Liputan6.com, Jakarta Julia Kristeva, seorang kritikus sastra feminis mewanti-wanti perempuan untuk keluar dari kungkungan patriarki. Perempuan harus menulis dirinya sendiri, berangkat dari tubuhnya untuk merebut realitas bahasa yang didominasi para maskulin. Pandangan tersebut nampaknya dipegang teguh Mooryati Soedibyo pendiri Yayasan Puteri Indonesia, yang mendukung terbitnya buku I Was Born to Win yang mengisahkan sejarah perjuangan 38 finalis Puteri Indonesia 2015.
Baca Juga
Dalam pengantarnya di buku tersebut, Mooryati mengatakan, dirinya mendukung pembuatan buku, mengingat pemilihan Puteri Indonesia bukan hanya sekadar ajang putri-putrian. Di baliknya terdapat tujuan luhur membina dan menggerakkan kegiatan-kegiatan remaja Puteri Indonesia agar dapat berpikir, berkarya, dan berbuat.
Pemilihan judul buku I Was Born to Win sendiri bukan tanpa sebab, tiga orang penyusunnya yaitu Timoteus Talip, Tari Balle, dan Loestari Adhelia mengakui, ada benang merah antara satu puteri dengan puteri lainnya, yaitu telah menjadi juara sejak kecil. Ini membuktikan, para puteri memiliki mimpi dan dilahirkan sebagai juara.
Advertisement
Mimpi-mimpi itu tertuang dalam buku setebal 238 halaman ini. Ke-38 Puteri Indonesia terpilih yang mewakili daerahnya masing-masing menceritakan pengalaman panjangnya sejak kecil untuk menjadi juara. Prestasi demi prestasi yang diraih bukanlah pemberian, melainkan buah dari usaha dan kerja keras.
Farhannisa Nasution, Puteri Indonesia Sumatera Utara 2015, yang kini menjadi presenter Liputan6.com, dalam buku tersebut menceritakan, menjadi Puteri Indonesia adalah impiannya sejak kecil. “Sejak di bangku sekolah, saya sering mengikuti lomba-lomba fashion show, debat pengetahuan, dan debat bahasa Inggris. Di rumah, banyak piala dan piagam yang saya dapatkan dari lomba-lomba tersebut,” kata Farhannisa, yang lulus cum laude Sarjana Humaniora, Universitas Indonesia.
Dengan pilihan diksi yang mudah dicerna, 38 cerita berdasarkan kisah nyata pengalaman para Puteri Indonesia ini diharapkan mampu menginspirasi siapa pun para pembacanya, khususnya perempuan Indonesia. Hadirnya buku yang akan diluncurkan pada 26 Juni 2016 di Gramedia Central Park Jakarta ini setidaknya membuktikan, perempuan Indonesia telah bangkit, terus berusaha merebut realitas bahasa yang selama ini didominasi kaum lelaki.