Liputan6.com, Jakarta - Di sebuah pengajian yang penuh dengan tawa dan kehangatan, Gus Baha menceritakan sebuah kisah lucu yang pernah dialaminya. Kisah ini melibatkan seorang kiai desa yang sampai harus menjual cincin akiknya karena kehabisan uang. Cerita ini pun disampaikan Gus Baha dengan gaya khasnya yang jenaka.
Dalam tayangan video yang dikutip dari kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO, Gus Baha memulai ceritanya dengan penuh semangat. Ia mengisahkan bagaimana di desanya terdapat seorang kiai yang kondisinya cukup memprihatinkan hingga harus melepas cincin akik kesayangan miliknya untuk bertahan hidup.
Advertisement
"Loh, kulo niku nate weruh dhewe. Mboten jere-jere wonten kiai desa adol akik teng bapak kulo. akike kulo tuku Rp15.000," ujar Gus Baha sambil tersenyum.
Advertisement
Cincin akik itu dibeli Gus Baha hanya dengan harga yang sangat terjangkau. Hal ini pun memancing rasa penasaran dari ayah Gus Baha, KH Nursalim, yang kemudian bertanya kepada kiai tersebut, "Kenapa sampai gak punya uang?"
Dengan lugas, kiai desa itu menjawab, "Wis suwi gak ono wong mati." Jawaban tersebut membuat Gus Baha dan para jamaah yang hadir tertawa terbahak-bahak.
Gus Baha menjelaskan bahwa kiai desa tersebut adalah seorang modin. Karena tugasnya berkaitan erat dengan kematian, seperti mengurus jenazah, lama tidak ada yang meninggal membuatnya kehilangan sumber penghasilan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Alasan Gus Baha Memilih Menceritakan Al-Qur'an dalam Dakwahnya
Biasanya, ada saja orang yang meninggal setiap minggu atau beberapa hari sekali. Namun kali ini, dalam jangka waktu yang lama, tidak ada satu pun kematian di desa tersebut.
Hal ini membuat ayah Gus Baha, KH Nursalim, tak henti-henti tertawa. Ia heran bagaimana situasi seperti itu bisa terjadi. “Sampai ayah saya ketawa terus, heran ada kejadian sampai seperti itu,” tambah Gus Baha.
Namun, Gus Baha menegaskan bahwa kisah ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan profesi modin atau profesi lainnya. Ia justru ingin menunjukkan bagaimana perspektif unik seseorang terhadap nikmat yang diterima bisa menjadi bahan tawa.
“Maksudnya ngeten, nikmat yang sepihak kadang kalau diceritakan itu rawan. Misalnya, kulo kan termasuk kiai yang punya duit terus cerita, kan rawan. Wong kas dadi kiai lagi pirang dino wae wes due mobil,” tutur Gus Baha.
Ia melanjutkan, “Lah ono kiai sing wes mobil 20 tahun diamuki bojone mergo ora due duit, kan sakit. Jadi nikmat yang subjektif itu rawan kalau diceritakan.”
Karena alasan itu, Gus Baha lebih memilih untuk membahas Al-Qur'an dalam pengajiannya. Baginya, cerita yang bersumber dari Al-Qur'an lebih aman dan tidak memancing perasaan iri atau hasud.
Advertisement
Hati-hati Cerita Soal Pribadi
"Kulo cerita Qur'an kan aman. Maknane iki ngene, maknane iki ngene, kan aman. Paham sing tak maksud?" ungkap Gus Baha kepada jamaahnya.
Dengan gaya tutur yang sederhana, Gus Baha ingin menyampaikan pesan bahwa cerita nikmat pribadi sebaiknya disampaikan dengan hati-hati. Hal ini untuk menghindari potensi perasaan iri atau salah paham dari orang lain.
Namun, cerita-cerita ringan seperti kisah cincin akik ini tetap memiliki tempat di hati jamaah. Gus Baha dengan cerdas mampu mengemas pengalaman hidup menjadi pelajaran yang bermakna.
Bagi Gus Baha, humor dalam pengajian tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan-pesan penting. Hal ini membuat pengajiannya selalu dinanti banyak orang.
Cerita ini mengingatkan kita bahwa setiap profesi memiliki tantangannya masing-masing. Bahkan dalam kondisi sulit, tetap ada ruang untuk tawa dan kebahagiaan.
Dengan caranya yang khas, Gus Baha sekali lagi menunjukkan bahwa kebijaksanaan bisa disampaikan melalui cerita sederhana namun penuh makna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul