Liputan6.com, Jakarta - Sering di antara kita menyaksikan di sekitar kita ada keluarga miskin, hidupnya susah, ribut setiap hari. Namun lagi-lagi hamil lagi.
Kondisi seperti ini banyak terjadi di masyarakat, kadang juga menjadi contoh dalam dakwah oleh seorang ustdaz.
Pendakwah Ustadz Das’ad Latif kembali menghibur publik dengan humor cerdas yang menggelitik sekaligus sarat makna. Dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal Youtube @DasadLatif, ia menyampaikan tentang kehidupan rumah tangga yang penuh dengan lika-liku, khususnya bagi pasangan yang hidup dalam kondisi ekonomi pas-pasan.
Advertisement
Sambil menyisipkan candaan, ia menyentuh realita yang dialami oleh sebagian masyarakat.
Menurutnya, pertengkaran dalam rumah tangga mungkin saja dimaklumi jika terjadi di kalangan orang kaya.
“Kalau orang kaya yang bertengkar, orang masih bisa maklum. Semua yang mereka mau bisa dibeli. Biarlah mereka bertengkar, toh mereka bisa membeli kebahagiaan dengan harta yang dimiliki,” kata Das’ad dalam ceramahnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Susah, Bertengkar Terus, Repot!
Namun, ia menyoroti bahwa lain cerita jika hal itu terjadi di kalangan masyarakat miskin. Das’ad dengan gayanya yang khas menggambarkan kondisi pasangan yang hidup pas-pasan namun kerap terlibat pertengkaran.
"Kalau kau sudah miskin, ngontrak-ngontrak, suamimu jelek, istrimu jelek, makan ala kadarnya, bau keteknya, terus bertengkar tiap hari, kapan kau dapat surganya di dunia?" ucapnya dengan nada kocak, membuat jamaah yang hadir tertawa.
Dalam pandangan Das’ad, miskin bukanlah alasan untuk terus-menerus bertengkar. Ia mengajak pasangan yang hidup dalam keterbatasan ekonomi untuk tetap menjaga keharmonisan rumah tangga.
"Biarlah kita miskin, tapi kita saling menghormati," ujar Das’ad, menyiratkan bahwa kebahagiaan dalam rumah tangga tidak semata-mata diukur dari harta benda.
Lebih lanjut, Das’ad menekankan bahwa dalam rumah tangga, komunikasi yang baik dan rasa hormat antar pasangan sangat penting, meskipun kondisi ekonomi sulit.
"Biarlah kita miskin, tapi kita tidak pernah kurang ajar sama istri," tambahnya. Pesan ini kembali ditekankan oleh Das’ad dalam konteks menjaga keharmonisan di tengah keterbatasan.
Ceramah ini tidak hanya menyampaikan pesan moral, tetapi juga mengundang tawa. Dengan gaya bicara yang jenaka, Das’ad melanjutkan candaannya tentang pasangan yang miskin dan selalu bertengkar, namun tiba-tiba istri hamil lagi.
“Bertengkar, bertengkar, bertengkar tiap hari, eh hamil lagi,” ucapnya disertai tawa dari jamaah yang mendengarkan.
Advertisement
Bagaimana Mengukur Kebahagiaan?
Candaannya yang menyentuh kehidupan sehari-hari ini seolah menjadi cermin bagi banyak pasangan yang mungkin sedang menghadapi masalah serupa.
Das’ad seolah ingin menyampaikan bahwa kebahagiaan dalam rumah tangga tidaklah datang dari kondisi ekonomi, melainkan dari sikap dan perilaku sehari-hari terhadap pasangan.
Meskipun sarat humor, ceramah ini mengandung pesan penting tentang bagaimana seharusnya pasangan suami istri menghadapi tantangan dalam rumah tangga.
Bagi Das’ad, kebahagiaan tidak bisa dinilai dari seberapa banyak harta yang dimiliki, melainkan dari seberapa baik kita memperlakukan satu sama lain.
Selain itu, Das’ad juga mengingatkan bahwa anak adalah rezeki yang tidak bisa diukur hanya dengan materi. Dalam konteks humor hamil di tengah pertengkaran, ia seolah menyindir banyak pasangan yang lupa bahwa keberadaan anak bisa membawa berkah tersendiri, meskipun kondisi ekonomi tidak mendukung.
Pesan Das’ad yang mengajak masyarakat untuk tetap menjaga keharmonisan meskipun dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa diukur dari uang semata.
"Tidak ada gunanya harta melimpah kalau rumah tangga terus-menerus diwarnai pertengkaran," pungkasnya.
Dengan gaya khasnya, Das’ad berhasil mengemas pesan moral tentang kehidupan rumah tangga dengan cara yang ringan dan mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Ceramah ini diharapkan bisa menjadi pengingat bagi banyak pasangan untuk tetap saling menghormati dan menjaga keharmonisan dalam kondisi apapun.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul