Liputan6.com, Jakarta - Di era modern yang serba cepat ini, banyak orang terjebak dalam pola pikir bahwa kebahagiaan bergantung pada pemenuhan semua keinginan. Padahal, kebutuhan yang sebenarnya justru terletak pada bagaimana seseorang mampu membatasi keinginan yang tidak mendesak.
Hal ini menjadi peringatan penting yang disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Rembang Jawa Tengah KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha dalam salah satu ceramahnya yang dikutip dari kanal Youtube @takmiralmukmin.
Advertisement
Menurutnya, kebijaksanaan sejati bukanlah tentang mendapatkan segalanya, tetapi tentang mengetahui mana yang benar-benar perlu.
Advertisement
Ketika seseorang lapar, pertanyaan yang muncul adalah: apakah yang dibutuhkan makanan yang sehat, atau makanan yang enak? Jika mengikuti hawa nafsu, maka makanan yang diinginkan haruslah yang paling lezat, ditemani suasana nyaman di warung favorit.
Namun, pola pikir semacam ini, menurut Gus Baha, justru dapat menjadi kebodohan. Sebab, seseorang bisa saja kecewa jika warung favoritnya tutup atau jika harus bersusah payah hanya demi memenuhi keinginan yang sebenarnya tidak mendesak.
Dalam ceramahnya, Gus Baha menegaskan bahwa yang benar-benar bijaksana adalah orang yang mampu membatasi kebutuhannya. "Sesuatu yang tidak mendesak itu jangan dijadikan kebutuhan," ujarnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Terjebak Keinginan Tidak Perlu
Ia juga mencontohkan bagaimana seseorang yang berpuasa dapat menikmati makanan apa saja tanpa harus memilih-milih. Rasa lapar membuat semua makanan terasa nikmat tanpa perlu embel-embel kenyamanan atau kelezatan yang berlebihan.
Gus Baha lalu mengutip perkataan seorang ulama besar, Abul Qasim al-Junaidi. Ketika ditanya tentang lauk terbaik, al-Junaidi menjawab dengan satu kata: 'alju', yang berarti lapar.
Jawaban ini mengandung makna mendalam. Ketika seseorang benar-benar lapar, ia tidak lagi memilih-milih makanan. Semua yang ada di hadapannya terasa enak karena kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Fenomena ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan manusia bukanlah mencari pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan lebih sering menuruti keinginan yang tidak perlu.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, banyak orang yang merasa wajib memiliki barang-barang tertentu hanya karena melihat tren atau sekadar ingin tampil lebih baik di mata orang lain.
Mereka lupa bahwa kebutuhan sejati bukanlah tentang mengikuti tren, tetapi memastikan bahwa hidup tetap berjalan tanpa beban yang berlebihan.
Gus Baha mengingatkan bahwa kebahagiaan tidak datang dari seberapa banyak yang dimiliki, tetapi dari kemampuan seseorang dalam merasa cukup.
Advertisement
Tahan Diri, Hidup Bakal Lebih Tenang
Banyak orang menghabiskan hidupnya untuk mengejar sesuatu yang tidak benar-benar dibutuhkan, hanya karena tidak bisa mengendalikan keinginan.
Padahal, jika seseorang mampu menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, hidupnya akan jauh lebih sederhana, tenang, dan bahagia.
Dalam Islam, konsep qana’ah atau merasa cukup menjadi salah satu kunci utama dalam mencapai ketenangan hati.
Orang yang memiliki sifat qana’ah tidak mudah tergoda oleh keinginan duniawi yang berlebihan, sehingga ia bisa menjalani hidup dengan lebih ringan.
Sebaliknya, orang yang selalu merasa kurang akan terus-menerus dikejar oleh keinginannya sendiri, dan akhirnya jatuh dalam lingkaran ketidakpuasan yang tiada akhir.
Gus Baha menekankan bahwa seseorang tidak akan pernah benar-benar bahagia jika selalu menuruti hawa nafsunya. "Kita sering kali tersiksa bukan karena kekurangan, tetapi karena keinginan yang berlebihan," ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa semakin seseorang menekan kebutuhannya, semakin mudah ia merasa puas dan bersyukur dengan apa yang ada.
Sebaliknya, semakin ia menuruti keinginan duniawi, semakin besar pula kemungkinan ia merasa tidak pernah cukup dan selalu ingin lebih.
Kesederhanaan dalam memenuhi kebutuhan bukan hanya membuat hidup lebih ringan, tetapi juga membantu seseorang lebih fokus pada hal-hal yang lebih bermakna dalam hidup.
Dengan memahami batas antara kebutuhan dan keinginan, seseorang dapat hidup lebih bijaksana dan terhindar dari penderitaan akibat nafsu yang tidak terkendali.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
