Istri Membaca Percakapan di Ponsel Suami Tanpa Izin, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Membaca percakapan atau membuka akun ponsel pasangan secara diam-diam, seringkali dapat menimbulkan perdebatan dalam suatu hubungan. Lantas, bagaimanakah pandangan Islam terkait hal ini?

oleh Putry Damayanty diperbarui 29 Des 2024, 16:30 WIB
Diterbitkan 29 Des 2024, 16:30 WIB
Ilustrasi chatting, pesan WA, WhatsApp
Ilustrasi chatting, pesan WA, WhatsApp. (Image by jcomp on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan rumah tangga, kunci dari hubungan harmonis adalah kepercayaan dan komunikasi antara suami istri. Namun, di era digital saat ini, ada hal lain yang juga perlu diperhatikan, khususnya berkaitan dengan privasi dan hak pribadi setiap individu dalam pernikahan.

Salah satu masalah yang sering memicu perdebatan adalah membaca percakapan atau membuka akun ponsel pasangan tanpa izin mereka. Sebagai pasangan hidup, suami dan istri tentunya harus saling memiliki kepercayaan.

Namun, sering kali godaan untuk memeriksa ponsel atau akun media sosial pasangan muncul, baik karena rasa curiga, rasa ingin tahu, atau bahkan perasaan tidak aman dalam hubungan.

Hal ini, meskipun tampak sepele, sebenarnya menyentuh ranah yang lebih kompleks, yaitu tentang hukum dan etika dalam hubungan rumah tangga.

Lantas, apakah tindakan membaca percakapan atau akun ponsel pasangan tanpa izin itu dibenarkan dalam Islam dan apa hukum yang berlaku dalam hal ini? Berikut penjelasannya dikutip dari NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Hukum Nguping dalam Islam

Ilustrasi main HP, ponsel, LDR, minta maaf lewat chat
Ilustrasi main HP, ponsel, LDR, minta maaf lewat chat. (Image by Freepik)

Upaya memeriksa diam-diam telepon genggam orang lain bisa diartikan sebagai tindakan untuk mencari tahu rahasia pribadi orang lain. Tindakan ini pada dasarnya merupakan praktik tercela yang dilarang sebagaimana tercantum dalam surah Al-Hujurat ayat 12:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sangka (kecurigaan) karena sebagian dari sangka itu dosa. Jangan memata-matai orang lain…,”.

Pada hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk menjauhi tindakan tercela, yaitu saling mengintai, mendengki, membenci, dan saling memutuskan ikatan persahabatan

التَّحَسُّسُ هُوَ الاِسْتِمَاعُ إِلَى حَدِيثِ الْغَيْرِ، وَهُوَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لِقَوْل رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

Artinya: “Tahasus (mencari tahu dengan pancaindra) salah satunya mendengarkan percakapan orang lain. Tahasus dilarang dalam agama berdasarkan hadis Rasulullah SAW, ‘Jangan kalian memata-matai, jangan menyalahgunakan pancaindra (untuk mencari tahu orang), jangan saling mendengki, jangan saling membenci, jangan memutuskan tali ikatan. Jadilah hamba Allah yang bersaudara,’ (HR. Muslim),” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz V, halaman 292).

Praktik pengintaian, “nguping”, dan tindakan yang digambarkan oleh orang sekarang ini dengan istilah “kepo” sejatinya dilarang oleh agama Islam kecuali ada kepentingan tertentu, yaitu kepentingan perang, pengadilan, dan kepentingan lainnya.

Oleh karena itu, ulama menyatakan tiga hukum pengintaian (tajasus) dan “nguping”, yaitu, haram sebagaimana keterangan Al-Qur’an dan hadis, wajib dalam situasi perang, dan mubah demi kepentingan pengadilan, (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz X, halaman 162).

Membaca Percakapan Ponsel Tanpa Izin Pasangan

spam chat adalah
spam chat adalah ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Lalu bagaimana dengan pengintaian seorang suami atau istri dengan cara membaca secara mencuri chatting atau percakapan hp milik pasangannya?

Pertanyaan ini tidak mudah dijawab dengan haram, wajib, atau mubah seperti keterangan di atas. Pertanyaan ini adalah persoalan pelik. Namun, secara umum bahwa perkawinan seharusnya dibangun di atas dasar keterbukaan, kepercayaan, dan penghormatan sehingga tidak ada kecurigaan yang berujung pengintaian.

التراضي أساس في عقد الزواج

Artinya: “Sikap saling ridho merupakan asas dalam ikatan perkawinan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, (Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun), juz X, halaman 548).

Dengan prinsip ridha, keterbukaan, kepercayaan, dan penghormatan, suami maupun istri seyogianya tidak perlu melakukan pengintaian atau kepo dengan memeriksa hape pasangan masing-masing. Keduanya seyogianya saling menghormati privasi pasangannya.

Meski demikian, dalam realitasnya prinsip-prinsip itu sulit dipraktikkan oleh masing-masing pasangan suami-istri. Prinsip-prinsip itu semakin sulit dipraktikkan dalam situasi yang pasangannya kedapatan pernah melakukan sejenis pengkhiatan atas ikatan perkawinan atau ada indikasi-indikasi ke arah itu.

Sebaiknya disarankan bagi pasangan suami-istri untuk menghormati privasi pasangannya, dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pasangan masing-masing agar tercipta suasana kehidupan rumah tangga penuh ketenteraman, tanpa dihantui kecurigaan. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya