Liputan6.com, Jakarta - Di tengah kompleksitas kehidupan modern, banyak orang mengeluh tentang beratnya menjalani hidup. Namun, pandangan berbeda datang dari ulama karismatik KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha. Menurutnya, sejatinya dunia ini tidaklah susah.
Dalam pengajian yang dikutip dari kanal YouTube @DakwahIslam33-44 dan dirangkum Sabtu (12/04/2025), Gus Baha menegaskan bahwa semua permasalahan sebenarnya terletak pada pengelolaan hati manusia, bukan pada rumitnya dunia itu sendiri.
“Memang faktanya gampang. Dunia ini gak ada yang susah. Yang susah itu hati kamu dikelola atau tidak. Kalau gak dikelola ya pasti susah,” ujar Gus Baha.
Advertisement
Ulama yang kini dikenal sebagai ahli tafsir ini juga dikenal dengan gaya ceramah santai namun dalam ini kemudian memberikan ilustrasi nyata tentang bagaimana banyak orang justru memperumit hidup dengan cara berpikir yang keliru.
Ia bercerita tentang seorang kiai yang saking ingin khusyuknya dalam hidup, menghindari wanita cantik dengan alasan takut tergoda oleh syahwat.
“Katanya, takut biologisnya kumat, takut syahwatnya kumat. Padahal ya manusiawi,” kata Gus Baha dengan logat khasnya yang mengundang senyum.
Namun, yang menjadi catatan penting dari Gus Baha bukan pada usaha menjauhi godaan itu, melainkan pada sikap lanjutan dari si kiai yang mulai merendahkan orang lain.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Contoh Kekeliruan yang Disebutkan Gus Baha
Menurut Gus Baha, si kiai merasa aman jika hanya berteman dengan orang jelek atau miskin. Bahkan, ia menyebut orang jelek itu tidak menggoda dan tidak menimbulkan syahwat.
“Kalau berteman orang jelek kan enggak apa-apa, Gus. Enggak minat, apalagi orangnya merongos, kukulan banyak,” ucap Gus Baha menirukan ungkapan si kiai.
Namun di sinilah letak kekeliruan menurut Gus Baha. Menghindari maksiat seperti syahwat memang baik, tapi menghina fisik orang lain juga bentuk dosa yang sama besar.
“Syahwat yang enggak pada tempatnya itu dosa. Tapi ngenyek, menghina orang, itu juga dosa,” ujarnya tegas.
Gus Baha mengingatkan, bahwa tidak adil jika seseorang terlalu fokus menghindari satu dosa, tapi di saat yang sama terjerumus dalam dosa lain yang tak disadari.
Tak hanya soal perempuan, Gus Baha juga menyinggung orang yang menolak berteman dengan orang kaya karena takut tamak. Namun dalam praktiknya, justru memperalat orang miskin.
“Ada orang yang enggak mau berteman orang kaya, takutnya tamak. Tapi senangnya sama orang miskin, ternyata malah diperbudak,” ujar Gus Baha.
Advertisement
Yang Begini Juga Dosa
Menurutnya, menyuruh-nyuruh orang miskin untuk mijet atau melakukan pekerjaan seenaknya juga merupakan bentuk dosa, karena memperbudak sesama manusia.
“Dosanya ya memperbudak itu. Jangan karena kamu merasa aman dari tamak, terus malah jadi zolim ke yang lain,” tegasnya.
Gus Baha menekankan pentingnya keseimbangan dalam berpikir dan bersikap. Menghindari dosa bukan berarti mencari celah untuk merasa paling benar sendiri.
Ia juga mengingatkan bahwa niat baik pun bisa menjadi buruk jika disertai dengan perasaan merendahkan orang lain atau merasa paling suci.
“Agama ini bukan cuma soal menjauhi yang haram, tapi juga soal adab kepada manusia,” tuturnya.
Ceramah Gus Baha ini menyinggung banyak aspek kehidupan sehari-hari, terutama bagaimana manusia sering kali salah memahami makna kehati-hatian dalam beragama.
Ia mengajak umat Islam untuk lebih fokus pada pengelolaan hati dan kesadaran diri agar tidak terjebak pada sikap lahiriah semata dalam menghindari maksiat.
“Kalau hatimu dikelola dengan baik, dunia ini ringan. Kamu gak gampang marah, gak gampang dengki, gak gampang merasa paling benar,” katanya.
Menurut Gus Baha, kesulitan yang selama ini dirasakan manusia kebanyakan berasal dari dalam diri sendiri, bukan dari luar.
Dengan gaya khasnya yang menggabungkan kelucuan dan kedalaman makna, Gus Baha mengajak semua untuk lebih jujur dalam melihat diri sendiri sebelum menilai orang lain.
Kajian ini pun menjadi pengingat bahwa yang terpenting bukan hanya menghindari godaan dunia, tapi juga menjaga hati agar tidak mudah tergelincir dalam dosa yang tak tampak.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
