Liputan6.com, Jakarta - Ustadz Das’ad Latif dikenal dengan pendekatan dakwahnya yang humoris namun sarat makna. Ia pernah memberikan ulasan terkait imam sholat berjamaah yang membaca surat terlalu panjang, yang sering kali membuat makmum merasa kesulitan.
Dalam pandangannya, kondisi ini menunjukkan pentingnya seorang imam untuk memahami keadaan makmum, seperti orang tua, anak-anak, atau mereka yang memiliki keterbatasan waktu.
Dakwahnya menekankan bahwa sholat berjamaah seharusnya menjadi ibadah yang nyaman bagi semua pihak tanpa mengurangi kekhusyukan. Pesan ini menjadi pengingat agar setiap imam memperhatikan aspek kemaslahatan bersama dalam memimpin sholat.
Advertisement
Fenomena unik dalam praktik ibadah sholat berjamaah menjadi sorotan Ustadz Das'ad Latif. Dalam sebuah video yang dikutip dari di kanal YouTube @Generasi-NU, ia membagikan cerita lucu sekaligus reflektif tentang pentingnya pemilihan surat saat menjadi imam.
Ustadz Das'ad mengawali kisahnya dengan menggambarkan situasi yang sering terjadi dalam masyarakat. Ia menyebut, bacaan surat pendek saat menjadi imam bisa lebih menguntungkan dibandingkan memilih surat yang panjang.
"Coba kalau imam baca Wadduha salah, kita bisa bantu. Tapi kalau Al-Anfal baca salah, apa yang terjadi? Heh, salah, hadapi dirimu sendiri. Siapa yang bikin susah?" ujarnya dengan nada bercanda.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Imam Lupa dan Panik
Ia kemudian menceritakan sebuah pengalaman unik yang dialami seorang anak muda hafal Al-Qur'an saat pulang kampung. Anak tersebut diminta menjadi imam oleh masyarakat setempat. "Kamu jadi imam, nak," kata Ustadz Das'ad menirukan percakapan.
Pada awalnya, semua berjalan lancar. Bacaan surat Al-Fatihah yang dibaca oleh anak muda itu pun sempurna, sehingga jamaah merasa nyaman. Namun, situasi berubah ketika ia memutuskan membaca surat panjang setelah Al-Fatihah.
Di masjid tua tersebut, insiden tak terduga terjadi. Seekor cicak tiba-tiba jatuh dan mengenai telinga sang imam. Kejadian ini membuat sang imam terkejut dan kehilangan konsentrasinya. "Namanya kena telinga cicak, nggak shalat saja sudah stres," ujar Ustadz Das'ad menggambarkan kepanikan sang imam.
Kaget karena insiden tersebut, hafalan sang imam mendadak hilang. Ia pun bingung melanjutkan ayat yang sedang dibacanya. "Apa lanjutannya ini? Aku nggak ada diingat-ingatnya juga," kata Ustadz Das'ad menirukan kepanikan sang imam.
Tak kehabisan akal, sang imam mencoba meminta bantuan jamaah di belakangnya. "Pak Imam, tolong bantu," ujarnya. Namun, jawaban jamaah justru menambah kebingungan. "Saya juga kagak tahu," kata salah satu jamaah.
Kejadian tersebut berakhir dengan keputusan spontan sang imam. Daripada terus bingung, ia akhirnya mengucapkan takbir untuk ruku. "Tiba-tiba dia bilang, 'Kalau begitu ya sudah, Allahu Akbar,'" kata Ustadz Das'ad sambil tertawa, disahut ledakan tawa peserta pengajian .
Advertisement
Cerita yang Bisa Jadi Pengingat
Cerita ini menjadi pengingat bagi jamaah tentang pentingnya persiapan matang saat menjadi imam. Ustadz Das'ad menekankan bahwa memilih surat pendek yang dikuasai dengan baik sering kali lebih bijaksana dibandingkan mencoba surat panjang yang belum sepenuhnya dikuasai.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar imam tetap tenang menghadapi situasi tak terduga saat memimpin sholat. "Jangan sampai karena panik, justru mengganggu kekhusyukan sholat jamaah," tambahnya.
Menurut Ustadz Das'ad, cerita ini juga menunjukkan bahwa insiden kecil bisa menjadi pelajaran berharga dalam menjaga kekhusyukan dan kesederhanaan dalam ibadah. "Kita tidak perlu memaksakan diri dalam hal yang sebenarnya bisa dihindari," jelasnya.
Pesan humoris namun penuh hikmah dari Ustadz Das'ad ini banyak mewakili perasaan masyarakat banyak, masyarakat mendapatkan pelajaran penting dari cerita ini.
Sebagai penutup, Ustadz Das'ad mengingatkan bahwa menjadi imam bukan hanya soal hafalan, tetapi juga tentang tanggung jawab menjaga kekhusyukan dan kenyamanan jamaah.
"Kalau ingin menjadi imam, pastikan kita siap dengan segala kemungkinan. Ingat, jamaah di belakang kita ikut tergantung pada kita," pungkasnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul