirkan airnya, dan suburlah kota dan pedesaannya.
Saking syukurnya kemudian Abu Thalib melantunkan syair memuji Muhammad bin Abdillah:
وَأَبْيَضَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ * ثِمَالُ الْيَتَامَى عِصْمَةٌ لِّلْأَرَامِلِ يَلُوذُ بِهِ الْهَلَاكُ مِنْ آل هَاشِمِ * فَهُمْ عِنْدَهُ فِي نِعْمَةٍ وَفَوَاضِلِ وَمِيْزَانُ عَدْلٍ لَا يُخِيسُ شُعَيْرَةِ * وَوَزَّانُ حَقٍّ وَزْنُهُ غَيْرُ عَائِلِ
Artinya, “Dan kepada Muhammad bin Abdillah yang berkulit putih cerah, awan mendung diminta hujan dengan perantaranya, sosok istimewa yang menjadi pelindung anak-anak yatim dan para janda. Dengan berkahnya kebinasaan Bani Hasyim tercegah. Mereka berada di sisinya dalam kenikmatan dan anugerah. Dan ia laksana timbangan keadilan yang tidak mengurangi sebiji gandum pun, dan ia adalah timbangan yang haq yang tidak melenceng (curang).” Kisah lengkap ini dapat dibaca dalam kitab Al-Mujalasah karya Imam Ad-Dinawari. (Ahmad bin Marwan Ad-Dinawari, Al-Mujalasah wa Jawahirul ’Ilmi, [Beirut, Darul Kutubil ’Ilmiyah], juz VIII, halaman 423-424).
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul