Benarkah Merayakan Maulid Nabi Bid’ah? Ini Kata UAH dan Buya Yahya

Dalam perayaan maulid ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa merayakannya bid'ah. Alasannya, karena tidak ada pada zaman nabi dan tidak ada hadis sahih yang menganjurkan untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah SAW.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 06 Sep 2024, 13:30 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2024, 13:30 WIB
Buya Yahya dan UAH
Kolase Buya Yahya dan Ustadz Adi Hidayat atau UAH. (Foto: Instagram @buyayahya_albahjah dan YouTube Adi Hidayat Official)

Liputan6.com, Jakarta - Rabi'ul Awal adalah bulan ketiga dalam penanggalan tahun Hijriah. Bulan ini disebut juga dengan bulan Maulid karena di bulan ini baginda Nabi Muhammad SAW dilahirkan.

Ulama menganjurkan pada bulan Maulid untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah SAW. Dalam praktiknya, umat Islam banyak memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan membacakan kisah dilahirkan hingga perjuangan Rasulullah SAW.

Dalam perayaan maulid ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa merayakannya bid'ah. Alasannya, karena tidak ada pada zaman nabi dan tidak ada hadis sahih yang menganjurkan untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah SAW.

Menurut ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat (UAH), merayakan maulid nabi merupakan momentum untuk menghadirkan nilai-nilai sirah nabawiyah dan mengembalikan umat Islam kepada tuntunan Nabi SAW.

"Maka ditulislah (oleh ulama) sirah-sirah nabi, disampaikan untuk mengenalkan Nabi SAW, mumpung mereka ingat. Disampaikanlah pengajaran-pengajaran tentang nabi. Disampaikan pujian dan sholawat kepada nabi. Kalau yang dimaksudkan tentang nilai-nilai ini, maka dari dulu sudah ada," kata UAH, dikutip dari YouTube Omar Network, Kamis (5/9/2024).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Alasan Merayakan Maulid Nabi Bukan Bid’ah Menurut UAH

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

UAH menegaskan bahwa merayakan maulid Nabi SAW tidak termasuk bid'ah jika yang dihadirkan dengan mengingat sirah nabawiyah dan diisi dengan taklim. Menurutnya, yang menjadi bid'ah adalah ketika melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW.

"Setiap waktu, itu maulid, tapi kalau ada momentum bersamaan dengan waktu kelahirannya, kemudian kita hidupkan untuk mengenal kepada nabi dalam bentuk yang disunahkan Al-Qur'an dan sunnah, itu tidak ada masalah. Yang masalah adalah ketika menghadirkan hal hal yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW," jelas UAH

UAH meluruskan bahwa tidak semua yang tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW tergolong bid’ah. Jika demikian, berarti banyak bid’ah di zaman sekarang. Misalnya, mushaf Al-Qur’an karena tidak ada contohnya di zaman nabi.

Antum dari ujung kepala sampai ujung kaki itu bid'ah, karena antum tidak ada zaman nabi SAW. Jadi jangan langsung menilai bahwa setiap maulid itu bid'ah, bukan. Kalau momentum itu ingin diisi dengan taklim, ingin memperkenalkan nabi, ingin mengajarkan syariat Islam, itu tidak masalah, dan itulah cara terbaik untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat untuk mencintai Rasulullah SAW," jelas UAH.


Penjelasan Buya Yahya soal Maulid Nabi

Buya Yahya (Tangkap Layar Al-Bahjah TV)
Buya Yahya (Tangkap Layar Al-Bahjah TV)

Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya menjelaskan, Rasulullah SAW tidak memperingati dirinya sendiri, tapi Rasulullah SAW menjadi contoh bagi umatnya. Perayaan maulid nabi untuk menghadirkan segala sesuatu yang ada pada diri Rasulullah SAW, termasuk akhlak dan perilakunya yang menjadi contoh umat, sehingga bukan sesuatu yang bid’ah.

“Jadi, semua yang ada pada nabi perlu dihadirkan. Cara menghadirkan semua yang ada pada nabi adalah dengan cara semacam ini (memperingati Maulid Nabi),” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.

“Sebab yang ditiru nabi adalah semua perilaku gerak-gerik nabi dan itu bukan saja lirikan nabi, bukan saja senyumnya nabi , tapi semua dari nabi. Kalau nabi adalah yang kita peringati, nabi suri tauladan,” jelasnya.

Rasulullah SAW memiliki cara tersendiri untuk memperingati kelahirannya, yakni dengan berpuasa setiap hari Senin. Namun, perayaan maulid nabi menurut Buya Yahya bukan memperingati kelahirannya.

"Kelahiran nabi jelas istimewa, tapi kita ingin menghadirkan sunnah nabi di acara-acara semacam ini,” imbuh Buya Yahya.

Menurut Buya Yahya, perayaan Maulid Nabi adalah bagaimana sebuah perkumpulan yang diberi motivasi untuk mengenal, mencintai, dan membela Nabi Muhammad SAW.

“Di saat definisi berubah, jadi berubah, sehingga ada muncul pertanyaan, sahabat saja tidak melaksanakan. Oh sahabat sudah di dalam puncak kecintaan. Kamu gimana cintamu kepada Rasulullah?” tuturnya.

Menurutnya, akan menjadi salah ketika mendefinisikannya tidak tepat. Misalnya, mendefinisikan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak merayakan maulid, tapi umatnya sekarang merayakan.

“Nabi Muhammad itu justru yang dirayakan,” tegas Buya Yahya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya