Kisah Kiai Kampung Senang Tak Punya Saingan, Endingnya Malah Ngenes Begini.. Diceritakan Gus Baha

Gus Baha kisahkan kiai kampung tunggal yang merasa sangat senang sebab tidak ada saingan.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2025, 09:30 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2025, 09:30 WIB
Gus Baha
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Cilacap - Kiai adalah julukan dari masyarakat kepada seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan agama. Orang yang mendapatkan julukan kiai akan menempati strata sosial yang tinggi dan dihormati.

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengisahkan seorang kiai yang tinggal di kampung atau biasa disebut kiai kampung, di mana di tempat itu tidak ada lagi kiai selainnya.

Kesehariannya kiai kampung ini mengurus nyaris seluruh keperluan masyarakat, seperti kematian, khitan, manaqiban, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

Tak terbayang repotnya melayani hajat masyarakat yang begitu banyak, sementara dia tidak memiliki partner kiai lain.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Mulanya Sangat Senang

Gus Baha 4
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Mulanya, sebagaimana dikisahkan Gus Baha, kiai ini merasa sangat senang. Sebab tentu saja melayani masyarakat ada imbalannya yang kita kenal dengan bisyarah.

Dengan banyaknya kebutuhan masyarakat yang ia tangani, tentu saja berbanding lurus dengan pendapatan yang ia peroleh.

“Saya punya teman, kiai tunggal di kampung, itu dia senangnya minta ampun,” tuturnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Xpmedia31, Jumat (10/01/2024).

“Ada orang meninggal ya dia (yang ngurusi), khitan ya dia, apa saja pokoknya dia yang ngurusi,” sambungnya.

“Lumayan kan, kalau Rp50 ribu dikalikan sekian peristiwa, manakiban ya dia,” imbuhnya.

“Itu senang sekali sebab kiai tunggal, hasilnya tidak dibagi-bagi,” tuturnya lagi.

Endingnya Begini

Rais Syuriyah PBNU KH Bahauddin Nursalaim (Gus Baha) sewaktu masih muda. (Foto: Istimewa via Laduni.id)
Rais Syuriyah PBNU KH Bahauddin Nursalaim (Gus Baha) sewaktu masih muda. (Foto: Istimewa via Laduni.id)

Dalam situasi senang itulah, ia mulai tersadar bahwa menjadi kiai sendirian itu tidak enak sama sekali. Pernah suatu ketika sedang enak-enaknya makan ia dikasih kabar ada orang meninggal. Tentu saja harus secepatnya ia mendatangi rumah duka. 

“Suatu saat ketika lagi senang-senangnya, ketika sedang sarapan dikasih kabar kalau ada orang meninggal,” katanya.

“Lama-lama sadar, ternyata menjadi kiai tunggal itu tidak enak,” sambungnya.

Lebih lanjut Gus Baha menceritakan bahwa saat dirinya  merasa waswas saat hendak pergi dan akhirnya memutuskan tidak pergi sebab takut kalau-kalau ada yang meninggal.

“Kalau mau pergi tidak berani, kalau-kalau ada yang meninggal,” terangnya.

Rupanya pengalaman kiai ini bisa menjadi pelajaran bahwa memiliki teman yang juga kiai itu enak, meskipun bisyaroh yang kita peroleh terbagi dengannya.

“Ternyata punya pesaing kiai itu enak, 1 kampung kiainya 10 kan enak," ujarnya.

“Mau pergi ya bebas tidak perlu khawatir, tapi hasilnya bagi-bagi,” imbuhnya.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya