Terancam Gulung Tikar, Paguyuban Pertashop Desak Pertamina Perketat Penjualan Pertalite

Penyelewengan pertalite tersebut membuat subsidi BBM tidak tepat sasaran. Sebab, harga pertalite yang ditetapkan sebesar Rp7.650 kenyataannya dijual dengan harga antara Rp10 ribu – Rp11 ribu per liter di tingkat pengecer dan membuat Pertashop terancam gulung tikar

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jun 2022, 07:51 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2022, 17:00 WIB
Pertashop di Cingebul, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Pertashop di Cingebul, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Semarang - Paguyuban Pengusaha Pertashop (P2P) Barlingmascakebo, yang meliputi wilayah Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, Kebumen dan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, mendesak pemerintah, dalam hal ini Pertamina, memperketat distribusi BBM jenis pertalite. Pasalnya, hingga saat ini pertalite masih dijual bebas di pertamini maupun kios bensin eceran.

Sementara, berdasar Keputusan Menteri ESDM (Kepmen ESDM) Nomor Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) yang diteken tanggal 10 Maret 2022, pertalite telah menjadi jenis BBM tertentu penugasan subsidi yang hanya bisa disalurkan melalui penyalur resmi yakni SPBU atau yang ditunjuk. Artinya, terjadi penyelewengan besar-besaran saat pertalite dijual massif di pengecer ilegal.

Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Barlingmascakebo, Budi Sadewo mengatakan penyelewengan pertalite tersebut membuat subsidi BBM tidak tepat sasaran. Sebab, harga pertalite yang ditetapkan sebesar Rp7.650 kenyataannya dijual dengan harga antara Rp10 ribu – Rp11 ribu per liter di tingkat pengecer.

“Subsidi tidak tepat sasaran karena ada yang mengambil untung dari selisih harga tersebut,” kata dia, dalam rapat koordinasi pengurus P2P Barlingmascakebo, di Purwokerto, ditulis Sabtu (28/5/2022).

Menurut dia, longgarnya penyaluran pertalite juga berdampak kepada mitra resmi penyalur BBM Pertamina, yakni Pertashop. Sebab, Pertashop hanya menjual BBM jenis nonsubsidi, yakni pertamax. Pertamax dijual dengan harga sesuai ketetapan pemerintah sebesar Rp12.500 per liter.

Bebasnya peredaran pertalite di kalangan pengecer membuat pertashop mati suri. Sejak kenaikan harga pertamax pada 1 April 2022, pengusaha pertashop mengalami penurunan omzet harian sebesar 50-60 persen. Bahkan, ada sejumlah pertashop yang dilaporkan hanya beromzet 100 liter per hari.

“Untuk membayar pegawai saja tidak cukup. Harus nombok,” tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Desak Penegakan Hukum Penyeleweng BBM

Ketua dan Wakil Ketua Paguyuban Pengusaha pertashop (P2P) Barlingmascakebo, Budi Sadewo dan Tularno. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Ketua dan Wakil Ketua Paguyuban Pengusaha pertashop (P2P) Barlingmascakebo, Budi Sadewo dan Tularno. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Padahal, kata dia, pertashop adalah program pemerintah, yang didirikan di desa desa yang jauh dari SPBU dengan tujuan masyarakat bisa menikmati pemerataan BBM berkualitas, ramah lingkungan tanpa jauh-jauh pergi ke SPBU. Bebasnya distribusi pertalite membuat pertashop dalam posisi terjepit.

“Kami melaksanakan program pemerintah untuk BBM satu harga. Sebagai penyalur resmi BBM Pertamina, kami meminta agar penyaluran pertalite dibatasi. Pengawasan harus ditingkatkan,” ucapnya.

Menurut dia, jika tidak ada langkah kongkret pemerintah untuk mengawasi peredaran pertalite, maka Pertashop dipastikan akan gulung tikar dalam 2-3 bulan ke depan. Soalnya disparitas harga antara pertalite dengan pertamax sangat tinggi, yakni Rp4.850. Margin besar dari harga resmi pertalite dengan eceran ilegal membuat penyelewengan pertalite semakin tak terkendali.

Sadewo juga mendesak agar penyelewengan BBM segera dihentikan. Sebab, pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi berpotensi mendapat sanksi pidana 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar. Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Dalam waktu dekat, agar penjualan pertamax di Pertashop kembali seperti semula, Paguyuban pertashop juga akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan penegakan hukum terkait potensi pelanggaran pidana penyelewengan BBM tersebut.

“Kami sudah mulai berkoordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan aparat terkait lainnya dan meminta aparat untuk melakukan penegakan hukum,” tegasnya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya