Liputan6.com, Jakarta Penyebaran kuliner dari satu wilayah ke wilayah lain bukan hanya soal perpindahan rasa dari lidah ke lidah. Kuliner juga soal gerak budaya. Memang kini sudah mapan bahwa sushi identik dengan Jepang. Akan tapi para sejarawan kuliner bisa beda pendapat tentang asal-usulnya. Ketika frame sosiologi dipakai dalam melihat “gerak” kuliner ini, maka bagaimana ia diterima oleh masyarakat Indonesia bisa menjadi satu bahasan yang menarik.
Pertanyaannya, sejak kapan sushi benar-benar menjadi konsumsi masyarakat luas di Indonesia? Ada masa di Indonesia dimana kata `Sushi` sebagai sebuah vokabulari kuliner memiliki nuansa kemewahan. Pasalnya sajian itu hanya banyak ditemukan di hotel-hotel berbintang. Kini Anda tak harus datang ke Japanese fine dine restaurant untuk dapat menikmati seporsi sushi.
Satu upaya membongkar paradigma tentang sushi sebagai upper class cuisine di Indonesia adalah Sushigroove. Sukses berjalan selama 10 tahun sejak 2005 dalam menginovasi citra sushi – yakni menjadi sebuah makanan yang affordable –, tempat makan yang ada di bawah naungan Ismaya Group ini pun tiba pada saat untuk menghadirkan inovasi terhadap dirinya sendiri. Hadirlah Sushigroove Market di pusat perbelanjaan Kota Kasablanka pada tahun 2014.
Baca Juga
Bagai memasuki sebuah pasar moderen yang di-twist secara playful. Itulah kesan yang terasa saat mendapati diri di ruang resto yang didesain oleh Alvin Tjitrowirjo. Bedanya dari Sushigroove yang lain adalah bahwa Sushigroove Market tak tampil layaknya longue yang cenderung temaram dan lebih cocok untuk para young urban citizen. Suasana di sini lebih terang dan family friendly. Kesan ramai bak pasar tercipta dari penggunaan warna-warna furnitur yang cerah, ornamen-ornamen bernuansa pop berkenaan dengan pasar seperti rupa belahan ikan sisik biru, dan gambar-gambar yang dapat ditemui di berbagai sisi restoran.
Advertisement
Dekat dengan area di mana para tamu duduk mengambil sajian sushi yang melintasnya di atas loop track (sushi belt), Ada sebuah ruang yang lebih redup. Di sini nuansanya lebih tradisional. Kehadiran sofa membuat ruang ini tampak elegan namun tetap rileks. Di bawah 2 pigura foto hitam putih dan dihadapan rak berisi botol-botol bertuliskan kanji, Liputan6.com mendengarkan penjelasan Adhi Putra Tawakal selaku Brand Manager Sushigroove mengenai 10 items yang menjadi menu barunya.
10 Menu Baru Sushigroove
10 Menu Baru Sushigroove
Meja di sudut ruangan itu penuh dengan hidangan baru dari Sushigroove. Sebuah sushi gulung dengan warna nasi agak kecoklatan meluncur ke mulut. Bukan hanya memberi warna pada nasi, gobo atau burdock root yang digunakan dalam memasak nasi sushi ini juga memberi sentuhan rasa yang sedikit berbeda. Daging soft-shell crab (kepiting soka) berpadu dengan kesegaran rasa mentimun dan daun lettuce di sepotong Fiery Crab Roll ini. Satu hal yang jadi perhatian utama jelas rasa cabai rawitnya. Dari sensasi itulah nama sushi ini didapat.
Rasanya jadi lebih Indonesia. Penikmat sushi bisa terpecah jadi 2 kelompok kala membahas varian sushi seperti ini. Yakni mereka yang militan dengan kejepangan sushi dan mereka yang menyambut gembira kelahiran karya-karya sushi moderen yang playful. Soal ini, Adhi Putra Tawakal sang Brand Manager Sushigroove memberi kejelasan bahwa restoran sushi ini memang tak mengklaim diri sebagai authentic sushi restaurant. “Sushigroove adalah restoran sushi moderen di mana fusion sushi menjadi salah satu hal yang ditawarkan,” ucapnya dari kursi di ujung meja.
Kreasi menu yang elemen Jepangnya lebih menonjol bisa didapat dari potongan Shiitakenoki Sake Roll. Rasa saos teriyaki meresap begitu kuat pada gulungan ikan salmon yang membalut jamur shitake dan jamur enoki. Keunikan rasa ini dihasilkan dari sushi yang diproses saute (tumis) dalam saos teriyaki. Pilihan kejepangan lain juga hadir pada Miso Tori Sushi. Selain nasinya dimasak dengan gobo, potongan daging ayam untuk menu ini direndam dengan saus miso sebelum dipanggang. Ada sensasi crispy yang semakin menyemarakkan sushi ini.
Sebanyak 10 menu baru Sushigroove, termasuk di dalamnya adalah Bombay Norway Roll, Kyuna Roll, Salmon Sushi Ball, Tuna Sushi Ball, dan yang berharga Rp 9.000 adalah Tamago Sushi Ball, dirilis pada 17 Januari 2015. Mengamati hal ini dari kacamata budaya, kehadiran jenis-jenis baru dari sushi bukan hanya soal semakin kayanya pilihan yang bisa dinikmati. Berbicara kuliner sebagai bentuk kreativitas manusia dalam berperadaban, inovasi-inovasi terhadap suatu produk budaya merupakan denyut nadi dari kreativitas itu sendiri yang membuat produk budaya itu tetap “hidup”.
Tambahan pula tampaknya lidah tak akan dirugikan dengan kesegaran inovatif seperti saat ia menyentuh Ocean Bloom dari Sushigroove. Terima kasih untuk saus jeruk Yuzu yang dioleskan pada menu moderen nan refreshing dengan bahan salmon ini. Kreasi menu menarik lain yang bisa dicoba dari 10 menu baru resto sushi ini adalah Crustacean Roll. Udang, kepiting, dan keluarga crustacean lain berbaur campur kerenyahan dalam gulungan nasi gobo yang disajikan dengan saus bayam horenso.
Mengenyangkan dan menyenangkan mencicip sushi-sushi tersebut di Sushigroove Market. Bila berkunjung ke Sushigroove Market, Anda bisa mencoba menu-menu yang tak ditawarkan di gerai Sushigroove lainnya. Salah satunya adalah rangkaian menu cha soba, yakni menu mie yang terbuat dari campuran tepung gandum dan teh hijau. Di seporsi Chicken Karaage Cha Soba kembali dijumpai karakter fushion restoran ini. Kelembutan mie dengan bumbu saus tomat yang disajikan bersama beberapa potong ayam goreng tepung mengingatkan pada cita rasa Italia.
(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)
Advertisement